20 Jajanan Kue Khas Aceh & Sabang yang patut dicoba & juga sebagai oleh-oleh

Kue khas Aceh yang patut anda coba ketika anda berlibur ke Aceh ataupun ke Pulau Sabang sangat bervariasi. Aceh memiliki deretan kue tradisional yang enak dan sering dijadikan sebagai oleh-oleh khas Aceh oleh wisatawan. Disini anda bisa memilih mulai dari jajanan kue kering hingga kue basah.

Liburan seru bersama team asik dan ramah Safari Wisata Internasional, anda boleh memilih paket tour Sabang Aceh dengan beragam aktivitas menarik:

Bagi anda yang ingin menjelajah lebih jauh wisata di Aceh, anda bisa melihat paket wisata Aceh berikut:

Aceh memiliki beragam wisata mulai dari wisata alam, bahari, sejarah, budaya hingga makanan khas Aceh yang sangat nikmat untuk anda coba. Tidak hanya hidangan berupa masakan khas, terdapat juga beragam kue khas Aceh yang patut anda coba. Anda bisa menikmati kue tradisional Aceh dengan ditemani oleh secangkir minuman khas Aceh. Berikut kue tradisional Aceh dan Sabang yang patut anda coba:

  • 1. Timphan

Timphan atau timpan merupakan kue khas Aceh yang dulu umum dijumpai pada hari Idulfitri. Kudapan yang disajikan untuk tamu tersebut pun bukan jenis yang dapat Anda temukan setiap hari. Pasalnya, masyarakat hanya membuat timpan sehari sebelum Lebaran. Daya tahannya pun hanya sekitar satu minggu.

Lihat Juga:

Maka bukan hal mengherankan bila para ibu di Aceh sibuk berbelanja bahan-bahan timpan menjelang perayaan keagamaan tersebut. Selain untuk menghadirkan camilan terbaik, mereka juga harus memastikan tampilan dan rasanya konsisten. 

Timpan mempunyai bentuk panjang dan pipih dengan cita rasa legit nan manis. Lebih dari itu, camilan khas Aceh ini sampai disebutkan dalam sebuah peribahasa setempat. Adapun ungkapan tersebut berbunyi, ìUroe goet buluen goet timphan ma peugoet beumeuteme rasaî. Artinya kurang lebih, timpan buatan ibu harus saya rasakan di hari dan bulan yang baik.

Hari dan bulan yang baik pada ungkapan tadi barangkali merujuk pada Idul Fitri. Namun ternyata, timphan sekali disajikan pada hari perayaan atau upacara lain, misalnya Idul Adha dan acara-acara adat di Aceh. Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, camilan dapat Anda jumpai di pasar, warung, sampai rumah makan.

Dari segi komposisi bahan, timpan memerlukan dua jenis adonan, yakni adonan kulit dan isian. Bahan-bahan untuk adonan kulit mencakup tepung ketan putih, santan kental atau kanil, garam, air kapur sirih, dan pisang raja. Sementara untuk isiannya diperlukan tepung terigu, telur, santan, nangka, gula, garam, kelapa parut, dan daun pandan.

Belakangan, masyarakat Aceh telah memvariasikan isi timpan supaya lebih menarik minat para wisatawan maupun generasi muda. Beberapa di antaranya adalah rasa kelapa, durian, srikaya, dan labu. Malahan ada yang menyertakan isian dalam bentuk potongan buah seperti nangka untuk memperkuat aromanya.

Setelah selesai dibuat, kedua adonan akan ditata serapi mungkin dalam daun pisang. Kemudian, adonan kue dikukus sampai matang. Anda dapat menyantap timphan bersama secangkir teh atau kopi. Penganan ini pun dapat ditemukan di sentra oleh-oleh untuk dibawa pulang.

Lihat Juga:

  • 2. Samaloyang

Menyajikan kue khas Aceh seperti samaloyang pada Idul Fitri sudah menjadi tradisi yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat. Sekilas, bentuknya menyerupai kue kembang goyang khas Betawi, tetapi tentunya kudapan ini memiliki ciri khas tersendiri.

Dikenal juga sebagai kembang loyang, kue tradisional tersebut merupakan salah satu peninggalan indatu (nenek moyang) di Aceh. Uniknya, camilan ini bisa divariasikan dari segi rasa maupun bentuk. Anda dapat menjumpai kue yang dibuat manis dan pedas sesuai selera. Sementara bentuknya bisa dibuat menjadi segitiga, segi empat, segi lima, maupun bulat. 

Lihat Juga:

Bahan-bahan yang dipakai pun mudah dijumpai di pasar tradisional maupun supermarket. Di antaranya tepung beras, santan, gula pasir halus, telur, dan garam. Satu hal yang membuat tahap pembuatannya spesial adalah adanya cetakan yang digunakan seperti kue kembang goyang.

Pada samaloyang atau kembang loyang, cetakan tersebut dinamakan bruek samaloyang. Jenis material yang digunakan adalah tembaga yang tahan akan panas dengan bentuk bunga. Kemudian, terdapat pegangan yang memudahkan Anda untuk mencetak dan memasaknya.

Untuk mengolahnya, campurkan bahan-bahan yang disebutkan tadi ke dalam wajan dan aduk sampai membentuk adonan kue. Pastikan teksturnya tak terlalu lengket atau encer supaya bisa menempel pada cetakan serta mendapatkan bentuk yang bagus.

Kemudian, panaskan wajan (pilih yang bentuknya tak terlalu melengkung). Siapkan bruek samaloyang dan pastikan tak ada bekas adonan atau kotoran pada permukaannya supaya kue matang dengan sempurna. Selanjutnya, cetakan dicelupkan ke dalam adonan tepung untuk dimasukkan ke dalam minyak mendidih.

Tunggu sampai adonan mengeras untuk dilepaskan dari cetakan. Biarkan sampai berubah warna menjadi cokelat keemasan dan matang. Angkat perlahan sebelum warnanya menggelap. Supaya lebih mudah dalam menata kue, siapkan wadah beralaskan tisu atau kertas yang dapat menyerap minyak.

Setelah selesai memasak kembang loyang, bruek samaloyang sebaiknya langsung dibersihkan. Caranya cukup mudah, yakni dengan mengoleskan minyak kelapa untuk mencegah karat. Simpan cetakan dengan cara digantung untuk memudahkan pemakaian pada produksi samaloyang di kesempatan berikutnya.

Lihat Juga:

  • 3. Keukarah

Keukarah merupakan salah satu kue khas Aceh yang dijamin dapat memanjakan mata dan lidah banyak orang. Hal ini terlihat dari teksturnya yang berjaring dengan rasa manis renyah yang kerap membuat ketagihan. Seperti makanan tradisional lain dari daerah ini, kudapan ini digunakan untuk acara-acara spesial, termasuk hantaran pernikahan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki.

Kabar baiknya, menemukan kue keukarah tak perlu sampai menunggu hajat tertentu. Masyarakat sudah menjualnya di pasar-pasar tradisional. Ada pula yang menjajakannya sebagai oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Aceh.

Lihat Juga:

Kerenyahan yang menjadi ciri khas camilan berjaring ini tak terlepas dari bahan-bahannya. Hanya ada tiga jenis bahan yang digunakan, antara lain tepung beras, gula, serta air. Namun, menakarnya tak boleh sembarangan untuk menghasilkan tekstur rapuh dan renyah.

Kemudian saat memasak keukarah, masyarakat Aceh memakai cetakan khusus yang dibuat dari batok kelapa dengan lubang di bagian bawah. Sementara di bagian atas terdapat bambu melintang sebagai pegangan. 

Kemudian, adonan akan diisikan ke dalam cetak untuk diputar-putar di atas wajan yang telah dipanaskan. Jika dilakukan dengan tepat, adonan yang menetes dari lubang akan membentuk jaring.

Maka dari itu, orang-orang yang dipercaya membuat kue keukarah harus menguasai keterampilan khusus. Beberapa di antaranya mendapatkan keahlian tersebut secara turun menurun. Konsentrasi tinggi dan ketelitian adalah salah dua kemampuan yang perlu mereka asah sebelum benar-benar mampu menghasilkan jaring-jaring kue yang rapat dan konsisten dan anti-gosong.

Keunikan ini pula yang membuat kue keukarah mampu bertahan di tengah gempuran kue-kue modern. Banyak wisatawan yang sengaja datang ke Aceh untuk mencobanya langsung dan melihat proses pembuatannya untuk dipraktikan secara mandiri di rumah.

Kue yang kadang disebut juga sebagai sarang burung ini umumnya dijual dalam dua rasa, yakni original serta wijen. Produksi keukarah juga akan mengalami peningkatan signifikan menjelang hari perayaan besar seperti Idul Fitri. Seperti kudapan lainnya, kue ini cocok disajikan sebagai jamuan bersama secangkir kopi atau teh hangat.

Lihat Juga:

  • 4. Adee

Adee adalah kue khas Aceh yang wajib dicicipi saat mampir ke Kabupaten Pidie Jaya. Kudapan tradisional yang kerap disebut sebagai bika atau bingka singkong ini umum ditemukan saat melewati jalur Banda Aceh-Medan maupun sebaliknya. Daerah Meureudu adalah kawasan yang patut disambangi untuk menikmati langsung kelezatan makanan tradisional ini.

Bukan tanpa alasan kue adee menjadi ikon kuliner di Pidie Jaya. Perpaduan teksturnya yang manis dan kenyal memberikan sensasi yang sulit dilupakan bagi yang menikmati. Belum lagi aroma manis yang berpadu dengan bawang goreng yang menciptakan wangi khas yang mudah diingat.

Lihat Juga:

Kombinasi tersebut muncul berkat bahan-bahan yang digunakan. Singkong adalah bahan utama yang dipakai untuk membentuk adonan, tetapi sekarang ada juga yang mengolahnya dengan tepung atau ubi. Komponen lainnya yang terdapat pada resep adalah telur ayam, bawang merah, santan kental, gula pasir, garam, vanili, air, dan margarin.

Dalam pembuatan adee, singkong perlu diparut halus, sementara bawang goreng diiris halus dan digoreng untuk menghasilkan wangi khas. Kemudian, telur, bersama santan dan vanili, dikocok rata, sedangkan gula direbus sampai meleleh bersama mentega. Campuran inilah yang nantinya dimasukkan ke dalam parutan singkong.

Adonan singkong yang sudah rata dan didinginkan lantas dicampurkan bersama telur santan, lalu diaduk sebelum memasuki tahap akhir. Untuk memanggangnya diperlukan oven yang dipanaskan selama 15 menit terlebih dahulu. Taburkan bawang goreng pada adonan sebelum dimasukkan.

Adonan kue adee perlu dipanggang selama kurang lebih 40 menit. Sesekali, adonan kue ditusuk untuk memastikan permukaannya tidak basah. Hal ini pula yang membuatnya beda dari bika ambon walau warna dan bentuknya sekilas mirip.

Setelah adonan matang, keluarkan kue adee dan tiriskan sejenak. Kue dapat dipotong sesuai keinginan dan selera. Masyarakat Aceh biasanya menyajikan kudapan ini bersama secangkir teh hangat atau kopi supaya semakin nikmat.

Popularitasnya pun membuat adee dipasarkan di luar Aceh. Jadi, konsumen dapat membelinya dengan mudah tanpa perlu terbang jauh-jauh ke Kabupaten Pidie Jaya.

Lihat Juga:

  • 5. Bhoi

Menelusuri ragam kue khas Aceh belum lengkap tanpa membahas bhoi. Penganan tradisional ini terbilang menarik karena dijual dalam bentuk variatif dari hewan, bunga, sampai bintang. Teksturnya yang lembut pun membuatnya sering kali dijuluki sebagai bolu kering.

Kue bhoi konon sudah eksis selama ratusan tahun di Aceh, menjadikannya salah satu camilan yang ditemukan di beberapa acara penting. Dalam tradisi pernikahan, misalnya, kue ini dijadikan sebagai seserahan dari mempelai pria kepada mempelai perempuan. 

Lihat Juga:

Ada pula yang menjadikan kue tersebut sebagai buah tangan saat berkunjung ke rumah saudara. Pada beberapa kesempatan, kudapan ini dijadikan jamuan pada acara kelahiran dan khitan.

Pembuatan kue bhoi pun terbilang mudah dan mirip bolu kebanyakan. Bahan-bahan yang harus disiapkan tepung terigu, telur, vanili, gula pasir, dan soda kue. Meski gampang ditemukan, proses pembuatan kue ini memerlukan kesabaran dan keuletan.

Pada pengocokan adonan diperlukan konsistensi yang tepat untuk mendapatkan tekstur bhoi yang diharapkan. Kemudian, adonan harus dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari kuningan atau besi sebelum kemudian dipanggang sampai matang. 

Cetakan ini pula yang membuat tekstur luarnya kasar, tetapi bagian dalamnya tetap lembut. Frekuensi pemakaiannya pun mempengaruhi kualitas dan tingkat kelengketan adonan.

Selain itu, beberapa pembuat kue bhoi masih menggunakan api dari kayu alih-alih oven listrik. Tujuannya adalah untuk memberikan aroma khas di bagian luar dengan tekstur yang agar crunchy. Rasa manisnya juga tak berlebihan, sehingga tak akan membuat gigi sakit atau ngilu.

Jika diproses dengan bahan serta pengolahan yang tepat, kue bhoi mampu bertahan sampai hitungan bulan. Hal ini disebabkan adanya gula yang berperan sebagai pemanis sekaligus pengawet alami. Faktor lain seperti pengemasan turut berpengaruh pada daya tahan camilan.

Kendati dapat ditemukan di sejumlah sentra oleh-oleh, keberadaan bhoi sebenarnya perlahan mulai langka. Wisatawan yang ingin mendapatkan kue dengan cita rasa asli pembuatan dengan proses tradisional biasanya akan datang langsung ke rumah keluarga yang memproduksinya secara turun menurun.

Lihat Juga:

  • 6. Meuseukat

Meuseukat hadir sebagai kue khas Aceh dalam bentuk dodol. Dalam bahasa Aceh, nama kudapan tersebut berarti ‘ulee’ alias ‘kepala’. Ukiran cantik pada permukaannya yang berbentuk aneka bunga atau pintu Aceh yang menawan pun menjadi aspek lain yang membuatnya menonjol dibandingkan dodol-dodol dari daerah lain.

Meski demikian, dodol meuseukat masih memakai bahan-bahan standar seperti tepung terigu, mentega, air, nanas, gula, dan air jeruk. Hanya saja untuk membentuk dodol bulat besar ini butuh kesabaran dan ketelitian demi mendapatkan kekenyalan yang tepat. 

Lihat Juga:

Untuk mengolahnya, bahan-bahan seperti air jeruk dan nanas disaring untuk mencegah adonan berserat dan sulit diolah. Kemudian, tepung terigu dan mentega dicampurkan bersama air gula. Pada tahap berikutnya, adonan dimasak dengan cara diaduk dalam api kecil. Durasi yang dibutuhkan sampai campuran ini mengental adalah sekitar dua jam.

Kemudian saat meuseukat sudah matang, adonan akan dituangkan ke wadah beralas plastik agar tidak lengket dan mudah dipotong. Warna putih kekuningan yang berasal dari tepun terigu dan nanas pun akan memberikan tampilan menarik. Jadi, dodol ini tak perlu memakai pewarna tambahan.

Dodol meuseukat bagi masyarakat Aceh memiliki filosofi mendalam. Pasalnya, penganan ini melambangkan kejernihan penduduknya yang memuliakan tamu. Entah saat menjaga perilaku maupun menyajikan jamuan makan. Maka dari itu pula dodol ini berada di posisi tertinggi kudapan tradisional lain.

Posisinya yang tinggi membuat dodol meuseukat hadir dalam acara adat atau momen khusus, terutama yang melibatkan kehadiran tamu. Sebut saja pesta pernikahan, Idulfitri, dan Iduladha. Tak hanya itu, kue ini dijadikan hantaran untuk menjemput pengantin perempuan (tueng dara baro) setelah pernikahan ke rumah pengantin pria (linto baro).

Dulu, orang-orang harus pergi ke Desa Lambung di sekitar Pantai Ulee Lheue untuk memperoleh meusekat terbaik. Sayangnya, tsunami pada 2004 membuat sentranya berpencar ke beberapa lokasi seperti Darussalam dan Lampisang. Meski dodol ini bisa ditemukan juga di toko, pembeli harus memesannya terlebih dulu mengingat durasi pembuatannya yang lama.

Lihat Juga:

  • 7. Dodol

Tak hanya di Jawa, dodol dapat ditemukan di Sumatra sebagai salah satu kue khas Aceh. Dari teksturnya memang tak jauh berbeda, sama-sama kenyal dan padat. Namun, terdapat variasi yang dikembangkan maupun diturunkan dari satu generasi ke generasi yang membuatnya unik.

Sebut saja meuseukat yang disebut-sebut sebagai jenis dodol yang menempati kasta tertinggi di kalangan kudapan. Selain karena pembuatannya yang lama, kue ini dihiasi ukiran yang rumit pada bagian permukaan dengan bentuk bunga-bungaan dan pintu Aceh yang khas.

Lihat Juga:

Dodol khas Aceh pun sudah menjadi bagian dari adat dan tradisi masyarakat setempat. Misalnya sebagai hantaran pernikahan yang sudah dilakukan sejak lama. Di era modern, camilan manis dan lembut ini lebih mudah ditemukan sebagai jamuan tamu hingga oleh-oleh untuk wisatawan.

Hal menarik lainnya yang dapat ditemukan pada dodol di Aceh adalah pemakaian buah-buahan. Selain nanas, masyarakat juga menggunakan kelapa hingga durian untuk memperkaya cita rasanya. Begitu pula warnanya tak terbatas pada cokelat tua. Wisatawan juga akan menemukan dodol khas Aceh berwarna putih dan cokelat muda.

Sementara dari bahan dan prosesnya hampir sama dengan dodol-dodol dari daerah lain. Tepung beras, tepung ketan, gula merah, santan (kental dan cair), garam, dan daun pandan adalah bahan-bahan yang umum dipakai. Namun, ada juga yang hanya memakai salah satu jenis tepung atau ditambah buah-buahan berdasarkan resep dan jenisnya. 

Proses pembuatan dimulai dari pencampuran santan bersama garam, gula merah, serta daun pandan untuk didihkan. Kemudian, tepung dimasukkan hingga merata. Campuran ini dituangkan ke rebusan santan dan gula untuk kemudian diaduk hingga matang serta mengental. 

Adonan dodol lantas dituangkan ke loyang yang dialasi daun pisang (atau kertas khusus) untuk diratakan dan didinginkan. Daun pisang biasanya digunakan untuk memberikan aroma khas. Lalu kudapan tersebut bisa dipotong sesuai selera.

Beberapa dodol dapat ditemukan di toko dan sentra oleh-oleh di Aceh. Namun ada juga yang harus dipesan karena tahap pengolahan yang lebih rumit.

Lihat Juga:

  • 8. Kue Pia Sabang

Kue pia menjadi jajanan paling favorit yang memiliki banyak fungsi. Tidak heran apabila banyak yang mencarinya, bahkan untuk menemukan kue satu ini tidaklah sulit. Kue manis yang satu ini bisa ditemukan di mana pun, salah satunya di kota Sabang atau Aceh. Ya, Anda bisa mendapatkan kue khas Aceh di toko oleh-oleh saat berkunjung ke negeri Sabang. Kue pia khas Aceh ini pun sangat populer di kalangan para wisatawan. 

Bagi wisatawan, lokal maupun mancanegara, kue pia Sabang menjadi makanan yang paling dicari saat berlibur ke tempat dimulainya titik nol kilometer Indonesia. Ya, Aceh terkenal juga dengan pemandangan bawah lautnya yang indah sehingga banyak wisatawan yang berkunjung. Kue pia sendiri adalah jajanan yang berasal dari dataran Tionghoa atau China. 

Lihat Juga:

Umumnya, kue ini dibuat dari berbagai campuran dan tersedia dalam varian rasa, mulai dari kacang hijau, gula, dan lainnya yang kemudian dibungkus dengan tepung hingga dipanggang. Istilah kue ini sendiri diambil dari dialek Hokkian yang mempunyai arti roti berisi daging. Kemudian berkembang di beberapa daerah di Indonesia dan mulai dikenal dengan nama pia.

Seperti yang kita ketahui, pia menjadi ikon oleh-oleh terkenal dari Yogyakarta. Di mana hampir setiap toko menjual jajanan yang satu ini. Padahal, Oia berasal dari Cina yang kemudian mendapat akulturasi dari budaya Tionghoa dan Jawa. Nama asli kue ini pun terdengar unik, yaitu Tou Luk Pia. Awalnya dibawa oleh pendatang Tiongkok pada tahun 1940-an, yaitu Kwik Sun Kwok. Seiring perkembangannya, pia yang awalnya berisi daging dari minyak babi, kini menjadi berisi kacang hijau dan lainnya. Serta dibuat dengan berbagai versi di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya Sabang-Aceh.

Untuk Anda yang sedang berlibur di Aceh, tidak perlu bingung mencari kue legit yang satu ini. Anda bisa menemukan kue pia ini dengan mudah di toko atau kedai makanan yang berlokasi di Banda Aceh. Tidak ada salahnya menjadikan pie sebagai buah tangan untuk orang terdekat setelah berlibur ke pulau Sabang ini. Apalagi pia tersedia dalam berbagai variasi, yaitu coklat, kacang hijau, durian, dan masih banyak lagi. Tak hanya sebagai oleh-oleh, Anda juga bisa menjadikannya camilan yang bisa dinikmati bersama kopi, teh, atau lainnya saat bersantai. 

Lihat Juga:

  • 9. Bungong Kayee

Dari namanya, pasti tahu kalau makanan yang satu ini adalah kue khas Aceh. Kue kering yang satu ini pun memiliki keunikan tersendiri, yaitu bentuknya yang mirip bunga dengan warna putih pucat serta dua bagian kelopak yang berwarna hijau dan merah. Bungong Kayee mempunyai tekstur keras tapi rasanya sangat manis. 

Bunga kayu atau dalam bahasa Acehnya bungong kayee adalah jajanan tradisional yang bisa Anda jumpai di pantai barat Aceh. Tak hanya berbentuk bunga, kue ini juga ada dalam bentuk daun. Umumnya, kue kering atau yang disebut peunajoh tho ini berlapis gula. Dari bentuk yang cantik dan rasanya yang manis, tidak heran apabila kue kering ini sering menjadi hantaran di prosesi pernikahan dan kegiatan adat lainnya.

Bunga kayu ini sendiri terbuat dari beras ketan, kanji, telur, gula, serta pewarna makanan. Cara membuatnya adalah dengan mencampur bahan, lalu menguleni adonan sampai Kalis. Kemudian, adonan tersebut digiling tipis menggunakan tangan dan dibentuk seperti bunga.

Tak lupa pemberian pewarna makanan di bagian lekukan kue, biasanya berwarna hijau dan kuning. Lalu, adonan yang sudah dibentuk dan diolesi pewarna makanan akan digoreng. Eits, tetapi ingat minyaknya tak boleh terlalu panas. Aduk-aduk kue sampai mengambang perlahan, lali tiriskan. Kemudian, goreng kembali dalam minyak panas sampai kering. Setelah itu, tiriskan kue sampai dingin.

Anda bisa melapisi kue dengan gula, yaitu dengan mencampur air serta gula yang dimasak dalam wajan penggorengan hingga mengental. Setelah kue ditiriskan, Anda bisa mencelupkannya pada larutan gula tersebut, kemudian angkat dan diamkan sampai kering.

Di masa sekarang, tak banyak yang membuat kue tradisional satu ini. Selain jarang peminatnya, juga karena pembuatannya yang cukup rumit. Apalagi setiap kuntum harus ditekuk serta diwarnai satu per satu. Tentunya, untuk yang memilih kue ini untuk suatu acara perlu memesannya jauh-jauh hari.

Biasanya, kue bungong Kayee disusun dalam baki sehingga terlihat rapi dan cantik. Anda pun tidak perlu risau saat ingin mencicipinya, karena tersedia di toko kue tradisional di Aceh. Untuk harganya cukup bervariasi, tergantung isi setiap paketnya.

  • 10. Wajit

Kue Wajit ketan, orang Jawa mana yang tidak mengenalnya? Ya, hampir di setiap acara di Jawa kue basah yang satu ini ada. Begitu pula di Aceh yang memiliki keunikan tersendiri. Kue khas Aceh yang satu ini mempunyai rasa manis legit yang membuatnya masih digemari sampai sekarang.

Kue Wajik Aceh sendiri berbahan dasar ketan yang dicampur dengan gula aren serta kelapa. Lalu, dibungkus dengan daun jagung yang membuatnya memiliki citarasa khas. Tidak heran apabila banyak yang menjadikannya sebagai oleh-oleh. Walaupun sudah tersaingi oleh berbagai makanan, wajit masih tetap populer. Bahkan ada warisan resep serta cara membuatnya secara turun menurun sehingga tetap terjaga keaslian rasanya. 

Nah, Wajit sendiri dicetuskan oleh Haji Siti Romlah. Diceritakan bahwa wajik ini mulanya ada di Cililin yang merupakan wilayah kaya akan beras. Hingga suatu hari terjadi kelebihan syok beras ketan karena masyarakat lebih banyak mengonsumsi beras biasa dibandingkan beras ketan. Itulah yang menginspirasi masyarakat untuk membuat hidangan baru dari beras ketan, yaitu dengan mencampurkan beras ketan, gula aren, serta kelapa. 

Awalnya, jajanan yang satu ini belum dikenal sebagai wajit, tetapi disebut sebagai ketan gulaan. Sampai muncul nama Wajit saat di suatu pesta pernikahan seorang tamu dari Jawa mencicipinya. 

Sampai sekarang Wajit atau Wajik pun semakin bervariasi dalam pembuatannya. Sementara di Aceh lebih dikenal dengan nama Baje’uek, jajanan ini pun sering dihidangkan dalam acara besar di Aceh. Alih-alih mencarinya di toko oleh-oleh atau mengharap ada acara besar, Anda bisa membuatnya sendiri dengan langkah-langkah ini!

Untuk membuatnya, Anda perlu menyiapkan bahan, untuk setengah kilogram ketan putih atau 500 gram, tambahkan 600 mili santan, 250 gram gula aren, tiga sendok makan gula pasir, setengah sendok teh garam, dan selembar daun pandan. Pertama-tama, cuci beras ketan sampai bersih, kemudian tiriskan. 

Setelah itu, rendam ketan dengan air dingin selama dua jam, lalu tiriskan sampai kering. Begitu tiris, kukus ketan dengan kukusan panas sampai setengah matang atau sekitar tiga puluh menit. Kemudian angkat dan masak bersama santan, daun pandan, gula merah yang disisir, gula pasir, serta garam. Masak sampai mendidih, lalu angkat.

Eits, tapi jangan lupa untuk sering mengaduk santan panas dan ketan setengah masak sampai santannya habis, ya! Lalu, biarkan beberapa menit sebelum mengukusnya kembali selama setengah jam sampai lunak. Setelah lunak, angkat dan tuangkan ke loyang segi empat yang sudah diolesi sedikit minyak sayur atau beli alas plastik/daun. Tekan adonan sampai padat serta rata, kalau dinginkan. Begitu dingin, Anda bisa memotongnya berbentuk wajik atau belah ketupat, kemudian disajikan. Wajit sudah bisa dicicipi rasa manis legitnya, nih!

  • 11. Ruti Cane

Nusantara memiliki banyak sekali kuliner khas yang bisa anda nikmati baik sendiri maupun bersama. Salah satu kota dengan kuliner terbaik di Indonesia yaitu Banda Aceh, Provinsi Aceh. Kota ini menawarkan berbagai makanan yang mencerminkan keanekaragaman budaya suku Aceh dan pengaruh kekayaan kuliner hasil percampuran berbagai budaya termasuk Melayu, Tionghoa, dan India.

Salah satu hidangan khas yang tidak boleh dilewatkan adalah ruti cane. ruti cane, yang juga dikenal sebagai roti prata atau paratha di berbagai negara, merupakan sejenis ruti pipih yang dipengaruhi oleh budaya kuliner India.

Asal Usul Ruti Cane Makanan Khas Aceh 

Ruti cane dikenal sebagai salah satu makanan khas yang berasal dari Pakistan dan India, dimana menjadi makanan pokok masyarakat setempat  selama berabad-abad. Kata Cane berasal dari bahasa India yang diartikan sebagai roti pipih. Ketika penduduk keturunan India bermigrasi ke Asia mereka membawa resep kue ini dan akhirnya mulai dikenal di Indonesia. 

Ruti cane mulai diperkenalkan di Aceh dibawa pedagang muslim yang bermigrasi dari India di abad 17 dan kemudian menetap dan bercampur dengan penduduk lokal. Dimana komunitas ini dengan mudah memperkenalkan dan mempopulerkan masakan India termasuk ruti cane. Jenis kue ini menjadi sangat populer dan bahkan diadopsi menjadi kue khas Aceh.

Keunikan Ruti Cane Makanan Khas Aceh  

Terdapat beberapa keunikan yang bisa Anda temukan di ruti cane makanan khas yangsatu ini. Diantaranya sebagai berikut: 

  • Proses Pembuatan Ruti Cane 

Salah satu keunikan ruti cane terletak pada proses pembuatannya. Adonan ruti, yang terdiri dari tepung terigu, air, garam, dan sedikit minyak, diuleni hingga elastis. Kemudian, adonan ini dipipihkan dan dilipat berulang kali sebelum akhirnya digoreng di atas wajan datar dengan minyak atau margarin. 

  • Pengaruh Multikultural India, Pakistan, Lokal 

Keunikan lain dari ruti cane di Aceh adalah pengaruh multikultural yang tercermin dalam berbagai cara penyajiannya. Pengaruh Melayu dapat dilihat dari penggunaan bumbu-bumbu lokal dan cara penyajian yang beragam. 

Misalnya, roti cane bisa disajikan dengan lauk khas Aceh yang pedas, menambah cita rasa unik yang berbeda dari versi aslinya di India.

  • Varian Dan Penyajian Ruti Cane 

Di Aceh, ruti cane disajikan dengan berbagai macam lauk dan pelengkap yang memberikan sentuhan lokal yang khas. Beberapa varian populer antara lain ruti cane kari kambing, yang disajikan dengan kari kambing kaya rempah-rempah dan sangat digemari oleh masyarakat Aceh. 

Sekian pembahasan mengenai keunikan yang dimiliki oleh ruti cane, kue khas Aceh. Roti ini sangat enak untuk Anda coba, Bagaimana, penasaran bukan dengan rasa makanan khas yang satu ini? yuk cobain sekarang. 

  • 12. Apam

Saking kayanya masakan nusantara, banyak sekali makanan lezat zaman dulu yang dilupakan oleh generasi sekarang. Salah satunya yaitu Apam. Mungkin anda baru mendengarnya kali ini? yap. Memang tidak heran jika anda baru mendengarnya. 

Kue Apam merupakan kue khas Aceh yang merupakan sebagian dari tradisi kuliner kota tersebut. Dimana memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan makanan lainnya yang membuatnya sangat dinikmati. Dalam artikel ini akan dibahas selengkapnya mengenai asal usul dan keunikan kue Apam yang jarang diketahui orang banyak. Sebagai berikut: 

Asal Usul Kue Apam Khas Aceh 

Kue Apam memiliki akar budaya yang berasal dari India, yang telah membawa pengaruh signifikan terhadap kuliner khas Aceh. Meskipun demikian, di Aceh, Kue Apam telah mengalami berbagai penyesuaian agar sesuai dengan cita rasa dan bahan-bahan lokal. 

Kue ini dibuat dari adonan yang mengandung tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air. Setelah adonan siap, ia dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil. Proses memasak yang lambat ini menghasilkan Kue Apam dengan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih, menjadikannya salah satu camilan yang disukai di Aceh.

Keunikan Kue Apam Khas Aceh 

Keunikan Kue Apam terletak pada metode pembuatannya serta variasi rasa yang tersedia. Proses pembuatan Kue Apam melibatkan pencampuran tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air untuk membentuk adonan. 

Adonan ini kemudian dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil, menghasilkan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih. Selain metode pembuatannya, keunikan Kue Apam juga terlihat dari berbagai variasi rasa yang bisa dinikmati. 

Kue Apam dapat disajikan dengan aneka bumbu dan topping, seperti kari ayam atau durian, gula pasir, dan coklat, menawarkan pengalaman kuliner yang beragam dan memuaskan.

Ciri Khas Kue Apam Khas Aceh 

Ciri khas Kue Apam terletak pada rasa dan teksturnya yang istimewa. Kue ini memiliki rasa gurih dan tekstur lembut yang tidak keras. Tekstur lembutnya membuat Kue Apam mudah dihancurkan dan nyaman disantap. Kelezatan rasa gurihnya menjadikan Kue Apam sangat digemari oleh masyarakat.

Demikian pembahasan mengenai asal-usul dan keunikan yang dimiliki oleh Kue Apam khas Aceh. Jangan sampai lewatkan kelezatannya. Anda harus cobain sekarang juga agar tidak menyesal! 

  • 13. Pulot

Aceh menjadi salah satu wilayah Indonesia yang kaya akan keindahan alamnya. Namun, jangan salah! selain keindahan alam, anda juga bisa menemukan makanan khas yang banyak diminati masyarakat. Salah satunya yaitu Pulot

Bagi anda yang penasaran dengan makanan satu ini, simak penjelasan berikut dimana akan memberikan gambaran mengenai asal-usul Pulot dan juga ciri khas yang membedakan dengan makanan Kue Khas Aceh lainnya. Simak penjelasan berikut ini: 

Sejarah Pulot Makanan Khas Aceh 

Pulot adalah makanan tradisional yang berasal dari Aceh, sebuah provinsi di Indonesia yang terkenal dengan budayanya yang unik dan khas, berbeda dari daerah lain di Indonesia. Pulot dibuat dari adonan yang terdiri dari campuran tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air. 

Setelah adonan siap, adonan ini kemudian dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil. Metode memasak ini menghasilkan Pulot dengan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih, membuatnya menjadi makanan yang digemari oleh banyak orang.

Ciri Khas Pulot Makanan Khas Aceh 

Keunikan Pulot terletak pada metode pembuatannya dan berbagai variasi rasa yang bisa dinikmati. Proses pembuatan Pulot melibatkan pencampuran bahan-bahan seperti tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air untuk membuat adonan.

Adonan ini kemudian dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil, menghasilkan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih. Selain metode pembuatannya, keistimewaan Pulot juga terletak pada variasi rasa yang ditawarkan. 

Pulot dapat disajikan dengan berbagai bumbu dan topping, seperti kari ayam atau durian, gula pasir, dan cokelat. Keanekaragaman ini memungkinkan Pulot disajikan untuk memenuhi berbagai selera dan kebutuhan, menjadikannya makanan yang serbaguna dan digemari oleh banyak orang.

Dengan metode pembuatan yang khas dan berbagai variasi rasa yang tersedia, Pulot telah menjadi makanan yang sangat digemari. Di Aceh, Pulot telah diadaptasi menggunakan rasa dan bahan-bahan lokal, sehingga menjadi bagian integral dari tradisi kuliner daerah tersebut. 

Sekian pembahasan mengenai asal-usul dan ciri khas yang harus anda ketahui tentang Pulot. Tentu sebelum memakannya, anda wajib tau hal penting ini agar makannya tambah nikmat dan menambah pengetahuan. Gimana, mau cobain? yuk. 

  • 14. Boh Romrom

Mengunjungi Serambi Aceh, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khas daerah setempat tersebut. Salah satu yang menarik, dan pastinya harus Anda coba, yaitu Boh Romrom. Ini adalah salah satu kudapan favorit bagi warga Aceh, termasuk salah satu menu wajib ketika berbuka puasa tiba.

Fakta unik tentang Boh Romrom

Ada beberapa fakta unik yang perlu Anda ketahui tentang kue khas Aceh yang satu ini, seperti :

  • Termasuk salah satu kudapan yang wajib ada, ketika berbuka puasa tiba.
  • Cocok juga jadi hidangan pada acara hajatan atau ketika bersantai.
  • jika dilihat lintas kudapan yang  satu ini mirip seperti klepon.

Bahan yang harus dipersiapkan

Untuk membuat Boh Romrom ini sendiri tidak sulit. Selain itu, bahannya juga mudah untuk didapat. Adapun bahan yang perlu persiapkan, antara lain :

  • 250  tepung ketan
  • ½ butir kelapa, parut dan kukus bersama garam secukupnya
  • Air untuk merebus
  • Pasta pandan secukupnya
  • Air dingin secukupnya
  • Air panas secukupnya
  • 2 lembar daun pandan

Bahan isian

Bahan isian untuk kue Boh Romrom ini juga mudah untuk Anda dapatkan. Anda hanya perlu mempersiapkan 150  g gula merah, lalu iiris halus.

Cara membuat

Untuk cara membuatnya :

  • Rebus air, dan masukkan daun pandan hingga mendidih.
  • Campur tepung beras ketan dengan air panas. Uleni, sambil sesekali masukkan air dingin ke dalam adonan. Lakukan hingga adonan dapat dibentuk, seperti bola bola kecil. Pastikan adonan tidak terlalu lembek, agar adonan kelak terasa keras dan kenyal.
  • Setelah dirasa kalis dan tidak lengket, campur pasta pandan kedalam adonan  aduk hingga tercampur rata.
  • Bentuk adonan menjadi bulatan bulatan kecil seperti klepon. Beri lubang pada bagian tengah, untuk diberi isian gula merah. Bulatkan kembali, lalu masukkan ke dalam air mendidih yang berisi daun pandan. Ulani proses tersebut, hingga adonan habis.
  • Apabila adonan Boh Romom sudah mengapung, ke permukaan air, itu tandanya, sudah matang. Angkat dan tiriskan adonan tersebut.
  • Gulingkan adonan ke dalam parutan kelapa yang sudah dikukus, hingga adonan tertutup sempurna.

Jika sudah tata Boh Romrom di atas piring, dan sajikan. Sebaiknya tambahkan juga minuman favorit Anda, menemani santap kue yang satu ini! Adapun waktu yang tepat untuk menyantap kue ini, yaitu pada sore hari, atau ketika waktu senggang, pastinya akan sangat nikmat.  

  • 15. Asoe Kaya

Saat berkunjung ke Aceh, Anda wajib coba kue Asoe Kaya. Makanan camilan Aceh ini dikenal juga dengan nama kue Timphan dan cukup legendaris. Berikut adalah bahasan cara membuatnya!

Resep yang akan digunakan berikut dapat hasilkan 15 porsi kue. Berikut penjelasan resep kue khas Aceh ini:

Bahan untuk lapisan luar:

  • 200 gram tepung ketan
  • 2 sendok makan santan kental
  • 1 sendok makan bubuk kapur sirih
  • ¼ sendok teh garam (Masih dapat disesuaikan dengan selera sendiri)
  • 250 gram buah pisang raja yang sudah dikupas dan dihaluskan
  • Daun pisang muda secukupnya untuk bungkus kue
  • Minyak goreng secukupnya untuk olesan

Bahan untuk isian:

  • 2 butir telur
  • 50 milliliter santan kental
  • 100 gram gula
  • 25 gram buah nangka matang yang dipotong halus kecil-kecil
  • ½ sendok teh tepung terigu
  • 1 lembaran daun pandan ukuran sedang
  • 50 gram parutan kelapa
  • ¼ sendok tah vanili

Cara membuat:

  • Langkah pertama mari buat isian Aso Kaya terlebih dahulu. Hal ini dimulai dengan kocok telur bersama gula menggunakan mixer.
  • Setelah gula rata, masukan tepung terigu dan santan dan mixer lagi hingga rata.
  • Berikutnya taruh campuran tadi di atas wajan dengan api kecil sambil diaduk cepat
  • Sambil mengaduk, tambahkan nangka, parutan kelapa, daun pandan dan vanili
  • Aduk terus hingga bahan isi ini mengental mirip selai
  • Sisihkan bahan isi ini agar dingin
  • Berikutnya buat lapisan luar dengan mencampur semua bahan yang sudah disediakan
  • Setelah tercampur rata, oleskan minyak ke daun pisang yang digunakan untuk bungkus
  • Gunakan beberapa sendok campuran adonan lapisan luar dan ratakan di kulit pisang
  • Sendokan isian yang sudah disiapkan tadi di tengahnya hingga terlihat cukup
  • Gulung daun pisang seperti lontong dan ikat
  • Ulangi langkahnya hingga habis semua adonannya
  • Kukus semua kue yang sudah digulung tadi sekitar 10 menit
  • Angkat dan kue sudah siap disajikan.

Sekian bahasan resep kue khas Aceh ini. Mudah-mudahan bahasan ini membuat Anda tertarik coba dan buat sendiri kue Timphan Aso Kaya ini. Selamat mencoba!

  • 16. Ruti Seuop

Ruti Seuop atau yang dikenal juga dengan Roti Seuop adalah makanan sederhana khas Aceh. Secara sederhana, Roti Seuop dapat disamakan dengan puding roti minimalis. Namun, cita rasa yang diberikan jauh lebih gurih dan dapat disajikan dengan aneka topping. 

Walaupun bebas dimodifikasi, ada 5 tips penting yang harus Anda ingat agar tidak gagal membuat resep tradisional kue khas Aceh ini. Mari bahas tipsnya berikut ini!

  • Selalu cicipi campuran ruti seuop sebelum dikukus. Campuran adonan roti seuop wajib dicicipi dulu. Jangan takut cicip walaupun adonan belum matang. Hal ini penting untuk pastikan ukuran gula dan garam yang digunakan sudah sesuai selera.
  • Hindari pake roti mahal. Roti tawar mahal seperti jenis milk bread atau sour dough terkesan lebih enak, tapi tidak cocok sebagai bahan ruti seuop. Cita rasa hidangan khas aceh ini lebih mantap menggunakan roti tawar yang sedikit kering dengan pinggiran cokelat yang tebal.
  • Toping harus sesuai dengan racikan adonan roti seuop. Topping seperti keju, sosis, taburan cincang ayam, buah, cokelat dan selai dapat menjadi pilihan populer hidangan ini. Namun, pastikan anda sesuaikan cita rasa adonan sebelum menggunakan toping tersebut. Adonan yang bertoping manis seperti cokelat dan selai buah, akan lebih cocok ditambah sedikit lebih banyak gula. Sedangkan yang pakai toping keju dan sosis misalnya, lebih baik ditambah sedikit garam.
  • Pastikan pakai mixer untuk hasil optimal. Saat buat adonan, gunakan mixer agar hasil lebih merata. Mencampur adonan secara manual dapat dilakukan, tapi hasilnya terasa kurang mantap. Jika pakai mixer, adonan akan terasa lebih mengembang dan hasilkan tekstur lebih enak saat selesai dikukus.
  • Lebih aman pakai santan instant. Agar cita rasa akhir roti seuop konsisten, lebih baik pakai santan instan saja. Pakai santan perasan sendiri kadang bisa kental, kadang cair dan rasanya bisa berbeda jika kualitas kelapa yang dipakai tidak bagus. Jadi, lebih baik pakai santan instan saja yang rasanya pasti sama.

Sekian bahasan tips untuk buat Ruti Seuop yang lebih spesial dan anti gagal. Mudah-mudahan tips di atas berguna bagi Anda!

  • 17. Serabi

Banyak orang sering bingung dengan hidangan surabi atau serabi di Indonesia. Perbedaan surabi khas Aceh dengan surabi asal Solo dan Bandung menarik dibahas. Berikut adalah perbedaannya!

Surabi asal Aceh dihidangkan dengan guyuran kuah saus khusus. Kue yang disiram juga tidak hanya satu, melainkan banyak kue ukuran kecil. Anda bisa bandingkan hal ini dengan cara makan sereal tapi pakai kue surabi kecil.

Surabi yang digunakan ini ukurannya sebesar sendok makan. Jadi, sekali sendok bisa melahap satu surabi. Keunikan lain dari surabi Aceh adalah teksturnya yang lebih padat. Tekstur ini memastikan surabi tidak hancur walaupun disantap dengan banyak saus kuah.

Kuah yang digunakan pada hidangan ini terbuat dari santan, gula pasir, gula merah, garam, pandan dan mentega. Bisa dibilang mirip kuah kolak tapi dengan sentuhan gurih mentega.

Cita rasa makan kue khas Aceh dengan kuah ini sangat spesial. Anda tidak akan temukan kombinasi kue mirip pancake yang disantap dengan kuah kolak ini selain di Aceh. 

Untuk surabi asal Solo, ciri utamanya adalah bentuk kering dan ukuran besar genggaman tangan. Pada pinggiran surabi Solo terdapat area kering di pinggir. Bentuk ini muncul karena saat menuang adonan, sendok ditempelkan pada pinggir pan memasaknya.

Berbeda dengan serabi Aceh, jenis dari Solo ini disantap hanya dengan toping kering. Biasanya pakai cokelat, selai, keju, potongan pisang, nangka ataupun polos hanya taburan gula pasir.

Untuk surabi asal Bandung, bentuknya mirip dengan jenis dari Solo tapi tanpa pinggiran kering. Surabi ini berukuran besar juga mirip ukuran yang Solo. Walaupun banyak persamaan, cara makan surabi ini berbeda.

Surabi Bandung disajikan dengan saus khusus seperti yang dari Aceh. Bedanya, saus yang digunakan lebih kental dan hanya pakai gula merah, santan kental dan pandan. Saus ini memiliki konsistensi mirip madu kental.

Bisa dibilang surabi asal Bandung disajikan seperti gaya pancake luar negeri. Kue besar yang disiram saus manis, pasti tidak asing jika pernah lihat sarapan ala barat.

Sekian bahasan perbedaan serabi Aceh dengan jenis dari Solo dan Bandung. Mudah-mudahan info di atas menambah wawasan Anda seputar hidangan kue tradisional khas Indonesia!

  • 18. Leupik

Mengunjungi Aceh tidak lengkap rasanya jika tidak merasakan nikmatnya kue khas Aceh. Salah satu kue khas Aceh yang wajib dicoba adalah Leupik. Makanan tradisional ini terbuat dari beras, pisang, dan parutan kelapa. Pisang dikupas lalu dihaluskan kemudian ditambahkan parutan kelapa serta beras yang sudah dicuci bersih. Untuk menambah cita rasa, masyarakat Aceh biasanya menambahkan bumbu penyedap seperti garam dan gula. Perpaduan antara parutan kelapa dan pisang memberikan sensasi rasa gurih pada makanan ini. Semua bahan tadi diaduk hingga merata sebelum dibungkus dengan daun pisang. Ukuran Leupik tidak terlalu besar hanya sekitar 1 hingga 2 sendok makan adonan saja. Sekilas tampilan adonan saat sudah dibungkus mirip dengan otak-otak. 

Setelah semua adonan habis dibungkus daun pisang, adonan tersebut akan dikukus selama beberapa menit hingga matang. Masyarakat Aceh juga menambahkan daun pandan pada kukusan agar aroma Leupik lebih wangi dan menggugah selera. Warna daun pisang yang menjadi pudar menandakan kalau adonan makanan ini sudah matang dan siap disajikan. Leupik bisa dimakan langsung selagi hangat dengan ditambahkan kelapa parut dan ditemani oleh kopi atau teh hangat. Rasanya yang gurih dan legit juga cocok disajikan dengan makanan tradisional Aceh yang berkuah, seperti Kuah Peliek, Masak Mirah, Sie Ruboh, dan lain-lain. Jika dipadukan dengan makanan berkuah tersebut, cita rasa Leupik menjadi mirip dengan lontong namun lebih gurih karena parutan kelapa dan beberapa bumbu tambahan. Karena termasuk makanan tradisional, kuliner khas Aceh ini biasanya disajikan di acara-acara besar, seperti upacara adat, pesta pernikahan, hajatan besar, dan lain-lain.

Biasanya, Leupik masih dimasak secara tradisional menggunakan kayu bakar atau arang untuk menjaga keotentikan rasa dan aroma. Karena sudah tidak terlalu banyak yang memasak makanan ini, Leupik biasanya bisa dijumpai di beberapa warung di Aceh saja. Ada pula beberapa masyarakat Aceh yang masih menerima pesanan pembuatan Leupik hanya untuk acara-acara tertentu saja. Leupik dengan rasa dan bahan yang otentik biasanya hanya bisa ditemukan di desa-desa di Aceh di mana generasi tua masih menjunjung tinggi tradisi, termasuk memasak kuliner tradisional.  

  • 19. Tape Breueh

Momen Idul Fitri belum lengkap tanpa kehadiran kue khas Aceh seperti tape breueh. Seperti jenis kudapan lain di daerah tersebut, tape Aceh ini dulu hanya dijumpai pada hari raya keagamaan. Selain itu, terdapat keunikan yang ditawarkan hidangan tradisional ini dibandingkan yang lain.

Sebenarnya dari segi bahan, tape atau tapai breuh hampir sama dengan jenis tape lainnya di Indonesia. Beras ketan menjadi bahan utama yang difermentasikan untuk menghasilkan cita rasa khas tape. Namun, sebagai pembungkus, masyarakat Aceh tak menggunakan daun pisang, melainkan daun bili atau bemban yang memberikan aroma wangi yang mengundang selera.

Kemudian, sebelum memulai, orang-orang yang terlibat dalam pembuatan tape harus menghindari pantangan-pantangan yang berlaku berdasarkan mitos yang beredar. Apabila ada pelanggaran dan pengolahan terus dilakukan, kualitas tape dipercaya akan menurun. Sampai sekarang, sebagian masyarakat masih menjalankan tradisi tersebut.

Selebihnya, resep dan cara pembuatan tape breueh mudah diikuti, terutama bagi orang-orang yang terbiasa menangani kudapan ini. Di tahap awal, beras ketan (biasanya yang putih) harus dibersihkan sampai air yang dipakai benar-benar bening. Kemudian, rendam beras ketan semalaman.

Keesokan harinya, tape yang dibiarkan semalaman harus dibersihkan lagi memakai air mengalir. Tempatkan dalam wadah baru untuk dikukus sampai matang. Setelah itu, pindahkan ke wadah lain untuk dibilas lagi memakai air bersih. Ketan laku dikukus untuk kali kedua sampai benar-benar matang sebelum masuk ke tahap berikutnya.

Ketan lantas dipindahkan ke wadah dengan ukuran lebih lebar supaya cepat dingin. Kadang masyarakat membantu dengan mengipas-ngipasinya. Sambil menunggu suhu ketan mendingin, ragi akan dihaluskan hingga membentuk serbuk halus. Bahan tersebut lantas ditaburkan secara merata pada permukaan ketan. Hindari penggunaan gula atau pemanis lain yang berisiko membuat ketan masam.

Pada tahap akhir, tape breueh dibungkus menggunakan daun bili sesuai bentuk yang diinginkan (umumnya bulat). Kudapan lantas ditata rapi dalam wadah dan didiamkan dua hari dua malam di tempat yang tak terkena matahari langsung. Setelah itu, tape siap disajikan. 

  • 20. Tape Ubi

Terbuat dari singkong sebagai bahan utama, tape ubi merupakan kue khas Aceh yang menawarkan kenikmatan tersendiri. Kudapan ini merupakan buah tangan yang dibuat masyarakat Gampong Beusa yang tinggal di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. Bahkan jenis tape ini sering dipakai untuk campuran timphan tape.

Keberadaan camilan yang dikenal juga sebagai tape ubi jalar ini semakin mudah dijumpai saat Ramadan berlangsung. Hal ini disebabkan tingginya permintaan konsumen yang ingin menjadikan camilan ini sebagai teman berbuka puasa (takjil). Maka tak heran bila sejumlah pengusaha tape kecipratan untung besar dari pembuatan ribuan tape setiap hari.

Faktor lain yang membuat jens tape ini populer di Gampong Beusa adalah selera masyarakatnya. Mereka lebih menyukai tape yang terbuat dari singkong ketimbang beras ketan. Teksturnya yang lembut dan rasa lebih manis menjadikannya makanan ringan favorit. Tak hanya itu, singkong pun masih dijadikan bahan baku keripik saat permintaan tape tak tinggi di luar bulan puasa.

Dari resepnya, tape ubi hanya memakai tiga bahan: singkong atau ubi jalar, ragi tape, dan daun pisang sebagai pembungkus. Singkong yang telah dipotong-potong dan direbus lantas ditaburi ragi yang dibuat bubuk untuk kemudian disimpan rapat dalam ember selama 3-4 hari. 

Tape yang matang sempurna akan mengeluarkan hawa panas dengan cita rasa manis yang agak asam. Namun, ada kalanya kudapan ini gagal difermentasi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah singkong yang belum mencapai tingkat kematangan yang diharapkan (3/4 matang) saat direbus. Kemudian, singkong belum dalam keadaan dingin saat ditaburi ragi.

Adapun tips yang disarankan agar singkong jadi 3/4 matang adalah tak menyentuhkan dengan tangan. Tujuannya adalah mencegah kontaminasi bakteri yang dapat menurunkan kualitas bahan tersebut. Dianjurkan memakai sarung tangan steril serta garpu atau penjepit tangan saat hendak memindahkannya ke wadah lain.

Menyimpan tape ubi yang telah matang sesuai ekspektasi adalah saran lain yang dapat dilakukan. Jadi, rasa maupun teksturnya terjaga dalam waktu yang lebih lama.

Baca Juga:

Itulah daftar kue khas Aceh yang bisa anda coba ketika berkunjung ke Aceh. Jika anda ingin berkeliling Aceh dan mencari beragam kuliner di Aceh, anda bisa memilih paket tour Aceh ataupun juga bisa rental mobil Aceh bersama kami.

13 Senjata Tradisional Aceh, Peninggalan Budaya Aceh

Senjata tradisional Aceh menjadi salah satu peninggalan budaya Aceh yang pada masa dahulu digunakan untuk keperluan peperangan dan keperluan untuk berburu dan melawan binatang buas, mempertahan diri hingga keperluan sehari-hari. Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki sejarah yang panjang. Baik pada masa kerajaan hingga masa kolonial Belanda dan Jepang.

Untuk anda yang ingin berwisata ke Aceh, anda dapat memilih paket tour Sabang Aceh dengan agenda liburan yang menarik:

Selain peninggalan budaya seperti rumah adat Aceh yang megah, pakaian adat Aceh dengan motif yang cantik, makanan khas Aceh yang penuh cita rasa, tarian tradisional Aceh hingga senjata tradisional Aceh. Aceh memiliki keragaman budaya, tradisi dan adat. Senjata tradisional Aceh menjadi salah satu ciri khas yang memiliki nilai budaya bagi masyarakat Aceh.

Berikut daftar senjata tradisional Aceh yang menarik untuk anda ketahui:

  • 1. Rencong

Rencong merupakan senjata tradisional Aceh yang eksistensinya dinilai sakral dan menjadi bagian dari budaya yang harus tetap dilestarikan. Tak heran apabila masyarakat masih menggunakannya dalam berbagai acara adat setempat, seperti pernikahan adat Aceh.

Keunikan rencong sebagai senjata legendaris terkenal hingga mancanegara. Meski zaman telah berubah, tetapi desain rencong tidak mengalami perubahan.

Lihat Juga:

Ternyata, bentuk tersebut adalah perlambang dari lafadz bismillah. Mulai dari bentuk gagang yang melekuk dan menebal hingga bagian ujungnya, melambangkan huruf-huruf hijaiyah yang membentuk kalimat basmallah.

Identitas dari provinsi paling barat Indonesia ini adalah perwujudan keinginan Sultan Alauddin Riayat Syah. Beliau memiliki keinginan membuat senjata khas yang mencirikan masyarakat Aceh. Hanya saja, keinginan tersebut belum terwujud hingga beliau wafat.

Barulah pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, cita-cita Sultan Alauddin Riayat Syah menjadi kenyataan. Iskandar Muda berhasil membuat rencong, senjata khas yang sarat akan unsur-unsur Aceh dan agama Islam dengan bantuan pandai besi.

Hingga kini, rencong menjadi identitas diri dan memiliki makna simbolik yang menggambarkan keberanian dan ketangguhan orang Aceh. Penggunaannya pun diperbolehkan untuk masyarakat umum.

Terdapat beberapa jenis rencong. Ada Rencong Pudoi, yaitu rencong tidak sempurna yang berwujud pegangan. Kemudian, ada Rencong Meukure yang hadir dengan gambar hewan, akar kayu, dan bunga pada pisau.

Bila menjumpai rencong dengan desain pegangan memiliki pucuk dan terbuat dari emas, inilah yang bernama rencong Meupucok. Jenis terakhir adalah Rencong Meucugek, yaitu Rencong dengan gagang pegangan berbentuk cugek yang melengkung 90°.

Lihat Juga:

  • 2. Peudeung

Peudeung merupakan senjata tradisional Aceh. Dalam bahasa Aceh, Peudeung mempunyai arti pedang. Pedang khas dari Nanggroe Aceh Darussalam ini menjadi senjata ketika akan menyerang lawan.

Apabila rencong berguna untuk menikam lawan, maka peudeung mempunyai fungsi beriringan dengan fungsi rencong yakni menjadi senjata yang dipakai untuk mencincang atau menetak.

Lihat Juga:

Sesuai dengan daerah asal pedang, di Aceh populer dengan sejumlah macam pedang. Antara lainnya seperti peudeung Habsyah berasal dari Negara Abbesinia, Peudeung Poertugis berasal dari Eropa Barat, Peudeung Turki berasal dari raja- raja Turki.

Sementara jika sesuai dengan bentuk atau bilah mata pedang, masyarakat mengenal beberapa nama-nama pedang. Antara lainnya seperti peudeung on teubee sama seperti pedang yang matanya menyerupai daun tebu. Biasanya pedang ini dibuat sedemikian rupa dengan panjang kira-kira 100 cm. Pada umumnya terbuat dari besi, bentuknya sendiri lebih halus serta lebih kecil daripada peudeung on jok.

Peudeung on jok sesuai dengan namanya yang hampir sama dengan danau enau atau daun nira. Mempunyai bentuk lebih kasar serta tebal daripada peudeung on teubee serta mempunyai panjang sedikit lebih pendek dari peudeung on teubee.

Peudeung menjadi salah satu senjata tradisional Aceh yang populer serta banyak jenisnya. Tentunya jenis peudeung dikelompokkan. Contohnya seperti jenis peudeung sesuai dengan bilah atau bentuk matanya. Senjata peudeung sendiri termasuk senjata yang digunakan di masa lalu oleh para pejuang Aceh ketika ada pertempuran.

Lihat Juga:

  • 3. Reuduh

Reuduh merupakan senjata tradisional Aceh yang bentuknya mirip dengan golok modern. Masyarakat Aceh menggunakannya sebagai senjata jarak dekat yang ringan karena memiliki bentuk fisik ramping dan tipis. Apabila diamati lebih dekat dan cermat, gagang pada senjata ini memiliki motif unik.

Motifnya biasanya terdiri dari ukiran-ukiran khas Aceh dengan bentuk estetik. Motif tersebut juga tidak hanya diciptakan sembarangan. Karena, tujuan dari dibuat motif tersebut adalah untuk menambah kenyamanan penggunanya. Keunikan lain dari senjata ini adalah pada gagangnya berbentuk melengkung.

Lihat Juga:

Bentuk ini dirancang untuk mencegah lepasnya senjata saat digunakan dalam pertempuran. Bentuk melengkungnya ini membuat praktis digunakan oleh pemakainya. Senjata tradisional ini menggabungkan antara fungsi dengan keindahan, mencerminkan kekayaan budaya dan warisan perjuangan masyarakat Aceh. Bobotnya ringan sehingga mudah dibawa kemana-mana.

Bentuk senjata tradisional ini memang cukup panjang. Umumnya panjang keseluruhannya bisa mencapai 60-70 cm. Senjata jarak dekat ini seringkali disamakan dengan Peudeung. Keduanya memiliki beberapa hal yang mirip bila dilihat secara sekilas. Keduanya sama sama digunakan untuk pertarungan jarak dekat.

Selain itu, keduanya berfungsi untuk menebas musuh pada jarak dekat. Namun, dari segi ukurannya, keduanya cukup berbeda. Peudeung memiliki ukuran yang lebih panjang. Bagian berbeda lainnya ada di bagian gagangnya.

Peudeung memiliki bentuk seperti pedang dan memiliki cukup banyak jenis berdasarkan asalnya. Kedua senjata tradisional ini cukup populer dan masih ada yang menggunakannya untuk tujuan lain di masa sekarang. 

Lihat Juga:

  • 4. Siwah

Siwah merupakan salah satu senjata tradisional Aceh, mirip secara fisik dengan rencong. Pada umumnya, senjata ini memiliki bentuk ramping dengan ujung yang tajam. Tetapi, perbedaan utamanya dengan rencong adalah terletak pada serta ukurannya yang lebih besar. Selain itu, juga penggunaannya di masa lalu untuk perlindungan diri serta sebagai alat perlawanan terhadap Belanda.

Setiap daerah di Indonesia hampir selalu memiliki senjata tradisional, termasuk di Aceh. Keberadaan senjata ini tidak hanya memiliki nilai historis dan budaya, tetapi juga ciri khas yang berbeda jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Senjata tradisional Aceh umumnya ditandai oleh gagang yang melengkung dan bilah pedang yang sangat tajam.

Lihat Juga:

Pada zamannya, senjata ini digunakan sebagai aksesoris pada pakaian ulee balang dan bangsawan. Pada bagian sarung dan gagangnya, seringkali dilengkapi dengan ornamen berupa emas dan permata. Sedangkan rencong bisa digunakan oleh masyarakat umum.

Penyebab langkanya senjata mirip rencong ini pada masa sekarang adalah adanya ornamen yang menghiasi. Hiasan tersebut mencerminkan kemewahan dengan kehadiran emas, batu permata, serta bahan berharga lainnya. Oleh karena kemewahan tersebut, senjata tradisional ini menjadi barang langka dan memiliki harga sangat tinggi apabila ada yang mencoba menjualnya.

Meskipun secara fisik senjata tradisional ini memiliki kemiripan dengan rencong, perbedaannya terletak pada penggunaan yang terbatas. Yaitu hanya untuk para raja dan keberadaan ornamen mewah yang melengkapinya.

Lihat Juga:

  • 5. Tumbuk Lada

Tumbuk Lada adalah senjata tradisional Aceh Tamiang, sebuah kabupaten di Aceh yang memiliki kekayaan tradisi dan sejarah. Tumbuk lada bukanlah hanya sekadar senjata, namun juga merupakan warisan budaya dan kebanggaan masyarakat Aceh. Keunikan senjata ini ada dalam desain dan juga kegunaannya, juga menjadi simbol keberanian dan kekuatan untuk melindungi dan mempertahankan daerah asalnya.

Tumbuk Lada dalam bahasa Aceh disebut dengan “Ruyung”. Tetapi masyarakat Aceh lebih familiar dengan sebutan Tumbuk Lada karena senjata ini khusus digunakan dalam pertarungan tradisional yang sering terjadi di masa lalu.

Lihat Juga:

Bentuk Tumbuk Lada memiliki kepala yang kecil mirip dengan gada. Ciri khasnya adalah kepala senjatanya terbuat dari campuran bahan yang kuat seperti besi atau baja. Dilapisi logam lainnya untuk memberikan kekuatan ekstra. Bagian kepala biasanya memiliki ukiran artistik yang menggambarkan kekayaan budaya Aceh Tamiang

Tumbuk Lada memiliki kegunaan yang praktis ketika digunakan untuk bertempur. Senjata ini digunakan untuk pertarungan jarak dekat dan sering menjadi pilihan utama para pejuang Aceh ketika menghadapi musuh. Senjata ini memiliki panjang sekitar satu hingga dua meter, sehingga memiliki jangkauan yang cukup untuk menyerang musuh.

Senjata ini juga digunakan dalam berbagai upacara adat dan acara kebudayaan di Aceh Tamiang. Oleh karenanya, Tumbuk Lada tidak hanya menjadi bagian dari sejarah Aceh Tamiang, tetapi juga terus hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, menjaga kelestarian budaya dan memperkuat rasa persatuan dan identitas lokal mereka. Sebagai salah satu simbol kebanggaan dan kekuatan, Tumbuk Lada tetap menjadi warisan berharga yang patut dilestarikan dan dihargai oleh generasi masa kini dan mendatang.

Lihat Juga:

  • 6. Peudueng Tumpang Jingki

Peudueng Tumpang Jingki merupakan salah satu senjata tradisional Aceh. Senjata ini memiliki panjang sekitar 70 cm. Secara sekilas, senjata ini memiliki desain mirip dengan peudeung tumpang beunteung. Hal ini sebagaimana pendapat dari masyarakat Pidie.

Berbicara mengenai desain, senjata ini mempunyai gagang yang unik. Kita bilang unik karena memang bentuk gagangnya seperti halnya mulut yang tengah terbuka.

Karena bentuknya tersebut, gagang senjata ini seakan-akan bisa menahan sandaran benda lainnya yang ada di atasnya. Selain memiliki bentuk unik, gagang ini juga kokoh.

Tak mengherankan karena bahan pembuatannya memang tidak main-main. Untuk membuat gagang senjata ini sendiri membutuhkan tanduk dan besi.

Tanduk digunakan untuk membuat gagang. Kemudian untuk besi digunakan dalam membuat matanya. Hal inilah yang turut jadi kekhasan senjata Peudueng Tumpang Jingki.

Semakin curi perhatian karena senjata ini umumnya memiliki ujung yang tebal dan tajam. Apabila melihatnya secara keseluruhan, maka tampak jelas bahwa senjata ini memiliki bentuk yang besar sekaligus tebal.

Karena desain ini, Peudueng Tumpang Jingki jelas memberikan keuntungan tersendiri bagi pengguna ketika ikut pertarungan. Terlebih lagi saat melawan pedang yang cenderung tipis.

Tak bisa kita pungkiri bahwa Peudueng Tumpang Jingki termasuk salah satu senjata yang menyedot perhatian. Bukan hanya karena desainnya, melainkan juga ketangguhannya. Maka dari itu, pahami pembahasan ini agar bisa mengenalnya secara lebih dekat.

Lihat Juga:

  • 7. Pudoi

Rencong Pudoi merupakan salah satu senjata tradisional Aceh yang namanya begitu populer. Pada dasarnya, rencong ini jadi simbol identitas diri, ketangguhan, sekaligus keberanian suku Aceh.

Untuk senjata ini sebenarnya berupa rencong yang belum sempurna. Ketidaksempurnaan tersebut tampak jelas dari bentuk gagangnya. Namun ketidaksempurnaan inilah yang jadi daya tariknya.

Gagang senjata ini memiliki ukuran yang cenderung pendek. Kemudian untuk desainnya, gagang senjata ini cukup lurus. Karena hal itu, senjata ini seakan-akan belum selesai proses pembuatannya.

Ketika membicarakan mengenai senjata ini, akan terasa lebih lengkap jika mengulas seputar sejarahnya. Senjata tradisional rencong dulunya pernah jadi senjata di Kesultanan Aceh. Tepatnya sejak masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah (Sultan Aceh pertama).

Kala itu rencong sering diselipkan di pinggang. Namun seiring berjalannya waktu, rencong tak hanya digunakan oleh Sultan Aceh, melainkan juga Ulee Balang dan masyarakat.

Perihal bahannya, rencong ini sebenarnya terbuat dari tanduk dan besi. Bahan tanduk digunakan untuk membuat gagang. Sedangkan untuk bahan besi digunakan dalam membuat bilahnya.

Tampilan senjata ini semakin komplit dengan adanya sarung yang melengkapinya. Sarung ini terbuat dari tanduk. Dengan bahan-bahan tersebut, tentu senjata ini semakin kokoh.

Jenis rencong ini termasuk salah satu senjata tradisional yang menarik untuk diketahui maupun dipelajari. Tampak jelas bahwa desainnya unik dan kental dengan sejarah di masa silam.

Lihat Juga:

  • 8. Meupucok

Rencong Meupucok Aceh merupakan salah satu dari sekian banyak jenis senjata tradisional asli warga masyarakat Aceh. Indonesia merupakan negara merdeka yang lama mengalami penjajahan. Saat proses penjajahan berlangsung, pada zaman itu masyarakat melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankan diri. Dari upaya pertahanan diri itulah, tercipta senjata-senjata adat terkenal dan masih difungsikan sampai dengan saat ini. Sebut saja rencong, keris, pedang, atau bambu runcing.

Warga Nanggroe Aceh Darussalam menjadi salah satu daerah di Nusantara yang juga memiliki senjata adat dari leluhur nenek moyang mereka. Fungsi dari senjata adat sendiri adalah untuk mempertahankan tanah mereka dari para penjajah. Hingga kini senjata daerah masih terus dilestarikan untuk mengenang sisi historisnya. Berbagai kepercayaan menuturkan bahwa senjata khas suku Aceh ini memiliki simbol identitas diri, keberanian, serta ketangguhan masyarakatnya.

Salah satu ciri khas yang membuat jenis rencong ini berbeda dari rencong lainnya adalah adanya hiasan emas bermotif tumpal atau yang sering disebut dengan pucok rebung. Pada bagian tampuk gagang terdapat permata untuk menambah sisi magis dan wibawanya. Panjang keseluruhan rencong ini adalah 30 cm dan terbuat dari gading.

Tambahan aksesoris ikatan emas dan bilah terbuat dari besi putih, menambah kegagahan dan kewibawaan pada senjata. Hal ini karena pada zaman tersebut, senjata adat merupakan salah satu kelengkapan pakaian raja-raja atau saat menjalani sebuah ritual tertentu. Sehingga dalam pembuatannya memiliki elemen-elemen khusus yang membuatnya tampak berbeda dari jenis senjata adat yang terdapat di tempat lain.

Lihat Juga:

  • 9. Peudeung Ulee Tapak Guda

Peudeung Ulee Tapak Guda adalah senjata tradisional Aceh. Senjata ini digunakan masyarakat Aceh sejak zaman dulu, jauh sebelum munculnya senjata-senjata modern dan canggih seperti saat ini. Meski begitu, senjata tradisional ini tidak kalah mematikan dari senjata modern.

Ini merupakan salah satu jenis dari peudeung Aceh. Jenis Tapak Guda ini memiliki gagang yang berbentuk seperti tapak kuda. Itulah yang menjadi alasan penamaan senjata satu ini.

Peudeung adalah senjata genggam tradisional yang digunakan pada tangan. Masyarakat Aceh menggunakan peudeung sebagai alat penusuk atau alat tikam pada tangan kiri dan sebagai alat pengalih perhatian musuh serta mencincang dan penetak tubuh lawan jika di tangan kanan.

Ulee Tapak Guda berbeda dengan Tumpang Jeungki. Perbedaan keduanya terlihat di bagian pegangan senjata yang berbentuk tapak kuda dan memiliki motif lebih unik. Tentu saja karena digunakan dengan cara digenggam, senjata ini hanya bisa untuk menyerang dalam jarak dekat. Karena tajam, Ulee Tapak Guda akan menyabet bagian tubuh lawan dan bisa menyebabkan kematian.

Tentu saja senjata ini termasuk budaya Aceh yang harus dilestarikan. Meski Ulee Tapak Guda kini semakin jarang digunakan, tetapi masih banyak yang menyimpannya untuk dilestarikan. Senjata ini menjadi salah satu saksi sejarah peradaban masyarakat Aceh yang wajib dijaga oleh para generasi muda agar tidak hilang dan bahkan bermanfaat untuk kehidupan.

Lihat Juga:

  •  10. Kelewang

Kelewang Aceh merupakan salah satu dari banyaknya senjata tradisional Aceh. Senjata ini jaman dulunya sering digunakan untuk perang. Kelewang merupakan pedang yang mempunyai gaya seperti golok satu sisi yang asalnya dari Suku Melayu. Mengenai ukuran, berat, serta bentuk kelewang merupakan pertengahan antara kampilan dan golok.

Kelewang atau klewang juga termasuk pedang tradisional yang mempunyai mata satu. Pasalnya, pedang ini bisa ditemukan hampir seluruh wilayah kepulauan Melayu yang ada di Indonesia dan juga Malaysia. Umumnya, mempunyai ukuran lebih pendek dari pedang, akan tetapi lebih panjang daripada golok. Terdapat beberapa jenis kelewang sendiri. Antara lainnya seperti kelewang yang berbilah lurus, akan tetapi sebagian besar mempunyai bentuk yang melengkung.

Dulunya kelewang Aceh terbukti efektif dalam pertempuran melawan pasukan Belanda dalam jarak dekat. Bahkan penggunaan klewang sendiri sampai digunakan oleh Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Pasalnya klewang versi militer merupakan pedang yang diperpendek sepenuhnya sesuai dengan desain Eropa. Senjata ini cocok untuk peperangan jarak dekat dan di hutan.

Senjata tradisional daerah Aceh sendiri banyak macamnya, salah satunya klewang ini. Kelewang seringkali digunakan masyarakat Aceh untuk menyerang orang Eropa. Bagian gagangnya terbuat dari kayu, bilahnya dari besi, sarung terbuat dari kayu yang diikat menggunakan lempengan perak. Bahkan tiga diantaranya menggunakan hiasan ukiran motif suluran serta bagian sarung pangkalnya ada tanduk rusa yang diukir. Untuk saat ini bisa dilihat di Museum Aceh.

Lihat Juga:

  • 11. Sikin

Sikin adalah senjata tradisional Aceh berbentuk pedang panjang. Senjata tradisional ini sangat populer di kalangan masyarakat, terutama pada zaman penjajahan Belanda. Kala itu, banyak pengrajin senjata membuat Sikin untuk mempermudah pertempuran sekaligus menghadang serangan lawan.

Sikin sendiri tersebar secara luas sekitar tahun 1873, tepat ketika awal Perang Aceh melawan pasukan kolonial. Namun, pasca ada peraturan pelucutan senjata penduduk di tahun 1879, persebarannya kian terbatas.

Masyarakat pribumi harus sembunyi-sembunyi menggunakannya, karena ketersediaan Sikin juga semakin sedikit. Di beberapa daerah, Sikin memiliki sebutan lain. Misalnya di sebagian wilayah Aceh dan Gayo, disebut sebagai “Luju Naru”. Sementara di Alas senjata ini memiliki nama lain yakni “Andar”.

Dari segi fisik, Sikin memiliki bentuk panjang, tegak, serta bermata pisau satu. Pisaunya runcing dan lurus, sehingga dari pangkal ke ujung posisinya sejajar. Senjata ini umumnya terbuat dari material besi pamor atau baja damaskus yang kuat, tidak mudah patah maupun berkarat.

Sementara bagian gagang (hulu), Sikin memiliki bentuk yang cukup unik, yakni menyerupai huruf Y. Ukuran panjangnya dapat bervariasi tergantung kebutuhan masing-masing orang. Biasanya berkisar antara 15 sampai 25 cm.

Jika kita gabungkan, maka panjang keseluruhan Sikin bisa mencapai 70 cm sampai 79 cm. Senjata ini selalu dilengkapi dengan sarung dan dapat dibawa dalam ikatan sabuk. Hal ini bertujuan untuk menyembunyikannya dari kecurigaan lawan.

Lihat Juga:

  • 12. Amanremu

Amanremu merupakan salah satu senjata tradisional Gayo, Aceh yang memiliki peran penting sebagai alat bantu untuk kegiatan berburu. Senjata ini adalah jenis pedang dengan panjang bilah sekitar 75 cm. Ciri khasnya terletak pada perbedaan ukuran antara ujung dan pangkal bilahnya, di mana ujungnya lebih besar daripada pangkalnya. Gagang pedang ini dirancang dengan ukuran yang relatif kecil.

Sejarahnya, Amanremu tidak hanya digunakan sebagai alat bantu berburu, tetapi juga sebagai senjata pertahanan dan serangan dalam berbagai konflik di masa lalu. Kehadirannya sebagai senjata tradisional mencerminkan peran yang penting dalam kehidupan masyarakat Aceh, baik dalam konteks budaya maupun sejarah.

Selain sebagai senjata, Amanremu juga memiliki nilai simbolis yang kuat dalam budaya Aceh. Senjata ini sering kali dianggap sebagai lambang keberanian, keadilan, dan ketangguhan, mewakili karakteristik masyarakat Aceh yang gigih dan tahan uji dalam menghadapi berbagai tantangan.

Sarung pedang Amanremu juga memiliki desain yang khas dan unik. Terbuat dari kayu, sarung ini mengikuti pola bentuk bilah Amanremu, menambah estetika dan nilai seni dari senjata tradisional ini.

Amanremu lebih dari sekadar senjata tradisional Aceh yang berasal dari suku Gayo. Senjata ini merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang kaya dan berharga. Amanremu tetap menjadi salah satu senjata tradisional yang paling dihormati dan dihargai di wilayah Aceh karena nilai-nilai historis dan budayanya yang kaya.

  • 13. Parang

Parang merupakan salah satu senjata tradisional Aceh yang paling sering digunakan hingga saat ini. Parang juga dipakai sebagai alat tradisional Aceh untuk memotong, untuk meladang dan berkebun segala macam kegunaan lain.

Ada banyak jenis parang yang digunakan oleh masyarakat Aceh. parang terbuat dari besi yang gagangnya terbuat dari kayu.

Parang Ladieng digunakan oleh masyarakat Aceh untuk berburu seperti berburu rusa dan memburu hama babi.

Parang Cot Lamtring umumnya digunakan oleh masyarakat untuk untuk membersihkan rumput di persawahan.

Parang Singrong umumnya digunakan oleh masyarakat Aceh untuk berkebun seperti memotong kayu, membersihkan kebun, membabat rumput dan lain sebagainya.

Lihat Juga:

Itulah daftar senjata tradisional Aceh yang perlu anda ketahui. Selain terkenal karena kegigihan orang Aceh dalam melawan kolonialisasi Belanda menggunakan senjata Rencong, sehingga Aceh juga memiliki julukan sebagai Tanah Rencong.