8 Upacara Adat Aceh, Upacara & Tradisi Budaya Aceh yang unik

Upacara adat Aceh menjadi salah satu tradisi yang terus dijalankan dan dilestarikan oleh masyarakat Aceh. Upacara adat tersebut telah menjadi tradisi Aceh turun-temurun. Aceh merupakan salah satu provinsi yang diwarnai dengan ajaran Islam. Namun pengaruh hindu sebelum datangnya Islam masih berpengaruh pada Budaya Aceh.

Bagi anda yang ingin berlibur ke Aceh dan Pulau Sabang dengan agenda wisata alam, sejarah, religi dan budaya, anda bisa memilih paket tour Sabang Aceh berikut:

Aceh memiliki budaya yang beragam seperti pakaian adat Aceh yang sangat unik, rumah adat Aceh dengan seni yang tinggi, alat musik tradisional yang beragam hingga upacara adat Aceh yang menarik untuk dilihat. Selain itu Tanah Rencong juga memiliki segudang makanan khas Aceh yang memiliki banyak cita rasa dan ragam minuman khas Aceh.

Upacara adat menjadi salah satu ciri khas daerah. Berikut upacara adat Aceh yang patut anda ketahui:

  • 1. Upacara Kenduri Laot

Upacara kenduri laot adalah upacara adat Aceh yang juga memiliki arti kenduri laut. Yang dimaksud dari kenduri laot adalah upacara yang dilakukan oleh nelayan dalam waktu setahun sekali. Kegunaan dari upacara ini agar Allah SWT memberkahi serta memberikan kemudahan rezeki kepada nelayan Aceh berupa tangkapan ikan.

Upacara kenduri laot ini diadakan hampir disetiap daerah pesisir di Aceh. Kenduri laot tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh, karena ini merupakan adat yang telah melekat para nelayan di sana. Bahkan di era globalisasi seperti saat ini, masyarakat Aceh tetap bisa mempertahankan tradisi yang telah ada sejak zaman dulu ini.

Lihat Juga:

Dahulu, dalam pelaksanaan kenduri laot, para nelayan biasanya membuang kepala kerbau beserta tulang-tulangnya yang dibungkus dalam kain putih ke laut. Namun, praktik ini kini sudah tidak dilakukan lagi karena dianggap sebagai perbuatan syirik menurut kesepakatan tokoh ulama dan adat, karena dapat melecehkan ajaran agama Islam, mengingat Aceh merupakan provinsi dengan tingkat kesadaran agama yang tinggi.

Alasan mengapa kerbau dipilih sebagai bagian dari budaya dalam kenduri laot adalah karena binatang tersebut mampu “berkubang” di dalam air, dan warna hitam dipilih karena menjadi syarat dalam pelaksanaan kenduri. Dalam kenduri laot, setidaknya harus ada satu kerbau yang akan disembelih, mengingat hal tersebut sudah menjadi tradisi yang dilakukan oleh para pendahulu.

Lihat Juga:

  • 2. Kenduri Pang Ulee

Kenduri Pang Ulee adalah upacara adat Aceh yang sama dengan Maulid Nabi. Tujuannya pun juga untuk melakukan penghormatan kepada kelahiran Nabi Muhammad SAW. Menurut penanggalan Aceh yang mengikuti penanggalan bulan Hijriyah, bulan pertama yang disebut Rabiul Awal dinamakan sebagai Buleun Maulod atau Bulan Maulid. Kemudian diikuti oleh bulan-bulan berikutnya yaitu Buleun Adoe Maulod dan Buleun Keumun Maulod. Oleh karenanya, tradisi ini dijalankan selama tiga bulan tersebut atau sesuai dengan bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Ula dalam penanggalan Hijriyah.

Kenduri Pang Ulee di Aceh merupakan perayaan yang berlangsung dengan khidmat dan meriah, melibatkan seluruh komunitas dalam persiapan dan pelaksanaannya. Tradisi ini menggambarkan kesatuan dan kebersamaan masyarakat Aceh dalam merayakan momen bersejarah dalam agama Islam.

Lihat Juga:

Pada acara Kenduri Pang Ulee, pemuda-pemuda Aceh bergotong royong untuk mempersiapkan panggung sebagai tempat ceramah maulid pada malam hari. Selain itu, mereka juga menyiapkan hidangan khusus. Yakni seperti daging dan kuah beulangong yang menjadi ciri khas dalam perayaan Kenduri Pang Ulee.

Pada hari perayaan, suasana Kenduri Pang Ulee di Aceh sangat kental dengan nuansa keagamaan dan kebersamaan. Ceramah maulid yang dilaksanakan pada malam hari di panggung yang telah disiapkan menjadi pusat perhatian. Di mana para ulama memberikan pengajaran agama dan kisah-kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Sementara itu, di meunasah atau tempat ibadah setempat, warga berkumpul untuk berdzikir dan bersholawat sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad.

Lihat Juga:

  • 3. Tulak Bala

Tulak Bala adalah upacara adat Aceh yang sudah tak asing lagi. Pada umumnya, Tulak Bala ini berlangsung di hari Rabu terakhir pada bulan Safar atau Hijriah. Ritualnya biasanya terselenggara mulai malam hingga siang hari.

Alasan kenapa melakukan ritual Tulak Bala di bulan Safar tak lain karena kepercayaan suku Aceh setempat mengenai beragam penyakit yang turun kala waktu tersebut. Dengan demikian, ritual ini bertujuan untuk mencegah sekaligus menghindari ancaman penyakit tersebut.

Lihat Juga:

Apalagi suku di Aceh juga meyakini bahwa Safar jadi bulan panas. Ritual ini pun dilakukan dengan membaca doa-doa bersamaan. Dalam penyebutannya sendiri, ritual ini juga terkenal dengan istilah Rabu Abeh.

Ketika mengadakan ritual ini, orang-orang akan berduyun-duyun menuju tepi pantai yang ada di Aceh. Di tempat tersebut, orang-orang duduk sembari makan bersama keluarga. Lebih tepatnya dengan bentuk kenduri.

Makan-makan dalam kenduri ini berasal dari bu kulah yang artinya ialah nasi di dalam bungkusan. Lalu juga ada eungkot punjot dengan arti lauk berupa ikan. Makanan ini sudah dibawa oleh masyarakat setempat dari rumahnya masing-masing. Ada juga yang membawa kue khas Aceh untuk cemilan.

Setelah makan kenduri, ritual berlanjut dengan mandi kembang sekaligus wangi-wangian. Orang-orang bersama keluarganya atau bisa juga kerabat dekat yang melakukannya.

Mandi bersama ini bisa menghilangkan aura negatif. Hingga kini pun masyarakat setempat masih meyakini dan melakukan ritual tersebut untuk terlindung dari malapetaka.

Lihat Juga:

  • 4. Kenduri Blang

Kenduri Blang juga termasuk upacara adat Aceh yang curi perhatian. Mengenai pengertiannya, masyarakat Aceh meyakini bahwa upacara ini adalah ritual memohon doa kepada Allah SWT dengan tujuan tertentu.

Tujuannya untuk mendapatkan keberkahan dan hal-hal positif lainnya. Dengan tujuan tersebut, tidak melaksanakan Kenduri Blang dipercaya bisa mendapatkan hal negatif dan kerugian tersendiri.

Lihat Juga:

Untuk pelaksanaannya, upacara ini memiliki tiga tahapan kegiatan. Tahapan yang pertama yakni persiapan. Di tahapan pertama ini berupa menyiapkan makanan sesuai keperluan selamatan.

Pada umumnya, isinya berupa nasi takir, suwiran ayam ingkung, apem, ketan telur rebus, sayur kluwih, sayur gudhangan, jajanan pasar, kerupuk, hingga kolak.

Lalu untuk tahapan berikutnya ialah pembacaan doa. Biasanya hal tersebut dilakukan oleh orang yang dinilai tua dan tahu atau menguasainya. Selanjutnya memasuki tahapan ketiga yakni penutup.

Terkait pelaksanaan ritual ini, ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Salah satunya yakni menyambung silaturahmi. Ritual ini bisa memperkuat jalinan silaturahmi antar warga. Dengan begitu, sesama warga bisa saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong.

Lebih dari itu, upacara adat ini juga bisa jadi ajang berbagi makanan. Karenanya, ritual ini bisa membantu orang yang membutuhkan. Hal ini jelas bisa meningkatkan kebersamaan.

Dengan nilai-nilai tersebut, Kenduri Blang masih eksis hingga sekarang. Masyarakat setempat percaya bahwa ritual ini mampu memberikan keberkahan.

Lihat Juga:

  • 5. Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan Aceh menjadi salah satu upacara adat Aceh berupa pernikahan adat Aceh yang cukup terkenal. Seperti yang kita tahu jika Indonesia terdiri dari berbagai suku adat dan budaya. Salah satunya prosesi pernikahan di mana setiap daerah memiliki tata cara yang berbeda. Aceh memiliki banyak ragam budaya, mulai dari Arab, Hindia, Eropa, dan Tionghoa.

Karena alasan inilah mengapa saat terjadi pernikahan, ada banyak ritual yang harus dilakukan. Tujuannya untuk unsur kekeluargaan, penghormatan pada Tuhan yang Maha Esa, dan sesama manusia. Ada tiga tahapan yang dilakukan dalam prosesi pernikahan.

Lihat Juga:

Pertama yaitu Jak keumalen, di mana calon mempelai pria mencari informasi yang berkaitan dengan calon mempelai wanita. Zaman dulu tidak ada perkenalan yang cukup lama. Namun setiap wanita sudah ditentukan jodohnya oleh keluarga atau orang tua.

Sedangkan ritual kedua yaitu Jak Meu Lake Jok Theulangke. Di mana calon mempelai pria mengurus keluarganya agar datang ke calon pengantin wanita untuk melamar. Jika calon pengantin wanita menyetujuinya, maka akan dijawab dengan kalimat Insya Allah. Sedangkan jika menolaknya, pihak keluarga mempelai wanita pun akan menjawabnya dengan alasan yang baik.  

Tahapan pernikahan ketiga yaitu Jak Ba Tanda. Pada tahapan ini, mempelai pria akan melamar langsung dan membawa seserahan. Dalam tahapan ini, kedua keluarga membicarakan tentang tanggal yang tepat untuk mereka menikah. Itulah salah satu budaya yang masih kental sebagai upacara adat pernikahan masyarakat Aceh.

Lihat Juga:

  • 6. Peutron Aneuk

Peutron Aneuk merupakan salah satuupacara adat Aceh yang sudah dikenal sejak lama. Merupakan upacara daur hidup masyarakat Aceh terhadap bayi yang baru saja terlahir ke dunia.

Proses upacara adat ini sangat unik. Pertama, bayi di bawa keluar dari rumah. Setelah itu, kaki bayi akan dijejakkan ke tanah untuk pertama kalinya.

Selain dikenal dengan sebutan Peutron Aneuk, upacara adat ini juga memiliki beberapa julukan lain. Seperti Peutron Aneuk U Tanoh, Troen Bak Tanoeh, hingga Peutron Aneuk Mit.

Sebenarnya, upacara adat ini merupakan bagian dari unsur kebudayaan yang mendapatkan pengaruh Hindu. Namun, dalam penyelenggaraannya masyarakat Aceh tetap menyesuaikannya dengan syariat Islam.

Keluarga yang dikaruniai bayi akan menggelar Kenduri Peutron Aneuk. Biasanya, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut.

Tuan rumah akan mengadakan pesta secara mewah maupun sederhana. Selain itu, juga ada pertunjukkan silat dan pemotongan batang pisang.

Silat dan penebangan pohon pisang tidak selalu diadakan dalam prosesi upacara. Kedua rangkaian acara ini hanya dilakukan jika kedua orang tua ataupun sanak keluarga bayi yang bernazar. Umumnya, nazar tersebut diucapkan sebelum bayi lahir.

Saat upacara berlangsung, keluarga dari pihak ayah akan membawa sejumlah alat dan kebutuhan bayi. Contohnya bedak, minyak bayi, dan lain sebagainya. Namun, keperluan bayi tersebut dapat disesuaikan dengan kemampuan dan perubahan zaman. Tak jarang pula pihak keluarga akan memberikan sejumlah uang hingga perhiasan. 

Lihat Juga:

  • 7. Troen U Laot

Troen U Laoet adalah upacara tradisional Aceh tradisi kenduri masyarakat Aceh untuk merayakan musim melaut. Upacara ini juga sering disebut sebagai upacara kendari laut. Tujuan melangsungkan upacara ini adalah untuk mengucapkan rasa syukur kepada sang pencipta sekaligus memohon agar mendapatkan hasil tangkapan laut yang melimpah. Troen U Laoet biasanya dilakukan oleh para nelayan dan mengundang tetangga terdekat untuk ikut hadir memeriahkan.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan beragam tradisi dan kebudayaannya. Masing-masing pulau terdapat ciri khas tersendiri yang menjadikan nusantara kaya tidak hanya berdasarkan sumber daya yang ada. Berbagai tradisi yang sarat akan makna merupakan sebuah ritual nenek moyang yang harus dilestarikan.

Pada saat melakukan prosesi upacara adat Troen U Laoet, biasanya diselingi dengan acara peusijuek. Acara Peusijuek merupakan prosesi adat untuk berbagai kegiatan adat yang berlangsung di Aceh. Mulai dari prosesi memulai usaha, menyelesaikan sebuah persengketaan, hingga banyak hal lainnya.

Proses Peusijuek adalah tradisi tepung tawar yang familiar dalam budaya Melayu. Sehingga yang biasanya melakukan tradisi ini adalah tokoh agama yang dituakan atau tetua adat setempat.

Guna melengkapi upacara Troen U Laoet, Prosesi Peusijuek tidak dapat ditinggalkan. Bagi para wisatawan yang ingin hadir untuk mengikuti khidmatnya upacara adat ini, bisa datang saat musim melaut tiba. Ritual ini merupakan tradisi untuk mendoakan keselamatan dan kesejahteraan bersama sesuai dengan syariat Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Aceh.

Lihat Juga:

  • 8. Manoe Dara baroe

Manoe Dara Baroe adalah salah satu jenis upacara adat Aceh yang biasa dilakukan dalam prosesi pernikahan. Tentunya upacara adat ini memiliki hikmah dan filosofi tersendiri untuk calon pengantin dan masyarakat Aceh.

Adat sendiri memiliki pengertian sebagai sebuah aturan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat di suatu daerah. Masyarakat Aceh masih mempertahankan dan menjunjung tinggi setiap adat atau tradisi yang ada, termasuk upacara adat ini.

Sedangkan, adat pernikahan merupakan sejumlah aturan yang meliputi seluruh proses pelaksanaan dan nilai dalam upacara pernikahan. Setiap tahapan dalam upacara adat ini diatur sedemikian rupa dengan aturan-aturan yang penuh makna.

Dara Baroe merupakan tahapan akhir dalam proses pernikahan. Biasanya, tahap ini dilaksanakan pada hari ketujuh atau beberapa hari setelah acara intat linto (antar pengantin pria). Sebaliknya, Manoe Dara Baroe atau juga disebut Manoe Pucok merupakan prosesi pengantaran mempelai wanita (Dara Baro) ke rumah mempelai pria oleh keluarganya.

Permulaan acara dilakukan dengan menghidangkan berbagai macam kue tradisional khas Aceh dan penukaran sirih dari kedua pihak mempelai. Pengantin wanita akan menggunakan baju adat Aceh lengkap dengan perhiasannya.

Pihak Linto baro (pengantin pria) akan menyambut kehadirannya sambil membawa Bate Ranup (cerana sirih) dan payung. Kemudian, pihak Linto baro mempersilakan rombongan Dara Baro untuk menyantap kenduri yang disediakan bersamaan dengan kedua mempelai dan dilanjutkan dengan prosesi setelahnya.

Selesai dengan seluruh prosesi, Dara Baro wajib menginap di rumah mertuanya selama kurang lebih tiga hari tiga malam. Setelah itu, pihak keluarganya akan menjemput kembali ke gampongnya.

Lihat Juga:

Itulah beberapa upacara adat Aceh yang bisa anda saksikan di Aceh. Adat Aceh tersebut bisa menambah pengetahuan bagi anda yang ingin mengetahui adat dan budaya Aceh.

8 Pakaian Adat Aceh, Baju Tradisional Suku Aceh, Gayo, Alas, Singkil, Kluet, Tamiang & Simeulue

Pakaian adat Aceh merupakan salah satu baju tradisional suku Aceh yang merupakan salah satu suku yang dominan di Aceh. selain baju adat Aceh, terdapat juga beragam pakaian adat Aceh yang berasal dari suku di Aceh seperti pakaian adat Gayo, pakaian adat Alas, pakaian adat Singkil, Pakaian adat Kluet, pakaian adat Simeulue dan masih banyak baju tradisional Aceh lainnya. Nama pakaian adat Aceh yang paling terkenal adalah pakaian adat Ulee Balang dengan beragam aksesoris baik untuk pria maupun wanita.

Baju adat Aceh menunjukkan keistimewaan tersendiri dimana terdapat ciri khas Budaya Aceh dan adat Aceh. pakaian adat Aceh sering dipakai pada upacara adat Aceh seperti peringatan hari besar, perkawinan adat Aceh dan lain sebagainya. Pada pakaian Aceh ini terdapat beragam aksesoris yang dipakai seperti rencong yang merupakan senjata tradisional Aceh, meukeutop, patam dhoe, mekesah dan lain sebagainya.

Aceh terletak di ujung paling barat Indonesia dengan beragam keistimewaan. Selain itu, Aceh juga memiliki segudang wisata alam, budaya, hingga makanan khas Aceh. anda berencana ingin mengekplorasi keindahan Aceh, anda bisa melihat paket tour Aceh Sabang berikut:

Bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh tentang baju adat Aceh, berikut daftar pakaian adat Aceh dan aksesorisnya:

  • 1. Pakaian Ulee Balang

Indonesia terkenal akan keanekaragaman budaya dan adatnya. Hal ini membuat adanya banyak pakaian tradisional dari setiap daerah di Indonesia. Salah satunya adalah pakaian ulee balang dari Aceh. Pakaian ini mendapatkan pengaruh dari Islam dan Melayu sehingga tampilan pakaian adat ini sangat tertutup. Pakaian adat ini sering digunakan dalam acara pernikahan dan tarian tradisional. Ada beberapa hal unik yang bisa dikulik dari pakaian adat ini.

  1. Ada Sejak Zaman Kerajaan

Pakaian Ulee Balang ini dulunya hanya dipakai oleh keluarga kerajaan, yaitu Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini sangat berkuasa di Aceh pada abad 13. Nama pakaian ini merupakan sebutan kepala pemerintah di kerajaan Aceh di tingkat kota dan kabupaten. Pakaian ini sangat kental dengan nuansa kerajaan di zaman dulu. Namun, saat ini pakaian ini bisa dikenakan oleh seluruh masyarakat Aceh dan Indonesia.

Lihat Juga:

  • Bernama Adat Linto Baro Untuk Ulee Balang Pria

Pakaian Ulee Balang terdiri dari pakaian adat pria dan wanita. Pakaian adat Aceh untuk kaum pria disebut Linto Baro. Pakaian adat ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas, tengah, serta bawah. Bagian atas ini merupakan penutup kepala yang berbentuk lonjong disebut meukeutop. Bagian tengahnya biasanya berupa baju tertutup. Bagian bawahnya biasanya disebut sebagai celana sileuweu berwarna hitam dari kain katun tenun.

  • Bernama Adat Daro Baro untuk Ulee Balang Wanita

Setelah Anda mengetahui Ulee Balang untuk pria, saatnya mengulas untuk busana wanitanya. Busana ini disebut Daro Baro. Bentuk pakaian adat ini menyerupai baju kurung atau gamis dengan sentuhan Arab, China, dan Melayu. Model pakaian adat ini tertutup dan longgar. Bahan pakaian ini biasanya terbuat dari benang sutera dengan motif benang emas.

  • Memiliki Filosofi Tersendiri

Pakaian adat Ulee Balang dari Aceh ini ternyata mempunyai filosofi dan makna tersendiri. Anda tak hanya memakai pakaian adat biasa tetapi juga bisa belajar filosofinya. Baju ini memiliki motif tumbuh-tumbuhan untuk dekorasinya yang berarti kebersamaan, kesuburan, dan pertumbuhan. Tak hanya itu, bagian mahkota pakaian adat ini juga berwarna-warni dari warna merah, hijau, kuning, hitam, dan putih. Setiap warna di meukeutop mempunyai filosofi tersendiri.

  • Dilengkapi dengan Aksesoris Agar Telihat Sempurna

Pakaian adat dari Aceh ini bisa dikenakan oleh pria dan wanita. Penampilannya akan terlihat sempurna dengan tambahan aksesoris. Tambahan ini membuat tampilan lebih berwibawa, elegan, dan menawan. Anda bisa menambahkan beberapa aksesoris pelengkap bila memakai pakaian Ulee Balang seperti meukeutop, ija lamgugap yang merupakan songket sutera, rencong, patam dhoe mahkota dengan kaligrafi lafadz Allah, subang yang merupakan anting-anting, dan taloe tokoe bieung meuih yang berupa kalung emas.

Lihat Juga:

  • Meukeutop

Meukeutop merupakan kopiah atau penutup kepala khas Aceh. Penutup kepala ini biasanya dipakai bersamaan dengan pakaian adat Aceh Ulee Balang. Topi ini digunakan dalam berbagai acara resmi dengan pakaian adat. Ada beberapa hal menarik terkait penutup kepala ini. Inilah ulasan menarik tentang kopiah Meukeutop.

  1. Sebagai Aksesoris Pelengkap Ulee Balang

Kopiah meukeutop ini adalah salah satu ikon dari Provinsi Aceh khususnya Kabupaten Aceh Barat. Penutup kepala tradisional ini biasanya digunakan sebagai aksesoris pelengkap pakaian adat bagi kaum pria. Kopiah ini biasanya digunakan saat menghadiri acara adat, upacara, ataupun seremonial lain. Pemakaian kopiah ini sudah seperti hal wajib bagi siapapun yang memakai pakaian adat Aceh agar terlihat menawan.

Lihat Juga:

  • Hanya Satu Jenis Model

Bila Anda melihat kopiah meukeutop ini, pastinya Anda bertanya dalam hati terkait modelnya. Kesannya model kopiah ini sama satu dengan lainnya. Bentuk dasar kopiah ini memang samadan hanya satu jenis saja. Modelnya tak bisa diubah karena sudah sangat paten. Kopiah ini mempunyai warna dasar kuning dan merah. Kainnya dirajut jadi satu sehingga membentuk lingkaran. Pinggiran kopiah ini mempunyai motif anyaman dengan kombinasi warna kuning, merah, hijau, dan hitam.

  • Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial Belanda

Kopiah Meukeutop ini adalah salah satu aksesoris tradisional khas dan ikon dari Aceh. Kopiah ini digunakan sebagai penutup kepala pakaian adat Aceh untuk menghadiri berbagai upacara adat. Kopiah ini ternyata sudah ada sejak lama yaitu sejak zaman kolonial Belanda. Dulunya kopiah ini disebut Tungkop karena berasal dari daerah Tungkop di Kabupaten Pidie. Pada zaman dahulu, kopiah ini hanya digunakan oleh para Sultan, Raja, dan ulama. Kopiah ini mempunyai ciri khas berbentuk lonjong, tinggi, dan berhiaskan lilitan kain sutera. Tak heran jika tampilan kopiah ini sangat mewah dan elegan.

  • Terdapat Tulisan Hijaiyah

Kopiah Meukeutop ini memiliki kombinasi motif dan warna. Motif anyaman dengan kombinasi warna hijau, hitam, kuning, dan merah ini terlihat menarik. Di bagian tengah kopiah ini memiliki lingkaran hijau dan hitam. Bila Anda melihat secara seksama, kopiah ini mempunyai tulisan hijaiyah Lam di bagian lingkaran kepala bawah. Kopiah ini ternyata memiliki 4 bagian dengan filosofinya sendiri.

  • Masuk Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Kopiah Meukeutop ini memiliki berbagai kombinasi warna dengan filosofinya sendiri. Misalnya merah adalah kepahlawanan, hijau agama, hitam mewakili ketegasan, kuning merupakan simbol negara, dan putih berarti suci. Ternyata kopiah ini masuk sebagai daftar Warisan Budaya Tak Benda di tahun 2021 yang berarti kopiah ini sangat ikonik. Bahkan kopiah ini juga dibangun sebagai tugu wisata di daerah Meulaboh, Aceh Barat saking ikoniknya.

Lihat Juga:

  • Sileuweu

Pakaian adat Aceh disebut Ulee Balang. Pakaian ini memiliki beberapa bagian mulai dari bagian atas, tengah, dan bawah. Tak hanya itu saja, pakaian ini biasanya dikenakan oleh kaum pria dan wanita dengan sebutan berbeda. Salah satu bagian pakaian adat Aceh untuk pria adalah celana Sileuweu yang merupakan bagian bawahan untuk pakaian tradisional tersebut. Sebelum Anda memilih celana adat ini, ada beberapa hal yang harus diketahui.

  1. Bawahan Untuk Baju Adat Meukeusah

Pakaian adat Aceh memang bermacam-macam dengan kombinasi warna yang menarik. Ada satu bagian bawah pakaian adat Aceh yang bisa digunakan untuk melengkapi penampilan Anda. Pakaian ini bernama celana Sileuweu yang merupakan bawahan untuk pakaian adat Meukeusah. Celana ini sangat cocok sekali dikombinasikan dengan baju adat tersebut. Celana tersebut memiliki warna dasar hitam dengan bahan katun sehingga tidak membuat gerah.

Lihat Juga:

  • Bentuk Melebar

Celana Sileuweu ini adalah komponen bawahan dari pakaian adat Aceh untuk pria yang disebut Linto Baro. Warnanya hitam ternyata cocok dikombinasikan dengan model yang unik. Bentuk celana ini melebar ke bagian bawah. Tentu saja dengan model melebar membuat penampilan terkesan gagah dan menawan. Celana ini sering kali disebut sebagai celana cekak Musang untuk digunakan kaum pria. Celana ini digunakan untuk menghadiri acara seremonial dan upacara adat di Aceh.

  • Sulaman Emas

Celana Sileuweu ini ternyata mempunyai hiasan sulaman emas  yang menarik di bagian bawah celananya. Sulaman ini membuat tampilan celana adat ini terlihat mewah dan menarik dipadukan dengan atasan adat Aceh yang sangat khas. Celana ini sangat cocok dikombinasikan dengan sarung songket sutera seperti Ija Songket, Ija Lamgugap, ataupun Ija Krong. Ketiga sarung songket itu biasanya diikatkan di bagian pinggang dengan panjang sarung di atas lutut.

  • Simbol Ketegasan

Tak hanya itu saja, ada hal lain yang harus diketahui terkait celana Sileuweu. Celana ini memiliki makna dan filosofi khusus yang membuat para pria bangga memakainya. Celana ini ternyata mempunyai makna ketegasan dan juga sebagai simbol kemakmuran di zaman kerajaan dulu. Celana berbahan dasar katun ini juga menjadi inspirasi celana khas di daerah Melayu. Simbol ketegasan ini akan terlihat lebih nyata bila Anda menambahkan sarung songket yang diikat di pinggang. Celana adat ini sangat ikonik dan dipakai oleh kaum pria di Aceh.

Celana Sileuweu ini bisa dipadukan dengan aksesoris yang tepat agar terlihat menarik. Selain kain songket sutera, maka Anda bisa memadukan dengan rencong. Apa itu rencong? Rencong adalah senjata khas dan tradisional Aceh. Senjata ini bisa diselipkan di bagian belakang celana adat ini untuk melengkapi penampilan kaum pria di acara seremonial.

  • Rencong
Senjata tradisional Aceh

Aceh adalah daerah paling utara dari salah satu pulau terbesar di Indonesia dan dunia yaitu Sumatera. Aceh memiliki beberapa nama panggilan dan salah satunya adalah tanah rencong. Layaknya banyak daerah lain di Indonesia, Aceh juga memiliki senjata khasnya sendiri yang disebut dengan rencong yang kemudian menjadi julukan daerah tersebut.

Bagaimana sejarah rencong sehingga bisa menjadi begitu tidak terpisahkan dengan identitas Aceh?

Simbol Keberanian

Jika keris senjata tajam khas Jawa biasanya disematkan di pinggang bagian belakang, tidak begitu dengan rencong. Ketika keris disimpan dalam konteks untuk disembunyikan, rencong disematkan di pinggang bagian depan, menunjukkan kesan keberanian dan kesiapan bertempur sampai titik darah penghabisan baik pria maupun wanita.

Lihat Juga:

Sejarah rencong sendiri tidak begitu jelas, terdapat cerita rakyat yang dianggap sebagai asal usul rencong. Cerita tersebut tentang bagaimana pada zaman dahulu ada seekor burung yang selalu mengganggu warga Aceh. Sang raja waktu itu pun berdoa kepada Tuhan untuk memberikan petunjuk tentang membuat senjata yang bisa membunuh burung tersebut, dan rencong yang menyerupai tulisan bismillah dalam aksara Arab pun muncul.

Namun untuk sejarah asli rencong terdapat dua versi yaitu rencong dibuat pada abad ke 16 pada masa pemerintahan Sultan Al Kahar yang dekat dengan Khalifah Ottoman Turki dan meminta bantuan untuk melawan orang Portugis. Sedangkan versi kedua adalah rencong dibuat oleh seorang tokoh bernama Pocut Muhammad yang memerintahkan pembuatan rencong karena persediaan baja yang banyak.

Walaupun rencong adalah senjata dan pakaian khas Aceh, namun terdapat tingkatan berbeda tergantung pada siapa yang sedang menggunakan senjata ini. Jika pemegangnya adalah Sultan atau Raja, bilah pisau rencong akan terbuat dari emas dan sarungnya terbuat dari gading. Sedangkan untuk masyarakat biasa, belati akan terbuat dari kuningan dan sarungnya terbuat dari tanduk kerbau.

Jenis-jenis Rencong

Tidak hanya material pisau dan sarung yang berbeda tergantung pemegangnya, rencong juga memiliki berbagai jenis yang berbeda. Yang pertama adalah rencong meucugek di mana pada gagang rencong tersebut terdapat sebuah cugek atau meucugek yang dalam istilah lokal Aceh memiliki arti perekat atau panahan.

Jenis kedua bernama rencong pudoi yang berarti rencong yang masih belum sempurna dan kekurangan dari rencong ini bisa dilihat pada gagangnya. Selanjutny ada rencong meupucok yang pucuk gagangnya terbuat dari emas atau gading. Pangkal gagang juga dihiasi emas bahkan permata.

Jenis rencong selanjutnya adalah rencong hulu puntong dengan belati yang ditempa dengan logam. Kepala rencong juga dibuat dari tanduk kerbau atau kayu. Terakhir adalah rencong meukure yang memiliki hiasan-hiasan yang unik yaitu lipan, ular atau bunga.

Lihat Juga:

  • Cekak Musang

Melayu baik bahasa maupun pakaian adatnya adalah kesamaan paling mencolok dari Malaysia dan Indonesia, terutama Sumatera bagian timur yaitu Riau baik daratan maupun kepulauan. Salah satu yang khas dari budaya Melayu yang bisa dengan mudah ditemukan adalah baju kurung Cekak Musang yang memiliki banyak serba-serbi.

Apa Itu Cekak Musang?

Cekak Musang adalah sebuah pakaian khas Melayu untuk kaum pria yang memiliki bagian kerah cukup tinggi yaitu sekitar 2,5 cm. Baju ini juga memiliki ukuran yang panjang, dan ketika dipakai biasanya dibarengi dengan pesak dan kekek. Pakaian ini juga memiliki tiga buah saku yaitu satu di sisi kiri dada, dan dua di sekitar perut sebelah kiri dan kanan.

Lihat Juga:

Asal-usul Cekak Musang

Pakaian adat ini berasal dari daerah Johor di Malaysia, lebih cepatnya daerah bernama Lingga. Sedangkan sejarahnya, baju kurung ini tergolong masih baru yaitu mulai diperkenalkan sekitar tahun 1930 sampai 1940-an. Ketika melihat desain baju ini, terlihat seperti sebuah pakaian yang mirip dengan gamis laki-laki namun kemudian ukurannya dikurangi sehingga menjadi lebih pendek yaitu setinggi pinggang.

Untuk penggunaannya, baju kurung Cekak Musang ini digunakan pada umumnya ketika acara adat Melayu maupun ketika hari besar Islam seperti Idul Fitri. Pemakaian baju kurung ini biasanya dibarengi dengan celana yang berwarna sama dengan baju atasan, lengkap dengan kain bermotif. Tidak hanya itu, biasanya pemakaian pakaian ini juga dilengkapi dengan songkok hitam.

Beberapa Jenis Cekak Musang

Selain di Riau, Cekak Musang juga populer di Aceh dan sering dianggap sebagai pakaian khas Aceh. Terdapat berbagai jenis pakaian adat Melayu ini yang bisa membuat pemakainya tidak bosan. Jenis pertama adalah Cekak Musang polos yang sangat simpel yaitu hanya baju kurung dan celana dengan warna sama, tanpa kain atau sarung.

Selanjutnya ada baju Cekak Musang dengan pemakaian kain songket yang akan digunakan untuk menutupi bagian atas celana yang digunakan dari pinggang sampai ke area lutut. Perlu diketahui, warna baju kurung atasan dan celana masih sama, hanya kain songket bermotif akan menjadi pemanis yang membuatnya berbeda.

Jenis selanjutnya adalah baju Cekak Musang dengan panjang lengan yang tidak penuh yaitu hanya seperempat saja. Kain songket atau sarung juga digunakan, namun warna celana yang digunakan akan berbeda dengan warna baju atasan.

Itu dia asal-usul pakaian adat Melayu Cekak Musang beserta berbagai jenis berbeda yang bisa digunakan setiap acara adat atau hari raya. Cekak Musang adalah pakaian kombinasi antara adat melayu dan agama Islam yang sangat elegan dan nyaman digunakan dalam waktu lama.

Lihat Juga:

  • Baju Meukesah

Indonesia adalah negara dengan berbagai jenis suku bangsa yang memiliki berbagai hasil budaya yang berbeda mulai dari bahasa sampai pakaian adat, termasuk Aceh atau yang juga biasa disebut Tanah Rencong. Untuk pakaian pria, biasanya baju meukesah akan menjadi bagian atasan. Berikut berbagai elemen dalam pakaian Linto Baro untuk pria Aceh.

Baju Meukesah

Pakaian Linto Baro akan dimulai dengan atasan berupa baju meukesah yang berbentuk seperti blazer atau beskap. Pakaian ini sudah digunakan oleh para pria Aceh untuk acara-acara tertentu sejak zaman kerajaan Perlak maupun Samudra Pasai. Pada umumnya baju meukesah ini akan berwarna hitam dan terbuat dari bahan kapas maupun sutra.

Lihat Juga:

Warna hitam digunakan karena melambangkan kebesaran yang harus dimiliki oleh seorang pria. Pada baju meukesah akan dapat ditemukan sulaman-sulaman benang dengan warna emas yang terdapat pada bagian leher sampai dada kemudian juga ujung lengan. Biasanya motif yang digunakan didasarkan pada bunga atau sulur daun.

Celana Sileuweu dan Kain Sarung

Untuk bagian celana, baju meukesah akan dilengkapi dengan celana sileuweu yang juga berwarna hitam dan dibuat dari bahan katun. Bentuk celana ini melebar ke bawah dan juga dihiasi sulaman berwarna emas. Kemudian, sarung yang dibuat dari songket akan digunakan di bagian depan celana dari pinggang sampai lutut yang akan semakin menunjukkan wibawa pemakainya.

Meukeutop

Elemen selanjutnya dalam pakaian khas Aceh adalah meukeutop yang akan dipakai di kepala penggunanya. Jika dilihat sekilas, meukeutop ini sangat mirip dengan penutup kepala yang digunakan para lelaki pada masa kekaisaran Ottoman di Turki. Hal ini terjadi karena pada zaman dahulu, Aceh dan Ottoman memiliki hubungan yang sangat dekat.

Meukeutop ini dibuat dari kain tenun yang kemudian disulam, biasanya akan berwarna hijau, merah, hitam atau kuning. Pada bagian atas penutup kepala ini, akan terdapat sebuah tampoek yang dibuat dari bahan emas bahkan kadang juga dilengkapi dengan permata.

Rencong

Yang diperlukan selanjutnya untuk melengkapi pakaian adat Aceh ini adalah tentu saja senjata khasnya yaitu rencong. Jika di Jawa keris diposisikan di belakang, di Aceh rencong akan diposisikan di bagian depan sebagai lambang kesiapan para pria Aceh untuk bertempur. Bagian gagang juga akan dirancang supaya muncul keluar untuk semakin menegaskan kesiapan tersebut.

Dimulai dari baju meukeusah, celana sileuweu atau cekak musang, sarung songket, mekeutop sebagai penutup kepala, kemudian rencong dan pakaian adat Aceh pun komplit. Pakaian Linto Baro ini biasanya digunakan oleh para pria untuk acara-acara besar seperti acara pernikahan, sedangkan untuk wanita, nama pakaian adatnya adalah Daro Baro.

Lihat Juga:

  • Baju Dara Baro

Baju Dara Baro adalah salah satu pakaian khas Aceh yang biasanya dipakai oleh perempuan Aceh ketika melangsungkan pernikahan. Pakaian adat yang satu ini terdiri dari baju kurung, penutup kepala, celana, serta berbagai macam aksesoris yang membuat tampilannya semakin cantik. Seperti halnya pakaian khas Aceh lainnya, Dara Baro juga dilengkapi dengan berbagai macam perhiasan supaya perempuan yang menggunakannya terlihat lebih mempesona.

Lihat Juga:

Bagaimana Pakaian Khas Aceh, Baju Dara Baro saat Digunakan?

Baju Dara Baro sendiri mempunyai dominan warna yang cukup beragam, seperti misalnya ungu, merah, hijau, atau kuning. Lalu, apa saja aksesoris yang digunakan bersama dengan pakaian khas Aceh yang satu ini? Yuk simak penjelasan lengkapnya di bawah ini:

1. Baju Kurung

Baju kurung ini adalah atasan yang nantinya akan digunakan oleh perempuan Aceh ketika memakai pakaian khas Aceh yang satu ini. Adapun bahan dasar dari baju kurung ini yaitu hampir mirip dengan baju adat Aceh lain seperti baju Meukeusah, yaitu kain tenun yang terbuat dari bahan sutra dengan sulaman emas yang bermotif indah.

Baju kurung ini adalah perpaduan dari budaya Melayu, China, dan Islam. Kerah pada bagian baju kurung hampir serupa dengan pakaian perempuan dari China. Bentuk dari gaunnya sendiri cukup panjang sampai pinggul, menutup tubuh, dan tidak memperlihatkan bentuk tubuh perempuan. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan budaya Melayu dan juga Islam.

2. Celana Cekak Musang

Celana yang satu ini adalah setelan bawahan dari baju kurung. Biasanya, celana ini dipakai oleh para pria dan juga perempuan Aceh. Mulai dari bentuk ataupun bahannya sama, tapi warnanya cukup beragam, tidak hanya hitam seperti yang digunakan oleh pria.

3. Sarung

Supaya pinggul perempuan lebih tertutup, maka para perempuan Aceh akan menggunakan sarung sebagai lapisan luar dari celana cekak musang. Sarung yang satu ini biasanya terbuat dari kain songket yang diikat dengan ikat pinggang yang berbahan perak ataupun emas (biasanya disebut sebagai Taloe Kiieng Patah Sikureung)

3. Patam Dhoe

Pakaian khas Aceh tentunya akan menyesuaikan dengan nilai-nilai agama Islam. Dengan begitu, semua desainnya juga akan disesuaikan agar tetap menutup aurat perempuan. Hal tersebut tidak terlepas dari penutup kepala yang disebut sebagai Patam Dhoe. Penutup kepala yang satu ini merupakan perhiasan yang berupa mahkota yang didesain supaya bisa menutup kepala perempuan. Sebelum menggunakan aksesoris ini, perempuan Aceh dianjurkan untuk menggunakan jilbab terlebih dulu.

4. Keureusang

Keureusang atau yang biasa disebut bros ini digunakan dengan cara disematkan pada permukaan gaun. Pakaian khas Aceh ini tergolong barang yang mewah karena terbuat dari emas. Umumnya aksesoris ini digunakan bersama dengan baju Dara Baro agar tampilan perempuan Aceh semakin glamor dan mewah.

Itulah penjelasan mengenai pakaian khas Aceh baju Dara Baro dan beberapa aksesoris pelengkapnya. Semoga bermanfaat.

Lihat Juga:

  • Patam Dhoe

Patam Dhoe merupakan salah satu aksesoris pada pakaian khas Aceh yang terbuat dari perak ataupun emas. Bentuk dari perhiasan ini mirip seperti mahkota namun terbagi atas tiga bagian dan dihubungkan menggunakan sistem engsel. Untuk bagian tengah atas terdapat ukiran piligran motif tumbal dan 5 buah permata sailan yang berwarna merah jambu. Kemudian pada bagian kiri dan juga kanan masing-masing terdapat lima pohon dengan daun serta bunga motif hati. Berikutnya, ada ukiran kaligrafi yang dilingkari dengan ukiran motif bola kecil dan juga bunga.

Lihat Juga:

Filosofi Pakaian Khas Aceh: Patam Dhoe

Pada dasarnya, pakaian khas Aceh selalu menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, hampir semua desain yang digunakan pasti menutup perempuan. Hal tersebut tidak terlepas dari penutup kepala seperti Patam Dhoe. Penutup kepala yang satu ini merupakan perhiasan atau aksesoris yang berupa mahkota dan diciptakan untuk menutupi aurat kepala perempuan.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Patam Dhoe ini didesain dengan motif kaligrafi yang bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad SAW. Biasanya masyarakat Aceh menyebut kombinasi lafadz dan juga kaligrafi tersebut dengan sebutan Bungoh Kalimah. Mahkota ini umumnya dipakai sebagai tanda bahwa perempuan tersebut sudah menikah dan suaminya mempunyai tanggung jawab atas istrinya

Selain Patam Dhoe, pakaian khas Aceh perempuan yang juga dilengkapi dengan berbagai macam perhiasan seperti:

1. Perhiasan

Kepala dan juga bagian tubuh perempuan Aceh lainnya juga nantinya akan dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris unik seperti anting, gelang, dan juga kalung. Mulai dari Patam Dhoe yang diletakkan pada dahi, terbuat dari emas 24 karat. Kemudian ditambah lagi dengan Serkonia putih 5 butir, beratnya sendiri mencapai 160 gram. Setelah itu, rasanya tidak lengkap bila pengantin perempuan tidak menggunakan Gleung Goki atau gelang kaki yang terbuat dari tembaga berlapis perak.

2. Keureusang

Keureusang atau bros ini adalah salah satu perhiasan yang panjangnya mencapai 10 centimeter dengan lebar 7,5 centimeter. Perhiasan yang satu ini nantinya akan disematkan pada gaun dan biasanya terbuat dari emas dengan tambahan berlain.

3. Untai Peuniti

Untai Peuniti merupakan salah satu perhiasan unik yang digunakan untuk mempercantik pakaian khas Aceh. Biasanya aksesoris ini terbuat dari emas dengan 3 motif berbeda. Motif dari Untai Peuniti ini dibuat menggunakan ukiran yang ditenun dengan pola pakis atau kuncup bunga. Kemudian, pada bagian tengahnya ada motif boh eungkot atau titik kecil seperti telur ikan. Motif yang satu ini terinspirasi dari rumah khas Aceh, sehingga bentuknya sangat unik dan menarik.

Itulah beberapa penjelasan mengenai aksesoris Patam Dhoe yang ada pada pakaian khas Aceh. Semoga bermanfaat.

Lihat Juga:

  • Piring Dhoe

Piring Dhoe adalah salah satu perhiasan tradisional yang biasanya digunakan untuk menunjang penampilan perempuan Aceh. Perhiasan ini akan digunakan bersama dengan Dara Baro, yakni pakaian khas Aceh untuk perempuan. Seperti yang kita tahu bahwa perhiasan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang wajib dilestarikan. Salah satunya adalah Piring Dhoe yang menjadi warisan nenek moyang yang berhasil mengolah emas ataupun logam sejak masa kebudayaan perunggu.

Deretan Perhiasan Tradisional pada Pakaian Khas Aceh

Perhiasan tradisional yang digunakan oleh pengantin perempuan di pakaian khas Aceh memang cukup beragam. Misalnya saja Piring Dhoe sebagai hiasan kepala yang terbuat dari emas ataupun perak. Bentuknya sendiri seperti mahkota.

Lihat Juga:

Selain Piring Dhoe, berikut ini adalah deretan perhiasan tradisional yang biasanya digunakan untuk menunjang penampilan perempuan saat menggunakan pakaian khas Aceh, diantaranya yaitu:

1. Anting atau Subang Aceh

Subang Aceh ini merupakan perhiasan tradisional yang terbuat dari emas yang berhiaskan permata. Untuk diameternya biasanya mencapai 6 centimeter dan bentuknya mirip seperti bunga matahari yang berkelopak runcing.

2. Kalung

Kalung ini biasanya disebut dengan Taloe Takue Bieng Meuih. Perhiasan yang satu ini terbuat dari emas dan mempunyai enam buah keping yang berbentuk hati. Selain itu, ada juga satu buah keping lagi yang berbentuk seperti kepiting. Kalung yang satu ini umumnya digunakan untuk menunjang penampilan pengantin perempuan saat menggunakan pakaian khas Aceh.

3. Bros

Bros atau yang sering disebut Keureusang ini memiliki bentuk seperti hati yang panjangnya 10 centimeter dengan lebar 7,5 centimeter. Perhiasan tradisional yang satu ini merupakan barang yang cukup mewah karena terbuat dari emas yang berlapis intan dengan jumlah mencapai 102 butir.

Selain itu, ada juga hiasan dengan nama Simplah yang disematkan pada bagian dada dan umumnya terbuat dari emas atau perak sepuh emas. Simplah sendiri terdiri dari 26 buah lempengan kecil yang berbentuk segi enam. Kemudian ada juga lempengan besar dengan bentuk segi delapan.

Setiap lempengan tersebut akan dihiasi oleh serpihan permata yang berwarna merah. Lalu lempengan kecil yang berjumlah 26 tersebut nantinya akan disusun menjadi 4 kelopak bunga yang dirangkai menggunakan rantai emas.

4. Hiasan Kepala

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hiasan kepala yang biasanya digunakan oleh pengantin perempuan adalah Piring Dhoe dan juga Culok Ok. Piring Dhoe sendiri memiliki bentuk seperti mahkota, sedangkan Culok Ok berbentuk seperti tusuk konde yang terdiri dari empat jenis. Mulai dari bungong keupula atau bunga tanjung, lalu ada ulat sangkadu, bintang pecah, dan juga bungong sunteng.

Itulah penjelasan mengenai deretan perhiasan tradisional yang digunakan untuk menunjang penampilan perempuan ketika menggunakan pakaian khas Aceh. Semoga bermanfaat.

Lihat Juga:

  • Subang Aceh

Subang Aceh merupakan salah satu perhiasan khas Aceh yang masih eksis sampai sekarang. Bentuknya begitu unik, menarik, dan sangat indah dipandang. Aceh memang banyak dikenal memiliki berbagai jenis pernak-pernik perhiasan tradisional yang umumnya digunakan pada suatu acara tertentu.

Tiap perhiasan khas Aceh tersebut memiliki ragam keunikannya tersendiri. Mari simak lebih dalam mengenai salah satu perhiasan khas dari Aceh ini supaya dapat memberikan wawasan dan ilmu yang lebih luas khususnya tentang kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia yang sangat luas dan begitu beraneka ragam ini.

Lihat Juga:

Perhiasan Anting-Anting Khas dari Aceh

Subang Aceh adalah perhiasan berupa anting-anting tradisional yang khas dari Aceh dan perhiasan ini berbentuk mirip seperti bunga matahari. Subang sebagai perhiasan anting-anting ini dibuat dari emas dan juga perak. Memiliki ukuran diameter sekitar 6 cm, dan anting ini ujung kelopaknya berbentuk runcing. Adapun letak keunikan perhiasan berupa anting-anting khas Aceh ini ada di bagian atas lempengan yang berbentuk bunga matahari, yaitu disebut dengan “Sigeudo Subang”.

Selain anting ini, ada juga berbagai perhiasan tradisional khas lainnya dari Aceh. Perhiasan tersebut antara lain yaitu Peuniti, Ayeum Gumbak, Keureusang, Culok Ok (Tusuk Konde), Patam Dhoe, dan lain-lain. Kebanyakan perhiasan tradisional tersebut terbuat dari emas. Dari sini bisa memperluas wawasan Anda tentang ragam perhiasan khas indonesia contohnya khas Aceh, dan juga bisa meningkatkan rasa toleransi terhadap keberagaman suku dan budaya di Indonesia.

Sekilas Tentang Perhiasan Tradisional Aceh yang Bernilai Tinggi

Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang sangat kental dengan budayanya. Terdapat sejumlah keragaman budaya dengan berbagai makna mendalam. Aceh memiliki banyak pakaian khas atau baju adat tradisional serta perhiasan-perhiasan tradisional yang sangat bernilai tinggi. Terlihat dari perhiasan seperti anting tadi, yaitu banyaknya perhiasan khas dari Aceh yang terbuat dari emas.

Keanekaragaman perhiasan khas Aceh yang terbuat dari emas tersebut tak terlepas dari faktor kondisi geografisnya. Sekedar informasi, Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sebuah daerah yang letaknya berada di Pulau Sumatera. Pulau ini dikenal sejak dulu sebagai pulau penghasil emas, bahkan sudah sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Kekayaan emas di pulau ini menjadikan banyak pengrajin merasa “termotivasi” untuk bisa menghasilkan berbagai perhiasan bernilai tinggi.

Sejak zaman dahulu kala, para pengrajin perhiasan di sini membuat perhiasan tersebut dengan penuh kehati-hatian dan mengerjakannya dengan sangat rapi, sehingga kualitasnya betul-betul tinggi. Tak sedikit kolektor-kolektor perhiasan di berbagai belahan dunia ingin memburu perhiasan khas Aceh buatan zaman dahulu yang bernilai sangat tinggi tersebut.

Itulah sekilas tentang perhiasan tradisional khas dari Aceh, yaitu Subang Aceh. Semoga artikel ini dapat memotivasi untuk terus saling menghargai keanekaragaman suku bangsa dan juga budaya di Indonesia.

Lihat Juga:

  • Kain Songket Aceh

Kain Songket Aceh adalah suatu kerajinan tangan yang dibuat dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan alat tenun (bukan mesin). Dengan alat tersebut, penenun bisa menggerakkannya menggunakan kaki dan juga tangan. Keberadaan songket Aceh sekarang ini tak terlepas dari peranan masyarakat di Aceh yang sudah mewariskan tradisi menenun secara turun-temurun khususnya pada pembuatan songket Aceh.

Lihat Juga:

Tak hanya memiliki corak dan motif yang cantik, kain songket juga memiliki sejarahnya tersendiri. Simak selengkapnya berikut ini tentang sekilas sejarah dari songket Aceh, dan motif kain songket Aceh.

Sejarah Songket Aceh

Sebenarnya, budaya menenun pada masyarakat Aceh ini memang sudah ada sejak zaman dahulu kala bahkan sejak zaman penjajahan, diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun, salah satu penenun yang sangat berpengaruh pada perkembangan dunia usaha tenun songket Aceh ini adalah Nyak Mu.

Nyak Mu telah menjaga serta mewariskan tradisi penciptaan tenun songket Aceh ini dari nenek dan nenek buyutnya terdahulu ke generasi yang lebih muda, tidak hanya diturunkan kepada anak cucunya saja, tetapi Nyak Mu juga wariskan ke banyak perempuan di Aceh. Dari sejak pertama mendirikan usaha kain tenun songket Aceh pada zaman dulu, Nyak Mu sudah berhasil menjadi guru yang mengajarkan tradisi tersebut kepada banyak sekali perempuan Aceh yang datang dari berbagai daerah di Aceh.

Setelah Nyak Mu, anak dari Nyak Mu lah yang gantian mewariskannya. Nyak Mu ialah sosok yang melegenda yang telah berperan penting memperkenalkan kerajinan tenun songket Aceh ini ke seluruh pelosok di Indonesia. Dulu, karakteristik tenun songket Aceh dilihat dari warnanya, masih didominasi warna daerah yakni didominasi warna kuning, hijau dan merah. Warna warna tersebut memiliki simbol yang dianggap bisa mewakili unsur masyarakat Aceh zaman dahulu.

Namun, seiring berjalannya waktu tren mode terus berkembang. Kini kain songket Aceh sudah banyak hadir dalam berbagai warna yang lebih bervariasi.

Motif Motif Songket Aceh

Anda bisa menemukan kain songket dari Aceh dengan motif yang bervariasi serta harga kain songket Aceh yang bervariasi pula. Motif yang ada pada kain ini tentunya bukan semata-mata untuk hiasan saja, tetapi juga punya makna filosofis yang begitu mendalam. Diantara semua motif songket Aceh, ada salah satu motif yang paling populer yaitu dinamakan motif Bungong.

Ada motif motif lainnya yang juga menarik, antara lain yaitu motif buah, motif bunga, awan, dan lain sebagainya. Salah satu contoh motif buah adalah motif buah delima.

Selain itu, sebenarnya masih ada banyak lagi jenis motif pada kain tenun atau kain songket Aceh yang memiliki makna filosofis. Seiring berkembangnya zaman, telah mulai bermunculan banyak perpaduan warna songket yang indah.

Lihat Juga:

  • 2. Pakaian Adat Gayo

Pakaian Adat Gayo yang dinamakan Kerawang Gayo merupakan suatu pakaian adat tradisional yang berasal dari suku Gayo, Aceh. Pakaian ini dikenakan pada saat suatu acara tertentu yang tentunya tidak sembarangan. Pada saat mengenakan pakaian Kerawang Gayo, biasanya juga ditambah dengan penggunaan aksesoris atau perhiasannya. Perlu diketahui, bahwa pakaian ini ada beberapa macamnya, simak pembahasan tentang pakaian Kerawang Gayo berikut ini.

Jenis dan Ciri Khas Busana Adat Gayo

Pada dasarnya, pakaian adat Gayo Aceh ini merupakan pakaian adat pengantin. Dulunya banyak sekali digunakan oleh para masyarakat suku Aceh Gayo dan hingga sekarang ini masih ada dan masih bertahan.

Pakaian adat suku Gayo di Aceh terbagi jadi dua jenis, yaitu Aman Mayok dan Ineun Mayok. Pakaian Aman Mayok khusus digunakan untuk para laki-laki Aceh Gayo, sedangkan Ineun Mayok secara khusus dibuat untuk para perempuan Aceh Gayo.

Pakaian untuk pengantin laki-laki yaitu Aman Mayok memiliki aksen Bulang Pengkah yang mana itu fungsinya adalah sebagai tempat menancapnya sunting. Pakaiannya disertai dengan berbagai perlengkapan yaitu seperti ponok (semacam keris), genit rante, sejumlah gelang di lengan, cincin, dan lain-lain.

Sementara itu, jenis pakaian yang khusus untuk mempelai wanita (Ineun Mayok) didesain secara Islami mengingat kuatnya pengaruh agama Islam di dalam budaya Aceh. Setelan baju yang khusus wanita ini terdiri dari atasan yaitu baju, bawahan yaitu celana, lalu ada sarung pawak, serta ikat pinggang khusus. Pada wanita juga bisa ditambahkan perhiasan ataupun aksesori.

Ciri khas pakaian adat Gayo adalah pada warna termasuk warna kain latarnya, serta pada bentuk motifnya. Adapun warna warna yang biasanya digunakan untuk jadi warna motif hias baju Kerawang Gayo adalah warna hitam, merah, kuning, atau putih. Lalu motif motif yang ada pada baju ini ada banyak, beberapa diantaranya yaitu ada motif Bunge kipes, Puter tali, Sesirung, Tulenni Iken, Gegaping, Bunge panah, Mun berangkat, Ulen, Mata itik, Pucuk rebung, dan lain-lain.

Penggunaan Busana Adat Gayo

Mengingat ini adalah pakaian adat pengantin, maka pemakaiannya adalah pada saat melangsungkan acara pernikahan adat Gayo (Kerje Mungerje) yang mana nantinya pakaian ini akan dikenakan oleh kedua pengantinnya. Selain itu, pakaian Adat Gayo juga biasanya dikenakan pada acara tarian adat, upacara menyambut tamu, hingga upacara Petaweren atau tepung tawar, yaitu semacam upacara tradisional.

Pakaian adat Gayo yang bernama Kerawang Gayo tak hanya bisa memikat dengan keindahannya secara visual, tetapi juga bisa memikat hati dengan berbagai makna filosofis mendalam yang ada pada tiap motif dan juga warnanya tersebut. Itu dia jenis, ciri khas serta penggunaan baju adat Gayo yang perlu anda ketahui.

  • 3. Pakaian Adat Singkil

Provinsi Aceh memiliki keanekaragaman budaya di berbagai daerahnya, salah satunya yaitu pakaian adat Singkil khas dari Aceh Singkil. Suku Singkil turut serta dalam meramaikan kebudayaan di Aceh yaitu melalui benda seni yang berupa pakaian/busana adat yang sangat memukau tersebut.

Selain busana adat Singkil, daerah Aceh Singkil juga memiliki berbagai sesuatu yang “khas” lainnya yang tentunya sayang sekali jika dilewatkan ketika Anda berlibur ke Aceh Singkil, yaitu oleh-olehnya. Anda mungkin penasaran tentang baju adat Singkil serta beragam oleh-oleh khas Aceh Singkil, berikut ini pembahasannya.

Busana Adat Singkil

Pakaian adat Singkil dari Aceh Singkil merupakan pakaian yang umumnya dipakai pada saat berlangsungnya acara tertentu. Misalnya yaitu pada saat acara pesta pernikahan, serta kerap dipakai di acara penting pemerintahan di sana. Siapa pun, baik perempuan maupun laki-laki bisa tampil dengan elegan dan menawan ketika mengenakan baju ini pada suatu acara resmi tersebut.

Baju adat Singkil yang untuk perempuan biasanya sangat khas. Helai bajunya memiliki warna merah yang cenderung terang, serta tidak berkerah. Lalu, pada bagian depannya terdapat hiasan berwarna keemasan yang menjuntai. Selain warna merah, ada juga yang bajunya berwarna hitam.

Sedangkan busana adat Singkil yang untuk laki-laki juga disertai dengan berbagai hiasan-hiasannya, namun hiasannya tersebut tidak terlalu ramai. Itulah sekilas tentang pakaian adat Singkil.

Beberapa Oleh-Oleh Khas Aceh Singkil

Jangan salah, di Aceh Singkil terdapat beragam buah tangan yang unik-unik, lho. Ketika berkunjung ke sini, sebaiknya Anda tak melewatkan untuk membeli oleh-oleh khas dari Aceh Singkil. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi oleh-oleh yang khas dari Aceh Singkil.

Rekomendasi oleh-oleh yang pertama yaitu Lokan Krispi. Biasanya lokan atau kerang laut diolah jadi beragam sajian yang lezat, dimasak dengan cara dijadikan sate atau dipanggang. Tetapi, kini berbagai pelaku UMKM punya cara baru supaya Lokan bisa dibawa pulang oleh para wisatawan, contohnya yaitu dijadikan Lokan Krispi yang tersedia dalam versi kering dan bisa tahan lama.

Selain Lokan Krispi, ada juga Kerupuk Awu-Awu, sejenis camilan yang berbahan dasar ikan Awu-Awu. Ikan tersebut sering kali diolah jadi kerupuk yang aroma dan rasa lautnya sangat khas. Kemudian rekomendasi lainnya yaitu Kerupuk Sagu. Masyarakat Aceh Singkil memang sangat kreatif terutama dalam mengolah sagu menjadi camilan yang krispi dan gurih.

Masih ada oleh-oleh unik lainnya berupa makanan ringan khas dari Aceh Singkil yaitu seperti mayang papan, kue sangko, gulo gulo runyit, kipang pulut, keripik ubi, dan lain-lain.

Demikianlah beberapa rekomendasi oleh-oleh dari Aceh Singkil, serta tentang pakaian adat Singkil yang perlu Anda ketahui. Pasti menyenangkan sekali berbelanja oleh-oleh setelah selesai menikmati liburan di Aceh Singkil bersama keluarga.

  • 4. Pakaian Adat Aneuk Jamee

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki berbagai suku yang menghuni kawasan ini salah satunya adalah suku Aneuk Jamee. Suku ini memiliki pakaian adat Aneuk Jamee yang berbeda dengan suku di daerah Aceh lainnya.

Perbedaan ini karena adanya percampuran budaya dalam latar belakang suku Aneuk Jamee sendiri. Memberikan kesan unik pada pakaian adatnya dengan pengaruh daerah luar Aceh.

Tentang Suku Aneuk Jamee

Seperti yang disebutkan sebelumnya keunikan pada pakaian adat Aneuk Jamee berasal dari percampuran budaya dari luar Aceh. Karena menurut catatan sejarah, Suku Aneuk Jamee merupakan suku pendatang yang berasal dari Minangkabau.

Tepatnya, berasal dari Pariaman, Rao, Pasaman, dan Lubuk Sikaping. Migrasi ini didorong oleh pecahnya Perang Padri di daerah Minangkabau yang terjadi pada tahun 1836. Kata Aneuk Jamee sendiri memiliki arti ‘orang tamu’ dalam Bahasa Aceh.

Hal ini menegaskan bahwa Aneuk Jamee merupakan suku yang berasal dari luar Aceh. Namun, seiring dengan berjalannya waktu telah menyatu menjadi bagian dari budaya Aceh.

Ulee Balang Sebagai Pakaian Adat Aneuk Jamee di Aceh

Nama pakaian adat yang digunakan oleh suku ini adalah Ulee Balang. Kata Ulee Balang sendiri ternyata merupakan adaptasi dari kata dalam Bahasa Melayu yaitu Hulubalang. Memiliki arti masyarakat yang berasal dari golongan bangsawan.

Pakaian adat Ulee Balang ini terdapat dua macam yaitu Linto Baro, yang merupakan pakaian adat untuk pria. Kemudian, Daro Baro yang merupakan pakaian adat untuk perempuan. Berikut adalah penjelasan selengkapnya:

1. Linto Baro

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Linto Baro adalah pakaian adat yang digunakan oleh laki-laki. Linto Baro biasanya dilengkapi dengan Baje Meukasah atau jas, kemudian dipadukan dengan Ija Lamgugap atau sarung songket pria yang digunakan di pinggang.

Pada Baje Meukasah biasanya diberikan sulaman khusus yang memperlihatkan status penggunanya. Baje Meukasah wajib menggunakan latar hitam, kemudian sulamannya menggunakan warna-warna cerah seperti emas, kuning, dan berbagai warna lainnya.

2. Daro Baro

Pada Daro Baro atau pakaian adat yang digunakan oleh perempuan. Pakaian adat ini akan dilengkapi dengan berbagai perhiasaan. Mulai dari kalung, gelang, anting-anting sampai dengan Patam Dhoe atau mahkota.

Selain itu, baju kurung songket yang digunakan oleh pihak perempuan pasti akan dilengkapi dengan motif yang terang dan mencolok. Kemudian, dilengkapi dengan boh dokma yang digunakan di bagian leher.

Pakain adat Ulee Balang ini sebenarnya bukan pakaian khusus suku Aneuk Jamee saja. Pakaian adat ini juga digunakan oleh suku Tamiang dan suku Aceh. Terutama, pada penyelenggaraan acara-acara penting seperti pernikahan.

Namun, pada pakaian adat Aneuk Jamee sendiri terdapat motif-motif dan warna-warna khas. hasil dari perpaduan budaya Minangkabau dan Aceh. Membuktikan kesatuan budaya yang kaya di Indonesia.

  • 5. Pakaian Adat Alas

Suku Alas merupakan salah satu suku yang menghuni daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku ini memiliki banyak bagian budaya yang menjadi kebanggaannya, salah satunya adalah pakaian adat Alas yaitu Mesikhat.

Karena banyaknya suku yang ada di kawasan Aceh, tidak heran jika setiap suku memiliki budaya dengan ciri khas sendiri. Begitu pula dengan suku Alas, di mana pakaian adatnya ini menjadi kebanggaan karena hanya suku Alas yang menggunakan pakaian adat ini.

Mengenal Mesikhat

Mesikhat adalah pakaian yang sudah banyak dikenal bahkan di luar suku Alas. Pakaian adat ini bisa dibilang terdapat dua jenis, yaitu Mesikhat yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan pakaian adat Mesikhat yang digunakan untuk acara penting.

Penerapan Mesikhat tidak hanya terbatas pada pakaian saja. Namun juga, pada peralatan rumah tangga seperti payung, baju gamis, dan sudah menyatu dengan masyarakat modern. Namun, Tradisi menggunakan Mesikhat untuk hari-hari penting masih dipertahankan.

Terutama, seperti pada acara-acara resmi khitanan, pernikahan, semua akan menggunakan mesikhat tanpa terkecuali. Mesikhat sangat khas dengan latar kain yang gelap dan warna-warna yang terang seperti kuning, hijau, putih, merah, dan sebagainya.

Warna-Warna Penting Pada Pakaian Mesikhat

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pakaian adat Alas ini sering kali menggunakan warna-warna terang pada motif pakaiannya. Ternyata warna-warna tersebut tidak dipilih secara sembarangan atau asal cerah saja.

Ada makna-makna penting dalam pemilihan warna yang akan digunakan pada mesikhat. Berikut adalah warna-warna penting yang sering kali digunakan pada pakaian adat ini berikut dengan maknanya:

1. Kuning Untuk Kejayaan

Warna kuning merupakan warna yang umum digunakan pada pakaian adat Mesikhat terutama digunakan untuk laki-laki. Karena pada adat Suku Alas, warna ini memiliki makna kejayaan dan doa harta yang melimpah.

2. Hijau Untuk Kesuburan

Mewakili alam, warna hijau juga sering kali digunakan dalam motif pakaian adat Mesikhat. Hijau melambangkan kesuburan alam di bumi. Selain itu, sebagai harapan kesuburan pada keluarga baik dalam arti keturunan maupun kekayaan.

3. Putih Untuk Kesucian

Warna putih dalam adat Alas melambangkan kesucian, motif dan warna ini banyak digunakan untuk pakaian anak muda. Terutama, anak perempuan maupun laki-laki yang belum menikah.

4. Merah Untuk Keberanian

Warna merah sering kali ditemukan pada mesikhat yang digunakan oleh para laki-laki. Termasuk yang belum menikah, karena warna ini melambangkan kemudaan dan keberanian yang ada pada para pemuda. Namun, pemakaian warnanya sebenarnya lebih bebas untuk siapapun.

Pakain adat Alas yaitu Mesikhat ternyata tidak hanya sekedar pakaian adat. Pada pakaian ini terdapat makna yang dalam dan harapan Suku Alas yang menggunakannya. Melihat pakaian ini yang bisa bertahan pada zaman modern menunjukkan kebanggaan suku ini.

  • 6. Pakaian Adat Kluet

Kluet merupakan salah satu daerah yang ada di Kabupaten Selatan. Daerah ini ditinggali oleh suku yang bernama Suku Kluet. Suku ini memiliki pakaian adat Kluet yang bisa dibilang merupakan bukti dari adanya persatuan di daerah Aceh.

Karena Kluet atau Senuan Keluwet ini, secara historis tidak hanya dibentuk oleh kebudayaan yang ada di dalam daerah Aceh saja. Melainkan, perpaduan dari banyak suku di daerah Aceh mulai dari yang merupakan suku asli sampai dengan pendatang.

Tentang Senewen Keluwet

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pakaian adat Kluet ini merupakan pakaian adat hasil dari persatuan budaya yang ada di daerah Kluet. Motif dari pakaian adat ini sebenarnya terinspirasi dari tanaman kluet.

Motif yang diadaptasi dari bentuk tanaman ini sudah dari dulu digunakan sebagai hiasan di kegiatan sehari-hari masyarakat. Terutama memang pada pakaian, baik untuk sehari-hari maupun untuk acara khusus dan pesta.

Namun, motif ini juga diadaptasi pada berbagai benda lainnya. Seperti motif rumah, perabotan, dan sebagainya. Pada zaman modern ini, motif kluet memiliki penggunaan yang lebih luas.

Tidak hanya terbatas pada pakaian saja. Namun juga, pada aksesoris, dompet, payung, cinderamata, dan berbagai produk lainnya.

Keistimewaan dari Pakaian Adat Kluet

Pakaian Adat Kluet sepertinya mendapatkan perhatian besar dari pemerintahan daerah dalam proses pelestariannya. Selain itu, pakaian adat ini juga memiliki nilai budaya yang kuat. Berikut adalah keistimewaan dari pakaian adat satu ini:

1. Gabungan Budaya dari Tiga Suku

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pakaian adat ini merupakan bukti persatuan yang ada di Aceh. Karena secara historis, pembentukan motif ini melibatkan banyak suku yang ada di daerah Aceh.

Utamanya adalah daerah Aceh sendiri, Kluet, dan suku Aneuk Jamee. Karena Kluet dan Aneuk Jamee sendiri bisa dikatakan sebagai suku pendatang. Namun, dapat mencampurkan budayanya menjadi yang baru.

2. Memiliki Ragam yang Sangat Banyak

Ternyata ragam kluet tidak hanya satu namun sangat banyak. Bahkan, setiap kecamatan yang ada di Kluet Raya bisa dibilang memiliki motif sendiri yang khas. Masing-masing kecamatan memiliki motif yang terinspirasi dari alam.

Mulai dari bulung dalama, buah palo, buah nipah, cekalo, dan berbagai motif yang terinspirasi dari alam.

3. Sudah Disepakati Sebagai Warisan Budaya

Pemerintah daerah Kluet Raya sudah meresmikan motif kluet ini sebagai motif warisan budaya. Dalam pelestariannya, motif ini sudah mulai banyak digunakan. Tidak hanya untuk pakaian sehari-hari dan pesta saja.

Sekarang berbagai cinderamata dan produk yang dihasilkan oleh daerah Kluet Raya. Pasti ada yang menggunakan motif Kluet.

Pakaian adat Kluet membuktikan, walaupun ada banyak perbedaan. Namun, bisa dijadikan satu dan berpadu menjadi hasil budaya yang indah.

  • 7. Pakaian Adat Tamiang

Mengenal Aneka Macam Pakaian Adat Tamiang, Aceh yang Menawan

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa pakaian adat Tamiang, Aceh merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang begitu memikat. Dimana, pakaian ini hadir dengan memadupadankan warna, motif sampai dengan perhiasan sehingga terlihat begitu menawan. Tidak hanya itu saja, warisan budaya satu ini juga menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Untuk Anda yang mungkin penasaran mengenai apa saja macam – macam pakaian adat Tamiang, maka bisa menyimak informasi selengkapnya berikut ini. 

Aneka macam pakaian adat Tamiang, Aceh

Sebagai informasi, Aceh umumnya memiliki berbagai macam pakaian adat yang masing – masing memiliki keunikan dan makna filosofis tersendiri. Bahkan, ada beberapa pakaian di antaranya yang turut menyesuaikan dengan zaman / unsur lainnya demi mewakili masing – masing suku di wilayah Aceh. Berbagai macam pakaian adat khas Tamiang, Aceh yang terlihat menawan dan bisa menjadi inspirasi, di antaranya yakni sebagai berikut. 

  1. Linta Baro – Daro Baro

Bisa dikatakan, bahwa pakaian adat ini sangat populer lantana biasa dipakai oleh orang – orang yang berasal dari suku Aceh, Tamiang dan Aneuk Jamee. Pada linta baro, biasanya dikenakan secara khusus untuk para kaum laki – laki, sementara daro baru dikenakan untuk kaum perempuan. Keduanya, diketahui merupakan pakaian khas yang dikenakan ketika acara pengantin maupun bisa juga tanpa berpasangan ketika perayaan hari adat tertentu.

  • Baju Anam – Ineun Mayak 

Jika digambarkan secara detail, pakaian adat satu ini terbilang sangat eksotis dan menawan dikenakan oleh para pemakainya. Bahkan bisa dikatakan, bahwa Ineun Mayak merupakan salah satu peninggalan suku Gayo, yang mana terkenal dengan biji kopinya yang terbaik. Adapun mengenai busananya sendiri, baju anam biasanya diperuntukkan untuk kaum laki – laki, sementara untuk ineun mayak dikenakan oleh perempuan. Bahan dasar dari busana adat satu ini, yaitu terbuat dari bahan tenun dan disesuaikan dengan kebiasaan nenek moyang zaman dulu.  

  • Pakaian Mesikhat dengan Motif Alas

Terkait mengenai pakaian Mesikhat sendiri, diketahui merupakan pakaian asli adat suku Alas yang biasanya digunakan sehari – hari oleh masyarakat, maupun ketika melaksanakan acara resmi. Baik itu ketika acara khitanan ataupun ketika acara pernikahan, serta bisa digunakan oleh semua keluarga besar tanpa terkecuali. Disebut dengan Mesikhat, dikarenakan merupakan sebutan motif – motif ukiran yang ada di Aceh Tenggah dan memiliki makna tersendiri sebagai kehidupan, khususnya bagi masyarakat Alas. 

  • Pakaian Motif Kluet

Terakhir, ada yang namanya pakaian motif Kluet yang dapat ditemukan pada pakaian adat Aceh, yaitu berupa senuwan keluwat (sejenis tanaman kluet-red). Diketahui, motif ini telah dimodifikasi dari tanaman ini dan sudah sejak zaman dulu digunakan sebagai hiasan pada pakaian masyarakat Kluet. Adapun dalam penggunaannya sendiri, pakaian ini sering digunakan untuk sehari – hari maupun untuk pakaian pesta upacara adat. Dan seiring dengan berjalannya waktu, pihak pemerintah setempat turut meresmikan Senuwan Keluwat sebagai motif khas Kluet. 

Demikianlah tadi informasi penting yang bisa Anda ketahui dan pahami mengenai aneka macam pakaian adat Tamiang yang begitu menawan, dan menjadi salah satu warisan budaya Nusantara. 

  • 8. Pakaian Adat Mesikhat

Pakaian Adat Mesikhat, Kebanggan Suku Alas Di Aceh Tenggara

Pakaian adat Mesikhat merupakan salah satu jenis Pakaian Khas Aceh yang menjadi kebanggaan bagi Suku Alas di Kabupaten Aceh Tenggara. Pakaian adat ini biasanya dikenakan pada acara besar seperti resepsi pernikahan dan prosesi khitanan. Pakaian tradisional Mesikhat bahkan sering kali digunakan untuk menyambut tamu penting pada acara tertentu. Tujuannya untuk terus melestarikan tradisi masyarakat Suku Alas. Mengingat, Kabupaten Aceh Tenggara dikenal sebagai wilayah yang sangat kental akan adat dan budayanya. 

Kata Mesikhat diambil dari kata Teshikat yang berarti mengaplikasikan motif hias tanpa pembuatan sketsa terlebih dahulu. Dengan kata lain, motif yang telah dirancang di dalam pikiran langsung diterapkan secara spontan pada kain atau pakaian. Namun, pemilihan motif tersebut tetap harus mengandung pesan sosial, moral serta spiritual. 

Ditemukan pada sekitar tahun 1910, Mesikhat pada awalnya diaplikasikan pada rumah adat. Kemudian, motif ini mulai diterapkan pada baju adat Aceh dan beberapa aksesoris atau souvenir lainnya. Sebut saja dompet, topi, selempang hingga payung. Meski demikian, motif Meshikat pada pakaian adat Alas dinilai menampilkan keindahan budaya yang tidak tertandingi. 

Karena menggambarkan tentang kehidupan masyarakat Suku Alas, motif pakaian Mesikhat mengedepankan unsur estetika tanpa menghilangkan nilai budaya yang ada di dalamnya. Mulai dari garis, bentuk, serta warna yang penuh makna.

Pakaian adat Mesikhat memiliki warna dasar hitam dengan sulaman atau ukiran motif Alas berwarna merah, hijau, putih dan kuning. Kelima warna tersebut mempunyai arti tersendiri untuk Masyarakat Alas. Warna hitam melambangkan kepemimpinan atau kekuatan, warna merah melambangkan keberanian, warna hijau melambangkan kesuburan alam, warna putih melambangkan kesucian dan warna kuning melambangkan kemegahan atau kejayaan. 

Untuk acara resepsi pernikahan, Mesikhat digunakan oleh mempelai pria maupun wanita dengan beberapa perbedaan yang cukup menonjol. Mempelai wanita mengenakan pakaian adat Mesikhat dengan bunga sumbu berwarna merah, hijau dan kuning yang mempercantik bagian kepala. Sedangkan untuk bagian bawahannya menggunakan kain songket berwarna hitam. 

Sementara Mesikhat pada mempelai pria dilengkapi dengan Bulang Bulu warna merah yang diikatkan di kepala. Pemakaian Bulang Bulu ini bersifat khusus sehingga tidak sembarangan orang bisa menggunakannya. Selain itu, pengantin pria semakin gagah dengan bogok atau kain selempang yang dikalungkan ke leher. Mesikhat tidak hanya bisa digunakan oleh pengantin saja, melainkan keluarga besar dari kedua mempelai. 

Adanya motif yang indah dan unik membuat pakaian adat Mesikhat sangat diminati oleh wisatawan. Baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan dari luar kota yang datang berkunjung ke Aceh. Permintaan pakaian tradisional ini bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terbukti dari semakin banyaknya pengrajin pakaian Mesikhat yang ada di lokasi pemasaran baju adat di Aceh Tenggara. 

Baca Juga:

Itulah macam-macam pakaian adat Aceh yang khas dan menarik untuk diketahui untuk mengenal budaya dan adat Aceh. Anda bisa melihat beragam kebudayaan Aceh di museum negeri Aceh. bagi anda yang mengambil paket tour Aceh, anda pasti akan dibawa berkunjung ke museum tersebut. Bagi anda yang hanya ingin berkunjung ke beberapa tempat di banda Aceh, anda bisa sewa mobil Aceh untuk memudahkan anda.