Rujak Sabang: Keunikan dan Nikmatnya Rujak Khas Sabang, Pulau Weh

Rujak Sabang merupakan salah satu kuliner lezat dari Aceh yang memiliki ciri khas dari komposisi dan bumbunya. Makanan khas Sabang ini begitu menggiurkan untuk dicicipi ketika berkunjung ke Sabang. Sebab, rujak asli Aceh ini mempunyai perbedaan dari cara meracik dan bahan-bahannya.

Rujak Kilometer Nol Sabang

Kelezatan Cita Rasa Rujak Sabang Asli Aceh

Rujak juga terkenal dengan sebutan salad buah asli Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki sajian rujak dengan ciri khasnya masing-masing. Di Pulau Sabang, Aceh sendiri mempunyai varian rujak yang begitu fenomenal. Berikut ini unik dan lezatnya rujak legendaris dari Aceh tersebut.

Rujak Bumbu Rumbia Adalah yang Paling Terkenal

Saat ini rujak khas Aceh memiliki banyak sekali varian. Beberapa variasi rujak sudah mengalami banyak inovasi. Baik dari komposisi maupun cara penyajiannya. Salah satu yang paling terkenal dari varian rujak Aceh adalah Rujak Bumbu Rumbia. Lokasinya berada tidak jauh dari Tugu Kilometer Nol Sabang di Aceh. Rujak Bumbu Rumbia ini punya ciri khas yang membedakannya dari jenis rujak lain.

Rujak Pulau Klah Sabang

Khususnya dari bumbu, Rujak Sabang ini menggunakan rumbia atau salak Aceh sebagai pelengkapnya. Berbeda dari rujak lain yang memakai buah pisang batu di bumbunya. Penggunaan bumbu-bumbu alami ini tidak hanya menciptakan cita rasa yang unik. Tetapi juga menambah aroma yang menggugah selera saat hidangan disajikan.

Ingin mengunjungi Tugu Kilometer Nol Indonesia di Sabang, anda bisa mewujudkan keinginan anda dengan paket tour Sabang Aceh berikut:

Selain itu, anda juga bisa menjelajah Aceh dengan berbagai destinasi wisata di Aceh dan Sabang berikut:

Rasa Pedas Manis yang Nagih

Bumbu rujak dengan menggunakan Rumbia memang menghasilkan rasa kelat atau sepat. Namun bumbu tersebut dipadukan dengan gula aren asli dari Aceh. Sehingga akan menghasilkan rasa pedas manis yang dapat membuat pelanggan ketagihan. Pembuatan bumbu rujak ini pun juga langsung di depan pembeli. Sehingga racikan bumbu rujak benar-benar fresh. Membuatnya begitu segar ketika dimakan.

Lihat Juga:

Aroma Rujak yang Khas dan Menggiurkan

Rujak KM Nol Sabang

Rujak Sabang ini memiliki aroma segar yang cukup tajam. Hal ini berkat campuran berbagai macam komposisi bumbu dan buah di dalamnya. Itulah sebabnya, Rujak Bumbu Rumbai di Titik Nol Kilometer Aceh selalu penuh dengan antrian pembeli.

Lihat Juga:

Tekstur Unik yang Memberikan Sensasi Nikmat

Rujak Kilometer Nol Indonesia

Rujak khas dari Aceh ini tidak hanya menghadirkan beragam cita rasa, tetapi juga memiliki tekstur yang unik. Mulai dari kenyal dan segarnya buah-buahan, renyahnya kacang tanah goreng, hingga lembutnya saus rujak. Kombinasi tekstur ini membuat setiap gigitan terasa lebih menarik dan memuaskan. Sehingga mencicipi rujak khas Aceh ini menjadi lebih nikmat dan berkesan.

Lihat Juga:

Perpaduan Komposisi Buah yang Lengkap dan Beragam

Seperti rujak pada umumnya, Rujak Aceh memiliki komposisi buah yang cukup lengkap. Rujak Sabang dikenal karena penggunaan berbagai buah-buahan tropis yang segar dan bervariasi. Beberapa diantaranya seperti mangga, kweni, nanas, bengkoang, an berbagai buah-buahan segar lainnya.

Masing-masing buah tersebut mampu memberikan cita rasa yang bervariasi. Buah-buahan untuk pembuatan Rujak Bumbu Rumbia ini biasanya didapatkan dari Kota Medan. Sehingga bahan-bahan tersebut cenderung masih segar.

Lihat Juga:

Kandungan Gizi yang Baik dari Buah-buahan Tropis

Buah-buahan tropis yang ada di dalam rujak khas Aceh kaya akan nutrisi penting seperti vitamin, serat, dan antioksidan. Mangga mengandung vitamin C dan A, nanas kaya akan bromelain dan vitamin C Kemudian jambu biji mengandung vitamin C dan serat, sementara jeruk memberikan vitamin C dan flavonoid. Dengan mengonsumsi rujak Aceh ini, selain menikmati rasanya segar, juga mendapatkan manfaat kesehatan yang baik bagi tubuh.

Sajian Kuliner yang Memberikan Kesejukan dan Kesegaran

Rujak dari Aceh sering tersaji dalam keadaan dingin atau dengan es batu. Sehingga memberikan sensasi kesejukan dan kesegaran saat disantap, terutama pada cuaca yang panas. Kesejukan ini menambah kenikmatan dan kesegaran berkat berbagai komposisi buah dan bumbunya. Es batu juga dapat mengawetkan tekstur buah-buahan. Sehingga dapat membuat kondisi buah tetap segar.

Sentuhan Tradisional di Pembuatan Rujak Aceh

Mengonsumsi rujak Aceh ini bukan hanya tentang memuaskan selera. Tetapi juga merasakan kehangatan dan keaslian tradisionalnya. Proses pembuatan rujak dilakukan dengan cara manual, serta penggunaan bahan-bahan alami yang masih dijaga keasliannya. Sehingga memberikan rasa segar, nikmat, dan kental akan cita rasa bumbu khas Aceh.

Lihat Juga:

Lezat untuk Dijadikan Sebagai Hidangan Penutup

Rujak Sabang ini juga fleksibel sebagai makanan camilan maupun hidangan penutup. Di daerah asalnya, rujak ini kerap kali menjadi sajian di berbagai acara adat. Selain itu juga menjadi jajanan paling populer. Tentunya berkat rasanya yang menyegarkan dan nikmat. Terutama ketika disantap saat musim panas.

Meskipun demikian, permintaan dan minat pembeli tidak terbatas hanya di musim tersebut. Terbukti dengan lapak Rujak Bumbu Rumbai di Nol Kilometer Aceh yang selalu buka setiap hari.

Lihat Juga Makanan Khas Lain di Sabang:

Tersedia Secara Kemasan

Mengikuti perkembangan yang semua serba instan, sekarang banyak beredar Rujak Aceh dengan packaging yang lebih modern. Kemasan ini memungkinkan rujak dapat bertahan dalam waktu yang relatif lebih lama, meskipun tanpa bahan pengawet. Dengan inovasi ini, memungkinkan pembeli bisa memesannya secara online. Sehingga pembeli dari luar Aceh pun dapat menikmati segar dan uniknya rujak yang fenomenal tersebut.

Lihat Juga:

Demikianlah deretan kenikmatan dan keunikan dari cita rasa Rujak Sabang yang begitu terkenal. Tidak hanya aromanya saja yang menggoda, namun rasanya mampu menghipnotis lidah pembeli. Membuatnya sangat populer di Aceh dan seluruh Indonesia. Menjadikannya salah satu kuliner yang wajib dicoba ketika berkunjung ke Aceh.

8 Upacara Adat Aceh, Upacara & Tradisi Budaya Aceh yang unik

Upacara adat Aceh menjadi salah satu tradisi yang terus dijalankan dan dilestarikan oleh masyarakat Aceh. Upacara adat tersebut telah menjadi tradisi Aceh turun-temurun. Aceh merupakan salah satu provinsi yang diwarnai dengan ajaran Islam. Namun pengaruh hindu sebelum datangnya Islam masih berpengaruh pada Budaya Aceh.

Bagi anda yang ingin berlibur ke Aceh dan Pulau Sabang dengan agenda wisata alam, sejarah, religi dan budaya, anda bisa memilih paket tour Sabang Aceh berikut:

Aceh memiliki budaya yang beragam seperti pakaian adat Aceh yang sangat unik, rumah adat Aceh dengan seni yang tinggi, alat musik tradisional yang beragam hingga upacara adat Aceh yang menarik untuk dilihat. Selain itu Tanah Rencong juga memiliki segudang makanan khas Aceh yang memiliki banyak cita rasa dan ragam minuman khas Aceh.

Upacara adat menjadi salah satu ciri khas daerah. Berikut upacara adat Aceh yang patut anda ketahui:

  • 1. Upacara Kenduri Laot

Upacara kenduri laot adalah upacara adat Aceh yang juga memiliki arti kenduri laut. Yang dimaksud dari kenduri laot adalah upacara yang dilakukan oleh nelayan dalam waktu setahun sekali. Kegunaan dari upacara ini agar Allah SWT memberkahi serta memberikan kemudahan rezeki kepada nelayan Aceh berupa tangkapan ikan.

Upacara kenduri laot ini diadakan hampir disetiap daerah pesisir di Aceh. Kenduri laot tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh, karena ini merupakan adat yang telah melekat para nelayan di sana. Bahkan di era globalisasi seperti saat ini, masyarakat Aceh tetap bisa mempertahankan tradisi yang telah ada sejak zaman dulu ini.

Lihat Juga:

Dahulu, dalam pelaksanaan kenduri laot, para nelayan biasanya membuang kepala kerbau beserta tulang-tulangnya yang dibungkus dalam kain putih ke laut. Namun, praktik ini kini sudah tidak dilakukan lagi karena dianggap sebagai perbuatan syirik menurut kesepakatan tokoh ulama dan adat, karena dapat melecehkan ajaran agama Islam, mengingat Aceh merupakan provinsi dengan tingkat kesadaran agama yang tinggi.

Alasan mengapa kerbau dipilih sebagai bagian dari budaya dalam kenduri laot adalah karena binatang tersebut mampu “berkubang” di dalam air, dan warna hitam dipilih karena menjadi syarat dalam pelaksanaan kenduri. Dalam kenduri laot, setidaknya harus ada satu kerbau yang akan disembelih, mengingat hal tersebut sudah menjadi tradisi yang dilakukan oleh para pendahulu.

Lihat Juga:

  • 2. Kenduri Pang Ulee

Kenduri Pang Ulee adalah upacara adat Aceh yang sama dengan Maulid Nabi. Tujuannya pun juga untuk melakukan penghormatan kepada kelahiran Nabi Muhammad SAW. Menurut penanggalan Aceh yang mengikuti penanggalan bulan Hijriyah, bulan pertama yang disebut Rabiul Awal dinamakan sebagai Buleun Maulod atau Bulan Maulid. Kemudian diikuti oleh bulan-bulan berikutnya yaitu Buleun Adoe Maulod dan Buleun Keumun Maulod. Oleh karenanya, tradisi ini dijalankan selama tiga bulan tersebut atau sesuai dengan bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Ula dalam penanggalan Hijriyah.

Kenduri Pang Ulee di Aceh merupakan perayaan yang berlangsung dengan khidmat dan meriah, melibatkan seluruh komunitas dalam persiapan dan pelaksanaannya. Tradisi ini menggambarkan kesatuan dan kebersamaan masyarakat Aceh dalam merayakan momen bersejarah dalam agama Islam.

Lihat Juga:

Pada acara Kenduri Pang Ulee, pemuda-pemuda Aceh bergotong royong untuk mempersiapkan panggung sebagai tempat ceramah maulid pada malam hari. Selain itu, mereka juga menyiapkan hidangan khusus. Yakni seperti daging dan kuah beulangong yang menjadi ciri khas dalam perayaan Kenduri Pang Ulee.

Pada hari perayaan, suasana Kenduri Pang Ulee di Aceh sangat kental dengan nuansa keagamaan dan kebersamaan. Ceramah maulid yang dilaksanakan pada malam hari di panggung yang telah disiapkan menjadi pusat perhatian. Di mana para ulama memberikan pengajaran agama dan kisah-kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Sementara itu, di meunasah atau tempat ibadah setempat, warga berkumpul untuk berdzikir dan bersholawat sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad.

Lihat Juga:

  • 3. Tulak Bala

Tulak Bala adalah upacara adat Aceh yang sudah tak asing lagi. Pada umumnya, Tulak Bala ini berlangsung di hari Rabu terakhir pada bulan Safar atau Hijriah. Ritualnya biasanya terselenggara mulai malam hingga siang hari.

Alasan kenapa melakukan ritual Tulak Bala di bulan Safar tak lain karena kepercayaan suku Aceh setempat mengenai beragam penyakit yang turun kala waktu tersebut. Dengan demikian, ritual ini bertujuan untuk mencegah sekaligus menghindari ancaman penyakit tersebut.

Lihat Juga:

Apalagi suku di Aceh juga meyakini bahwa Safar jadi bulan panas. Ritual ini pun dilakukan dengan membaca doa-doa bersamaan. Dalam penyebutannya sendiri, ritual ini juga terkenal dengan istilah Rabu Abeh.

Ketika mengadakan ritual ini, orang-orang akan berduyun-duyun menuju tepi pantai yang ada di Aceh. Di tempat tersebut, orang-orang duduk sembari makan bersama keluarga. Lebih tepatnya dengan bentuk kenduri.

Makan-makan dalam kenduri ini berasal dari bu kulah yang artinya ialah nasi di dalam bungkusan. Lalu juga ada eungkot punjot dengan arti lauk berupa ikan. Makanan ini sudah dibawa oleh masyarakat setempat dari rumahnya masing-masing. Ada juga yang membawa kue khas Aceh untuk cemilan.

Setelah makan kenduri, ritual berlanjut dengan mandi kembang sekaligus wangi-wangian. Orang-orang bersama keluarganya atau bisa juga kerabat dekat yang melakukannya.

Mandi bersama ini bisa menghilangkan aura negatif. Hingga kini pun masyarakat setempat masih meyakini dan melakukan ritual tersebut untuk terlindung dari malapetaka.

Lihat Juga:

  • 4. Kenduri Blang

Kenduri Blang juga termasuk upacara adat Aceh yang curi perhatian. Mengenai pengertiannya, masyarakat Aceh meyakini bahwa upacara ini adalah ritual memohon doa kepada Allah SWT dengan tujuan tertentu.

Tujuannya untuk mendapatkan keberkahan dan hal-hal positif lainnya. Dengan tujuan tersebut, tidak melaksanakan Kenduri Blang dipercaya bisa mendapatkan hal negatif dan kerugian tersendiri.

Lihat Juga:

Untuk pelaksanaannya, upacara ini memiliki tiga tahapan kegiatan. Tahapan yang pertama yakni persiapan. Di tahapan pertama ini berupa menyiapkan makanan sesuai keperluan selamatan.

Pada umumnya, isinya berupa nasi takir, suwiran ayam ingkung, apem, ketan telur rebus, sayur kluwih, sayur gudhangan, jajanan pasar, kerupuk, hingga kolak.

Lalu untuk tahapan berikutnya ialah pembacaan doa. Biasanya hal tersebut dilakukan oleh orang yang dinilai tua dan tahu atau menguasainya. Selanjutnya memasuki tahapan ketiga yakni penutup.

Terkait pelaksanaan ritual ini, ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Salah satunya yakni menyambung silaturahmi. Ritual ini bisa memperkuat jalinan silaturahmi antar warga. Dengan begitu, sesama warga bisa saling menghargai, menghormati, dan tolong menolong.

Lebih dari itu, upacara adat ini juga bisa jadi ajang berbagi makanan. Karenanya, ritual ini bisa membantu orang yang membutuhkan. Hal ini jelas bisa meningkatkan kebersamaan.

Dengan nilai-nilai tersebut, Kenduri Blang masih eksis hingga sekarang. Masyarakat setempat percaya bahwa ritual ini mampu memberikan keberkahan.

Lihat Juga:

  • 5. Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan Aceh menjadi salah satu upacara adat Aceh berupa pernikahan adat Aceh yang cukup terkenal. Seperti yang kita tahu jika Indonesia terdiri dari berbagai suku adat dan budaya. Salah satunya prosesi pernikahan di mana setiap daerah memiliki tata cara yang berbeda. Aceh memiliki banyak ragam budaya, mulai dari Arab, Hindia, Eropa, dan Tionghoa.

Karena alasan inilah mengapa saat terjadi pernikahan, ada banyak ritual yang harus dilakukan. Tujuannya untuk unsur kekeluargaan, penghormatan pada Tuhan yang Maha Esa, dan sesama manusia. Ada tiga tahapan yang dilakukan dalam prosesi pernikahan.

Lihat Juga:

Pertama yaitu Jak keumalen, di mana calon mempelai pria mencari informasi yang berkaitan dengan calon mempelai wanita. Zaman dulu tidak ada perkenalan yang cukup lama. Namun setiap wanita sudah ditentukan jodohnya oleh keluarga atau orang tua.

Sedangkan ritual kedua yaitu Jak Meu Lake Jok Theulangke. Di mana calon mempelai pria mengurus keluarganya agar datang ke calon pengantin wanita untuk melamar. Jika calon pengantin wanita menyetujuinya, maka akan dijawab dengan kalimat Insya Allah. Sedangkan jika menolaknya, pihak keluarga mempelai wanita pun akan menjawabnya dengan alasan yang baik.  

Tahapan pernikahan ketiga yaitu Jak Ba Tanda. Pada tahapan ini, mempelai pria akan melamar langsung dan membawa seserahan. Dalam tahapan ini, kedua keluarga membicarakan tentang tanggal yang tepat untuk mereka menikah. Itulah salah satu budaya yang masih kental sebagai upacara adat pernikahan masyarakat Aceh.

Lihat Juga:

  • 6. Peutron Aneuk

Peutron Aneuk merupakan salah satuupacara adat Aceh yang sudah dikenal sejak lama. Merupakan upacara daur hidup masyarakat Aceh terhadap bayi yang baru saja terlahir ke dunia.

Proses upacara adat ini sangat unik. Pertama, bayi di bawa keluar dari rumah. Setelah itu, kaki bayi akan dijejakkan ke tanah untuk pertama kalinya.

Selain dikenal dengan sebutan Peutron Aneuk, upacara adat ini juga memiliki beberapa julukan lain. Seperti Peutron Aneuk U Tanoh, Troen Bak Tanoeh, hingga Peutron Aneuk Mit.

Sebenarnya, upacara adat ini merupakan bagian dari unsur kebudayaan yang mendapatkan pengaruh Hindu. Namun, dalam penyelenggaraannya masyarakat Aceh tetap menyesuaikannya dengan syariat Islam.

Keluarga yang dikaruniai bayi akan menggelar Kenduri Peutron Aneuk. Biasanya, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga tersebut.

Tuan rumah akan mengadakan pesta secara mewah maupun sederhana. Selain itu, juga ada pertunjukkan silat dan pemotongan batang pisang.

Silat dan penebangan pohon pisang tidak selalu diadakan dalam prosesi upacara. Kedua rangkaian acara ini hanya dilakukan jika kedua orang tua ataupun sanak keluarga bayi yang bernazar. Umumnya, nazar tersebut diucapkan sebelum bayi lahir.

Saat upacara berlangsung, keluarga dari pihak ayah akan membawa sejumlah alat dan kebutuhan bayi. Contohnya bedak, minyak bayi, dan lain sebagainya. Namun, keperluan bayi tersebut dapat disesuaikan dengan kemampuan dan perubahan zaman. Tak jarang pula pihak keluarga akan memberikan sejumlah uang hingga perhiasan. 

Lihat Juga:

  • 7. Troen U Laot

Troen U Laoet adalah upacara tradisional Aceh tradisi kenduri masyarakat Aceh untuk merayakan musim melaut. Upacara ini juga sering disebut sebagai upacara kendari laut. Tujuan melangsungkan upacara ini adalah untuk mengucapkan rasa syukur kepada sang pencipta sekaligus memohon agar mendapatkan hasil tangkapan laut yang melimpah. Troen U Laoet biasanya dilakukan oleh para nelayan dan mengundang tetangga terdekat untuk ikut hadir memeriahkan.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan beragam tradisi dan kebudayaannya. Masing-masing pulau terdapat ciri khas tersendiri yang menjadikan nusantara kaya tidak hanya berdasarkan sumber daya yang ada. Berbagai tradisi yang sarat akan makna merupakan sebuah ritual nenek moyang yang harus dilestarikan.

Pada saat melakukan prosesi upacara adat Troen U Laoet, biasanya diselingi dengan acara peusijuek. Acara Peusijuek merupakan prosesi adat untuk berbagai kegiatan adat yang berlangsung di Aceh. Mulai dari prosesi memulai usaha, menyelesaikan sebuah persengketaan, hingga banyak hal lainnya.

Proses Peusijuek adalah tradisi tepung tawar yang familiar dalam budaya Melayu. Sehingga yang biasanya melakukan tradisi ini adalah tokoh agama yang dituakan atau tetua adat setempat.

Guna melengkapi upacara Troen U Laoet, Prosesi Peusijuek tidak dapat ditinggalkan. Bagi para wisatawan yang ingin hadir untuk mengikuti khidmatnya upacara adat ini, bisa datang saat musim melaut tiba. Ritual ini merupakan tradisi untuk mendoakan keselamatan dan kesejahteraan bersama sesuai dengan syariat Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Aceh.

Lihat Juga:

  • 8. Manoe Dara baroe

Manoe Dara Baroe adalah salah satu jenis upacara adat Aceh yang biasa dilakukan dalam prosesi pernikahan. Tentunya upacara adat ini memiliki hikmah dan filosofi tersendiri untuk calon pengantin dan masyarakat Aceh.

Adat sendiri memiliki pengertian sebagai sebuah aturan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat di suatu daerah. Masyarakat Aceh masih mempertahankan dan menjunjung tinggi setiap adat atau tradisi yang ada, termasuk upacara adat ini.

Sedangkan, adat pernikahan merupakan sejumlah aturan yang meliputi seluruh proses pelaksanaan dan nilai dalam upacara pernikahan. Setiap tahapan dalam upacara adat ini diatur sedemikian rupa dengan aturan-aturan yang penuh makna.

Dara Baroe merupakan tahapan akhir dalam proses pernikahan. Biasanya, tahap ini dilaksanakan pada hari ketujuh atau beberapa hari setelah acara intat linto (antar pengantin pria). Sebaliknya, Manoe Dara Baroe atau juga disebut Manoe Pucok merupakan prosesi pengantaran mempelai wanita (Dara Baro) ke rumah mempelai pria oleh keluarganya.

Permulaan acara dilakukan dengan menghidangkan berbagai macam kue tradisional khas Aceh dan penukaran sirih dari kedua pihak mempelai. Pengantin wanita akan menggunakan baju adat Aceh lengkap dengan perhiasannya.

Pihak Linto baro (pengantin pria) akan menyambut kehadirannya sambil membawa Bate Ranup (cerana sirih) dan payung. Kemudian, pihak Linto baro mempersilakan rombongan Dara Baro untuk menyantap kenduri yang disediakan bersamaan dengan kedua mempelai dan dilanjutkan dengan prosesi setelahnya.

Selesai dengan seluruh prosesi, Dara Baro wajib menginap di rumah mertuanya selama kurang lebih tiga hari tiga malam. Setelah itu, pihak keluarganya akan menjemput kembali ke gampongnya.

Lihat Juga:

Itulah beberapa upacara adat Aceh yang bisa anda saksikan di Aceh. Adat Aceh tersebut bisa menambah pengetahuan bagi anda yang ingin mengetahui adat dan budaya Aceh.

20 Alat Musik Tradisional Aceh Yang Khas & Unik Dengan Keseniannya

Alat musik tradisional Aceh merupakan salah satu daya tarik budaya yang digunakan untuk sebuah seni musik, pertunjukan hingga pengiring tarian Aceh. Alat musik Aceh tersendiri menjadi sebuah kebudayaan yang khas yang mencerminkan keacehan sehingga menjadi salah satu warisan budaya Aceh yang sudah ada sejak zaman dahulu dan dilestarikan hingga saat ini.

Aceh dikenal dengan keindahan alam dan budayanya. Bagi anda yang ingin berkunjung ke Aceh, anda bisa memilih paket tour Sabang Aceh atau juga paket wisata Aceh yang lain:

Bagi anda yang tertarik dengan beberapa aktivitas wisata, anda bisa memilih paket tour Aceh berikut:

Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di ujung Pulau Sumatera yang menawarkan beragam keindahan alam, wisata makanan khas Aceh yang nikmat, wisata sejarah, wisata bahari hingga wisata budaya yang begitu menarik. Aceh memiliki identitas yang kental dari kebudayaan yang salah satunya seni budaya Aceh. alat musik tradisional Aceh merupakan warisan budaya yang menarik untuk anda ketahui. Berikut macam-macam alat musik khas Aceh dan fungsinya:

  • 1. Seurunee Kalee

Serune Kalee atau juga dikenal sebagai Serunai, merupakan alat musik tradisional Aceh yang ditiup, terbuat dari kayu, kuningan, dan tembaga. Bentuknya yang ramping dan berwarna hitam sekilas menyerupai seruling bambu, namun menghasilkan alunan melodi berbeda. 

Serunai mempunyai tubuh ramping serta terbuat dari campuran material kuningan, kayu, serta tembaga. Bagian pangkalnya dibuat ramping untuk memudahkan dipegang. Sedangkan bagian ujungnya melebar menyerupai corong. Bentuk corong ini berfungsi sebagai resonator untuk menghasilkan suara yang lebih nyaring dan bernuansa.

Lihat Juga:

Tubuh Serunai dihiasi dengan 7 buah lubang pengatur nada yang presisi. Ini memungkinkan penciptanya menghasilkan melodi yang beragam. Tak hanya itu, terdapat pula lapis kuningan yang membalut tubuh alat musik tradisional Aceh ini, menambah kesan elegan dan kokoh.

Lebih menariknya lagi, 10 ikatan tembaga yang disebut klah atau ring melingkarinya. Klah ini tak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga berperan penting dalam menjaga keutuhan Serunai, melindunginya dari retak atau pecah akibat benturan atau tekanan.

Serunai tak hanya menjadi pelengkap dalam pertunjukan seni budaya Aceh, tetapi juga hadir dalam momen-momen sakral. Alat musik ini sering dimainkan bersama gendang dan rapai untuk mengiringi upacara adat dan ritual keagamaan. Alunan merdunya turut memeriahkan tarian-tarian tradisional Aceh, seperti Tari Saman dan Tari Ratoh Jaroe. Sehingga, membangkitkan semangat dan makna di setiap gerakan.

Lihat Juga:

  • 2. Arbab

Di antara alat musik tradisional Aceh, terdapat alunan merdu nan syahdu dari alat musik gesek bernama Arbab. Alat musik ini berasal dari Aceh serta dapat juga ditemukan dengan jenis yang sama di tanah Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dan merupakan kordofon tradisional dari perpaduan material alam.

Seperti tempurung, labu pahit tua, bambu, kulit kambing, benang hori. Sentuhan gesekan bulu kuda atau ijuk enau pada senarnya menghasilkan melodi khas yang memikat telinga. Sehingga, mengantarkan pendengarnya menelusuri kisah dan budaya Aceh.

Lihat Juga:

Alat musik ini terdiri dari dua bagian utama, yakni instrumen induk dan penggeseknya. Dulu, alunan dari alat musik ini senantiasa menghiasi keramaian rakyat Aceh Besar, Pidie, juga Aceh Barat. Pasar malam menjadi salah satu saksi bisu keceriaan yang ditimbulkan oleh alunan merdunya. Alunan melodinya yang menenangkan dan penuh makna, mengiringi tarian dan nyanyian dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh.

Namun, seiring berjalannya waktu, alat musik ini kian jarang terdengar. Melodi indahnya seolah terkubur dalam ingatan. Kesenian ini terancam punah, di mana pertunjukan terakhirnya tercatat pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Faktor perubahan zaman, minimnya regenerasi pemain, dan kurangnya perhatian dari generasi muda menjadi penyebab utama.

Keberadaannya saat ini bagaikan mutiara terpendam yang perlu digali kembali kilaunya. Upaya pelestarian dan revitalisasi menjadi kunci agar alat musik tradisional ini tidak tenggelam ditelan zaman. Generasi muda perlu didorong untuk mengenal dan mempelajari nya, agar melodinya kembali menggema di Aceh dan kekayaan budaya bangsa ini tidak terputus.  

Lihat Juga:

  • 3. Geundrang

Tiap wilayah di Indonesia mempunyai kebudayaan beragam, yang melambangkan kekayaan budaya daerah-daerah setempat. Dari budaya itu, maka tercipta beragam kegiatan di masyarakat, seperti Bahasa Daerah, musik, tari-tarian, serta upacara adat. 

Aceh adalah salah satu daerah yang punya beragam tradisi, adat, serta kesenian. Beberapa jenis kesenian berkembang dan jadi ciri khas di daerah Aceh adalah keberadan dari alat musik tradisional Aceh, seperti Serune Kalee, Rapa-i, Canang, Geundrang, Saluang Aceh, Biola Aceh, serta Teganing. 

Lihat Juga:

Geundrang adalah salah satu alat musik tradisional yang masyarakat Aceh miliki. Alat musik tradisional Aceh satu ini memiliki sumber bunyi berasal dari kulit hewan, dimainkan dengan cara ditabuh menggunakan telapak tangan di satu sisi serta ditabuh dengan memakai stik penabuh atau gagang geundrang di sisi lainnya.

Alat musik tradisional Geundrang masih sering dipakai di pertunjukkan-pertunjukkan ataupun acara tradisi masyarakat Aceh. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa saat ini alat musik Geundrang masih bertahan di masyarakat Aceh.

Geundrang adalah alat musik tradisional membranofon. Hal itu karena geundrang memakai kulit hewan di dua sisi lubang kayu. Cara memainkan alat musik tradisional Aceh satu ini adalah dengan memukul dua sisi kulit dengan tangan serta gagang stik terbuat dari kayu.

Geundrang tak memiliki tangga nada, serta warna suara tergantung kencangnya tarikan kulit. Dapat dimainkan dengan posisi berdiri atau berjalan, duduk bersila, hingga disandang di bahu dengan strap (tali). Umumnya (right-handed), genderang dipukul memakai stik di tangan kanan, serta tangan kiri tanpa menggunakan stik atau tangan kosong.

Membuat Alat Musik Geundrang

Lubangi potongan kayu nangka memiliki bentuk silinder sesuai ukuran geundrang lalu menciptakan rongga menembus di kedua ujungnya. Di kedua ujung pangkal kayu, dibentuk dengan sedemikian rupa sehingga diameter lebih pendek dari tengahnya. Di kulit sebelumnya sudah terpasang kerangka rotan, tempatkan masing-masing pangkalnya. Tali kulit memiliki peran sebagai pengikat kulit serta kayu geundrang. Berikutnya, tongkat pemukul alat musik tradisional Geundrang dibuat dari kayu dengan panjang 40 cm.

Cara Memainkan Alat Musik Tradisional Geundrang

Geundrang tak mempunyai tangga nada sehingga warna suara tergantung kencangnya tarikan kulit. Alat musik tradisional ini bisa dimainkan dengan berdiri, duduk bersila, ataupun disandang. Geundrang dipukul menggunakan stik di tangan kanan. Stik dipukul dengan ujung yang bengkok, sehingga hasilkan nada tajam yang singkat. Untuk hasilkan suara yang sedang, pakai bagian pinggir atau samping. Untuk hasilkan suara yang bass, pukul di kiri Geundrang dengan memakai tangan kosong. Suara yang gemerincing dihasilkan dengan bantuan pukulan di bagian geundrang diberi atau disemati kerincing.

Lihat Juga:

  • 4. Rapai (Rapai Daboh, Rapai Pasee, Rapai Geurimpheng, Rapai Pulot)

Berbicara tentang budaya di Indonesia seakan tak ada habisnya, mengingat keragaman suku, budaya, bahasa, dan masih banyak lagi. Salah satunya alat musik tradisional yang ada di setiap daerah dan beragam jenisnya. Nah, kali ini kita akan membahas rapai, alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik yang satu ini pun masih terbagi dalam beberapa jenis.

Lihat Juga:

Alat musik tradisional Aceh yang satu ini mempunyai bentuk seperti gendang serta rebana. Umumnya, rapai mempunyai warna dasar hitam serta kuning muda. Menariknya, rapai  terbuat dari kulit hewan ternak, yaitu kulit sapi dan kambing. Lalu, ditempel pada kayu pilihan yang telah dibentuk bundar. Tak lupa lempengan logam yang diberikan untuk melekatkan kulit. Eits, tetapi ada berbagai variasi dari alat musik ini, antara lain:

1. Rapai daboh

Di urutan pertama ada jenis rapai yang menjadi seni tari di abad 19. Rapai daboh ini sering dimainkan di acara adat masyarakat Aceh sampai populer di masyarakat. Untuk mata ‘daboh’ sendiri diambil dari bahasa Arab ‘dabbus’ yang artinya senjata serta besi runcing. Rapai daboh ditabuh secara serempak oleh beberapa orang, dilengkapi dengan satu orang yang membacakan doa dan melakukan atraksi. 

2. Rapai Pasee

Untuk memainkan rapai yang satu ini dibutuhkan sekitar 15-30 orang. Umumnya, permainan rapai Pasee diiringi nyanyian berbau agama dan nasehat. Biasanya rapai Pasee menggunakan rapai dengan ukuran umum, tetapi digantung.

3. Rapai Pulot

Rapai yang satu ini berbeda dengan pertunjukan rapai lainnya. Jika biasanya pada pemain mengawali rapai dengan penampilan mereka dengan lagu dan iringan akrobatik kali ini sedikit berbeda. Permainan rapai Pulot tetap dimainkan secara berkelompok dan mengutamakan kekompakan. Uniknya, rapai Pulot menampilkan atraksi konfigurasi gerakan berlapis yang dilakukan oleh penabuh.

4. Rapai kisah

Tak berbeda dari rapai lainnya yang mengutamakan kekompakan para pemain serta dipimpin oleh seseorang yang mengiringi tabuhan dengan lagu. Menariknya, rapai kisah menampilkan lagu-lagu yang dibawakan sesuai dengan keinginan orang yang memesannya.

5. Rapai geurimpheng

Rapai ini sering dimainkan oleh 12 orang, pertama penabuh sebanyak 8 orang, sedangkan susahnya menjadi syeh, bak, canang, serta pangkep. Pertunjukan ini dimulai dengan para penabuh yang mengangkat tangan pada para penonton serta ada iringan dengan salam. Lagu yang digunakan pun berbagai agamis.

Itulah lima jenis rapai yang perlu Anda ketahui saat berada di Aceh, nih. Unik bukan keberagaman musik rapai di Aceh yang dijuluki sebagai Serambi Mekah. Nah, mengingat Aceh juga mengalami kulturasi dari Arab, tidak heran jika alat musik tradisional Aceh berbau agamis pastinya.

Lihat Juga:

  • 5. Bangsi Alas

Setiap daerah di Indonesia mempunyai keberagaman, mulai dari bahasa, adat, suku, termasuk alat musiknya. Alat musik pun memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya bahkan beriringan dengan perubahan daerahnya. Ya, salah satunya alat musik tradisional Aceh yang menjadi saksi zaman Kerajaan Jeumpa Aceh, Kerajaan Aceh Darussalam sampai zaman Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang sekarang. Salah satunya bangsi alas atau bansi alas.

Lihat Juga:

Alat musik yang satu ini bisa ditemukan di daerah Lembah Alas, Kabupaten Aceh Tenggara. Bangsi Alas sendiri adalah instrumen musik tiup yang terbuat dari bambu. Fakta mengejutkannya, pembuatan alat musik satu ini dihubungkan dengan adanya seseorang yang meninggal di kampung atau desa tersebut. Berikut beberapa fakta tentang bansi alas!

Bangsi Alas dikaitkan dengan kematian

Saat seseorang meninggal dunia, bansi alas yang telah siap dibuat akan dihanyutkan di sungai. Kemudian sang pembuat akan terus mengikutinya sampai bangsi alas ditemukan anak-anak. Anehnya, begitu anak-anak mengambilnya, sang pembuat akan merebutnya kembali. 

Bangsi alas yang diambil anak-anak, lalu dirampas kembali itulah yang nantinya akan digunakan sebagai alat musik bersuara merdu. Sedangkan bangsi lainnya dibungkus dengan perak atau suara yang merupakan milik orang kaya.

Digunakan sebagai iringan musik

Bangsi alas yang memiliki suara merdu sebagai alat musik tradisional juga sering dimanfaatkan untuk mengiringi tarian Landok Alun. Tari Landok Alun sendiri  merupakan tarian khas dari Desa Telangat Pagan yang menceritakan kebahagiaan petani saat mendapatkan lahan baru dengan tanah yang baik. Tari tandok alun pun mempunyai tempo yang lembut atau lambat. Eits, tetapi bukan gerakan yang lambat, melainkan dalam ruang gerak tari yang perpindahannya tidak jauh dari satu posisi ke posisi lain. 

Bentuk bangsi alas

Bansi alas merupakan alat musik asal Aceh yang berbentuk seruling bambu dengan lubang di depan, unik bukan? Selain itu, alat ini mempunyai panjang sekitar 41 cm serta diameter 2,8 cm. Untuk lubang di atasnya berjumlah tujuh dan semakin melebar. Fungsi dari lubang tersebut terdiri dari enam lubang nada serta satu lubang udara yang berasal di dekat tempat yang ditiup. 

Ujung alat musik ini pun dibalut dengan buku bambu itu sendiri, dan ujung lainnya dibalut gabus. Tak lupa daun pandan yang melapisi bagian yang ditiup oleh gabus dengan memberi sedikit lebih melewati bambu. Dengan begitu, pemainnya bisa menempelkan bansi bibir serta memainkannya dengan cara meniupnya.

Itulah fakta menarik tentang bangsi alas yang menambah wawasan Anda tentang musik Nusantara. Tak hanya dihubungkan dengan kematian, tetapi juga menjadi pengiring tari Landok Alun yang merupakan wujud kebahagiaan. Terlebih alat musik yang mirip seruling ini sedikit unik, mengingat lubangnya berasa di depan bukan di atas. Penasaran untuk melihatnya langsung bukan?

Lihat Juga:

  • 6. Tambo

Tambo merupakan alat musik tradisional di Aceh. Alat musik ini terbuat dari batang pohon iboh, rotan dan kulit sapi.

Dengan bahan-bahan tersebut, alat musik ini berbentuk mirip tambur. Saat ingin memainkannya, pemain perlu memukul alat musik ini.

Ketika memukulnya, pemain bisa memanfaatkan sepasang alat pemukul. Hal inilah yang membuat suara atau bunyi dari alat musik tersebut terdengar begitu menggelegar.

Lihat Juga:

Mengenai kegunaannya, biasanya alat musik ini digunakan selama menjalankan upacara adat. Akan tetapi, fungsinya jauh berbeda dengan era dulu.

Pada zaman dahulu, alat musik ini berperan penting sebagai alat komunikasi. Hal ini karena saat alat musik tersebut dipukul, maka menandakan bahwa waktu sholat sudah tiba.

Tak berhenti di situ saja, alat musik yang juga berperan sebagai alat komunikasi ini rupanya bertujuan untuk mengumpulkan warga agar menuju ke meunasah. Hal ini tidak lain untuk membicarakan berbagai masalah yang ada di kampung.

Meski begitu, peranannya sebagai alat komunikasi semakin memudar. Terlebih lagi, saat ini sudah ada mikrofon yang bisa menggantikan perannya sebagai alat komunikasi.

Terlepas dari hal itu, alat musik tradisional Aceh ini menarik untuk diketahui secara lebih mendalam. Apalagi keberadaannya yang selalu terlihat jelas di berbagai upacara adat setempat.

Dengan memahaminya secara lebih dekat, tentu bisa tahu kekhasan, keunikan, maupun daya tarik yang melekat padanya. Alat musik ini memang benar-benar mengesankan.

Lihat Juga:

  • 7. Bereguh

Bereguh adalah salah satu alat musik tradisional Aceh. Alat musik ini bisa pemain mainkan dengan cara ditiup. Lebih tepatnya meniup bagian ujung instrumen yang tampak melengkung dan meruncing.

Dalam memainkannya, rentang nada dari alat musik ini terbilang terbatas. Hal ini lantaran tentang nadanya tergantung dari teknik pemain saat meniup alat musik tersebut.

Lihat Juga:

Lalu untuk proses pembuatannya, alat musik ini menggunakan tanduk kerbau sebagai bahan baku utamanya. Bukan tanpa alasan kenapa tanduk kerbau jadi bahan baku utamanya. Alasannya ialah tanduk kerbau memiliki bentuk sekaligus tekstur yang sesuai untuk jadi alat musik.

Dengan bahan baku tersebut, alat musik unik ini sudah menyebar ke berbagai daerah yang ada di Aceh. Mulai dari Aceh Utara, Pidie, sampai dengan Aceh Besar.

Selain menunjang dunia musik, rupanya alat musik ini juga berperan penting sebagai sarana komunikasi. Di zaman dahulu, suku asli Aceh menggunakan alat musik ini saat berada di area hutan atau lingkungan yang tempatnya berjauhan.

Dengan meniup alat musik ini, maka suaranya bisa jadi tanda keberadaan seseorang. Orang yang mendengar alat musik tersebut jadi tahu lokasi peniupnya. Dengan terus mengikuti bunyinya, maka bisa saling bertemu.

Selain itu, banyak juga yang memanfaatkannya untuk memberitahukan keadaan tertentu. Mengenai keberadaannya saat ini terbilang hampir punah. Hal ini karena alat tersebut sudah jarang digunakan lagi.

Lihat Juga:

  • 8. Canang

Canang adalah salah satu alat musik tradisional Aceh. Instrumen musik ini sering digunakan dalam berbagai upacara daerah. Setiap wilayah di Indonesia tentu memiliki berbagai macam alat musik dan kebudayaan yang beragam. Canang merupakan salah satu alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul.

Bentuk alat musik canang adalah persegi panjang dan terdiri dari lebih dari satu unit. Alat musik ini dibuat dari bahan kuningan dan kayu yang dibentuk sedemikian rupa untuk menghasilkan suara yang khas. Dalam berbagai acara adat khas Aceh, canang biasanya ditabuh untuk mengiringi jalannya prosesi acara.

Lihat Juga:

Musik tradisional merupakan warisan budaya yang kaya dan menjadi ikon suatu daerah. Alat musik ini memiliki peran penting dalam mengiringi tari-tarian daerah dan upacara, sehingga menempati posisi yang sangat penting di suatu wilayah.

Canang kayu, salah satu warisan budaya dari Aceh Singkil, terbuat dari kayu pilihan seperti pohon cuping dan kayu tarok. Kedua jenis kayu ini tidak boleh digantikan dengan jenis kayu lainnya. Para pengrajin memilih kayu berkualitas sesuai kebutuhan agar proses pembuatan Canang menghasilkan suara yang merdu.

Proses pembuatan canang melibatkan penyusunan bagian-bagian kayu yang dipilih dengan ukuran yang sama dan panjang setara, kemudian diletakkan pada kotak kayu. Alat penabuhnya harus dibuat dari kayu jambu pilihan. Canang dimainkan secara bergantian untuk menghasilkan harmonisasi suara yang merdu. Masyarakat setempat percaya bahwa leluhur mereka menabuh canang sambil berselonjor di lantai.

Lihat Juga:

  • 9. Celempong

Celempong merupakan salah satu instrumen seni khas Aceh yang berasal dari Kabupaten Tamiang. Seringkali, alat musik ini digunakan untuk menyertai gerakan tarian tradisional Aceh dan berbagai acara adat yang diadakan. Kehadirannya yang telah berlangsung selama berabad-abad membuatnya menjadi salah satu instrumen seni paling terkenal di wilayah Aceh.

Celempong berasal dari wilayah Aceh Besar dan telah ada sejak zaman kerajaan Aceh Darussalam. Alat seni ini umumnya digunakan sebagai pengiring dalam tarian tradisional seperti Tari Seudati, Tari Inai, dan Likok Pulo. Selain itu, sering pula digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual keagamaan. Hal ini menjadikannya sebagai simbol penting dari kekayaan dan keragaman budaya masyarakat Aceh.

Lihat Juga:

Instrumen seni tradisional ini dibuat dari bambu pilihan dengan kualitas suara yang unggul. Desainnya sangat sederhana, terdiri dari beberapa potongan bambu dengan berbagai ukuran yang disusun berderet. Cara memainkannya pun cukup mudah, hanya dengan memukul batang bambu menggunakan tongkat kecil. Dengan demikian, celempong mampu menghasilkan suara yang merdu dan khas.

Dulu, para gadis sering kali yang memainkan instrumen musik ini, tetapi sekarang kebanyakan dimainkan oleh para orang tua yang memiliki keahlian dalam memainkannya. Hal ini disebabkan karena celempong tidak hanya sekadar alat musik biasa, tetapi juga memiliki fungsi yang cukup sakral.

Celempong Aceh merupakan salah satu aset budaya yang sangat berharga, oleh karena itu, perlu dilestarikan dengan cara memperkenalkannya kepada generasi penerus bangsa. Tujuannya adalah agar alat musik tradisional ini dapat tetap berkembang dan hidup di masa yang akan datang.

Lihat Juga:

  • 10. Taktok Trieng

Taktok Trieng adalah salah satu alat musik tradisional dari Aceh. Alat musik satu ini digunakan untuk berbagai acara kebudayaan masyarakat wilayah tersebut.

Alat Musik Taktok Trieng

Aceh adalah salah satu wilayah di Indonesia yang sangat menarik. Provinsi Aceh ini memiliki budaya tradisional yang patut dilestarikan.

Seperti misalnya alat musik satu ini. Alat musik tradisional pastinya termasuk ke dalam budaya Aceh yang sudah ada sejak bertahun-tahun lamanya.

Lihat Juga:

Umumnya, alat musik tradisional akan memiliki cerita khusus di baliknya. Penggunaan alat musik ini juga pasti berhubungan dengan budaya adat lainnya.

Untuk yang belum tahu, Taktok Trieng adalah alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini ini berbahan dasar bambu.

Akan sangat mudah menjumpai alat musik ini di daerah Aceh Besar dan Kabupaten Aceh lainnya. Menurut daerah asalnya, alat musik pukul tradisional ini terbagi menjadi dua macam.

Jenis tersebut terbagi berdasarkan fungsinya.. Pertama adalah untuk Meunasah atau langgar-langgar, di balai pertemuan dan tempat lain. Alat musik ini wajar berada di tempat-tempat tersebut.

Selanjutnya ada fungsi untuk di sawah-sawah. Cara kerjanya adalah untuk mengusir burung atau serangga lainnya yang mengancam tanaman padi.

Dalam jenis kedua ini, biasanya Taktok Trieng berada di tengah sawah dan terhubung dengan tali sampai ke dangay. Dangau sendiri adalah gubuk tempat menunggu padi di sawah.

Alat musik ini sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan, penggunaannya sangat bermanfaat untuk masyarakat sehingga memiliki budaya tersendiri di kehidupan mereka.

Hingga saat ini, Taktok Trieng cukup mudah untuk masyarakat temukan di berbagai daerah di Aceh. Waktunya generasi muda untuk melestarikan warisan budaya ini.

Lihat Juga:

  • 11. Rebana Kompang

Rebana Kompang termasuk salah satu alat musik tradisional Aceh. Alat musik ini memiliki sejarah yang sangat menarik. Hingga sekarang, penggunaan instrumen musik tradisional ini masih sangat populer.

Tidak terlalu sulit untuk menemukan alat musik ini. Sebab, banyak masyarakat yang memainkannya di beberapa acara tertentu.

Lihat Juga:

Alat musik yang terkenal dengan sebutan kompang sebenarnya adalah alat musik tradisional yang terkenal di masyarakat Melayu. Masyarakat Aceh telah menggunakan alat musik ini sejak lama.

Kompang termasuk ke dalam golongan alat musik membranophone dan ada di kelompok alat musik gendang. Alat musik tradisional ini bahkan diajarkan di dalam dunia pendidikan dan masih tetap berkembang.

Ternyata, awalnya Kompang adalah alat musik yang berasal dari Arab. Namun, akhirnya alat musik ini masuk ke Aceh dan wilayah melayu lain sehingga menjadi musik tradisi.

Musik tradisi sendiri adalah musik yang lahir dan berkembang di wilayah atau daerah tertentu. Musik tradisi ini sangat penting karena menampilkan ciri budaya masyarakat daerah setempat.

Adapun bahan pembuatan kompang adalah kulit yang biasanya berasal dari kambing betina, kerbau, atau kulit sintetis. Fungsinya tentu saja untuk memeriahkan upacara adat, seperti pernikahan, penyambutan tamu, hingga khitanan.

Alat musik ini juga banyak digunakan dalam pembukaan dan penutupan MTQ. Jadi, memang Kompang sudah sangat dekat di kehidupan masyarakat.

Meski menjadi alat musik tradisional, tetapi rebana kompang tetap memiliki banyak peminat. Bahkan, masih banyak sekali anak muda Aceh yang sengaja mempelajari cara memainkan alat musik ini.

  • 12. Kecapi Olah

Kecapi olah adalah salah satu alat musik tradisional Aceh yang memiliki keunikan tersendiri. Alat musik ini berbeda dengan kecapi dari daerah lain seperti Jawa Barat yang dimainkan dengan cara dipetik. Kecapi olah dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pukul panjang yang ujungnya diberi bantalan. Alat musik ini, yang juga dikenal sebagai canang, memiliki bentuk yang berbeda dari kecapi pada umumnya karena menyerupai gong kecil.

Kecapi olah terdiri dari dua alat berbentuk gong kecil yang berdampingan dan terbuat dari kuningan. Ketika dipukul dengan pemukul khusus, alat musik ini menghasilkan suara khas yang menarik dan menghibur. 

Alat musik khas Aceh ini sering digunakan untuk mengiringi tarian tradisional bersama dengan alat musik lainnya. Selain itu, kecapi olah juga sering menjadi hiburan bagi anak-anak saat berkumpul atau dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah, serta sebagai kegiatan pengisi waktu luang.

Canang merupakan alat musik yang umum dijumpai di berbagai kelompok masyarakat, termasuk masyarakat Aceh, Alas, Gayo, dan Tamiang. Di masyarakat Aceh, canang sering disebut sebagai canang trieng, sementara di Alas dikenal sebagai kecapi oleh. Orang Gayo mengenalnya sebagai Teganing, dan di Tamiang disebut kecapi. 

Meskipun memiliki sejumlah nama panggilan yang berbeda, bentuk, fungsi, dan cara memainkan alat musik tradisional ini tetap serupa di berbagai daerah. Keberadaannya menjadi bagian penting dari warisan budaya masyarakat setempat dan sering digunakan dalam berbagai acara tradisional serta sebagai hiburan dalam kegiatan sehari-hari.

  • 13. Genggong

Genggong adalah salah satu alat musik tradisional Aceh yang termasuk ke dalam jenis musik instrumen idiofon. Alat musik yang satu ini juga mirip dengan instrumen Saga-saga yang mana merupakan jenis instrumen yang berdiri sendiri. Bahkan ada yang menganggap bahwa Genggong adalah evolusi dari instrumen Saga-saga.

Namun jika ditinjau kembali dari segi peralatan yang digunakan untuk membuat alat musik Genggong, maka bisa kita simpulkan alat musik ini ditemukan ketika sudah mengenal besi. Sebab, sebagian besar alat musik tradisional Aceh ini terbuat dari besi. Tak heran kalau suara yang dihasilkan sangat lembut dengan nada yang cukup kuat jika dibandingkan dengan alat musik Saga-saga.

Namun untuk nada aslinya sendiri, alat musik Genggong sangat bergantung dari napas pemainnya. Nadanya tidak bisa diubah dan yang menentukan suara nadanya adalah pemainnya. Alat musik tradisional ini dimainkan di antara dua bibir lalu dirapatkan pada gigi. Kemudian digetarkan dengan cara menghirup udara serta bibir yang bergerak komat-kamit untuk menciptakan nada.

Asal-Usul Alat Musik Genggong

Genggong sendiri berasal dari dua kata, yakni geng dan gong. Kata geng di sini berasal dari ge atau gae dan gong berasal dari penganggon. Sehingga jika disimpulkan, genggong bisa diartikan sebagai hasil karya yang digunakan untuk menghibur diri.

Tak hanya itu saja, geng dan juga gong bisa diartikan sebagai geng atau kelompok dan gong yang merujuk pada bunyi. Jadi, genggong adalah sekelompok masyarakat yang memainkan sebuah alat musik untuk menghasilkan bunyi-bunyian dan dimainkan dengan cara yang mirip dengan barungan gong.

Terciptanya alat musik ini terinspirasi dari suara katak yang terdengar sangat riang sambil bersahut-sahutan. Sehingga suara yang muncul dari alat musik ini hampir mirip dengan suara katak.

Cara Memainkan Alat Musik Genggong

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu alat musik tradisional Aceh ini dimainkan dengan meletakkannya di antara mulut tapi tidak ditiup. Mulut hanya memiliki peran sebagai penyangga saja. Lalu tali yang ada di salah satu ujung Genggong ditarik kemudian diulur ke arah kanan dengan kuat, sehingga tali tersebut akan bergetar. Getaran itulah yang nantinya akan menghasilkan bunyi-bunyian.

Oleh karena itu, Genggong ini digolongkan dengan musik idiofon karena sumber bunyinya berasa dari tubuh alat musik itu sendiri. Alat musik tradisional Aceh ini dapat dimainkan sendiri ataupun bersama-sama. Bunyi nada dari alat musik ini dipercaya bisa membawa pengaruh untuk orang-orang yang mendengarkannya. Karena bunyi yang dihasilkan dinilai terdengar sangat sakral.

Itulah penjelasan mengenai asal-usul alat musik tradisional Aceh yakni Genggong beserta fungsi dan cara memainkannya. Semoga bermanfaat.

  • 14. Bangsi

Bangsi merupakan salah satu alat musik khas Aceh yang sudah ada sejak lama dan juga dikenal dengan nama bansi alas atau bangsi. Alat musik tradisional satu ini tumbuh dan berkembang di kawasan Lembah Alas, Kabupaten Aceh Tenggara. 

Bangsi memiliki bentuk menyerupai alat musik seruling seperti di daerah lainnya yang terbuat dari bambu tradisional. Sama seperti seruling pada umumnya, ukuran bansi juga tidak terlalu besar dengan diameter hanya sekitar 2,8 cm serta panjangnya sekitar 41 cm.

Alat musik Aceh tersebut memiliki total 7 lubang pada bagian atasnya untuk menciptakan suara yang menarik dan unik. Menariknya setiap lubang pada bansi ukurannya tidaklah sama, tetapi semakin ke ujung ukuran setiap lubang semakin melebar.  

Satu lubang berada di dekat tempat yang akan ditiup sedangkan enam lubang lainnya berada di sepanjang badan bansi dan berfungsi sebagai lubang nada. Bagian ujung bansi tertutup buku bambu sedangkan ujung lainnya ditutup menggunakan gabus.

Penampilan alat musik ini sangat menarik karena biasanya memiliki ukiran yang unik dan khas. Biasanya Bansi digunakan untuk mengiringi tarian Landok Alun yang merupakan tarian khas Desa Telaga Pagan.  Tarian tradisional ini mengisahkan kegembiraan petani saat mendapatkan lahan baru yang subur. Gerakan tarian ini sangat lembut dan pelan sehingga gerakan penarinya pun tidak akan berpindah jauh dar satu titik ke titik lainnya serta ada semacam pola lantai.

  • 15. Bebelan

Bebelan adalah salah satu alat musik tradisional yang berasal dari Aceh. Mereka merupakan sejenis instrumen tiup yang terbuat dari batang bambu. Secara sekilas memang mirip seperti seruling khas Sunda, tetapi bentuknya lebih besar.

Meski masih termasuk ke dalam kelompok serunai atau hobo, namun bentuk bebelan cenderung lebih unik. Pada salah satu ujungnya ada sayatan (delah) sebagai tempat meniup udara. Sementara ujung lainnya terdapat pelindung lubang berukuran sedang menyerupai corong.

Usut punya usut, pelindung lubang berbentuk corong tersebut memiliki fungsi sebagai pembesar udara. Mereka terbuat dari lilitkan daun kelapa atau bisa juga pandan (serako). Berkat keberadaanya, bebelan mampu menghasilkan suara yang lebih dalam dan kaya.

Setiap bebelan memiliki 5 lubang berukuran kecil berbentuk segitiga di bagian bawah. Ketika kita meniupnya, maka setiap lubang tersebut akan menghasilkan bunyi yang berbeda-beda. Dengan permainan yang tepat, mereka mampu menggambarkan harmoni yang mengundang.

Pada zaman dahulu, bebelan bukan hanya sekedar alat musik. Tetapi juga menjadi bagian keberagaman budaya Aceh. Alat musik ini sering masyarakat mainkan dalam berbagai acara adat, upacara, hingga perayaan tradisional.

Tak jarang suara merdu bebelan mengiringi langkah-langkah tari tradisional Aceh. Sehingga menambah keindahan dan semangat pada setiap gerakannya. Bahkan, di beberapa kalangan, bebelan juga digunakan untuk mengiringi upacara keagamaan, seperti shalawat.

  • 16. Dol

Dol merupakan salah satu alat musik tradisional yang berasal dari Aceh. Alat musik tradisional ini memiliki bentuk seperti bedug atau perkusi. Namun bedanya, sisi atas maupun bawahnya tertutup rapat. Sehingga membuat suara yang keluar dari dol cenderung berbeda dengan bedug.

Secara umum, dol terbuat dari bonggol kayu kelapa tua dan utuh, yang bagian tengahnya dilubangi. Alasan menggunakan bonggol kelapa karena bobotnya yang ringan, namun memiliki daya tahan luar biasa.

Setelah pembuatan lubang selesai, sisi atas serta bawah dol kemudian ditutup dengan kulit hewan. Biasanya berasal dari kulit sapi atau domba yang tahan robek. Tak lupa menambahkan pernis atau cat supaya tampilan dol semakin menarik. Umumnya perlu waktu sekitar 3 minggu untuk membuatnya.

Cara memainkan alat musik khas Aceh setinggi 80 cm ini cukup dengan memukulnya menggunakan pemukul khusus. Pemukul tersebut dapat terbuat dari material serupa dengan panjang 30 cm serta diameter kurang lebih 5 cm.

Pada zaman dahulu, alat musik dol banyak masyarakat gunakan untuk mengiringi upacara adat Tabuik. Sebuah festival budaya tahunan yang berlangsung setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram. Ini sebagai peringatan atas wafatnya cucu Rasulullah, hasan dan husein.

Ketika festival berlangsung, akan ada momen arak-arakan. Nah, dol digunakan untuk mengiringi arak-arakan tersebut supaya acaranya berjalan semakin meriah.

  • 17. Canang Ceureukeh

Canang Ceureukeh merupakan alat musik tradisional dari Lhokseumawe, Aceh. Namun keberadaan alat musik yang satu ini hampir punah dan sedikit peminatnya. Pada mulanya, alat musik ini dimainkan dengan fungsi untuk menjaga padi di sawah ketika musim panen datang. Alat musik ini dapat menjaga area persawahan saat musim panen dari serangan binatang buas. Kebanyakan dimainkan oleh para wanita, remaja dan anak-anak untuk membantu orang tuanya bekerja di sawah.

Alat musik ritmis dan melodis ini berbentuk bilah dengan jumlah empat bilah dari bahan kayu. Cara untuk memainkannya adalah dengan dipukul menggunakan kayu atau setik.

Pada dasarnya, canang ceureukeh merupakan alat musik yang dapat dimainkan sendiri. Karena tidak terikat alat musik yang lain. Apabila dimainkan beberapa orang, maka pola tabuhannya untuk setiap ritme sama.

Dari segi bentuk, alat musik ini mengalami perkembangan. Bahkan cara memainkannya pun oleh para pelaku seni dan seniman diolah menjadi satu garapan musik. Banyak yang menyandingkannya dengan alat musik tradisional Aceh yang lain seperti geundrang, rapa’i dan serune kale. Dalam penggabungan dengan alat musik lain, yakni menggabungkan ritem dan melodi. 

Alat musik yang satu ini sudah masuk sebagai WBTB. Dengan demikian, eksistensi dari canang ceureukeh ini harapannya bisa dipertahankan. Sehingga generasi muda pun dapat menambah pengetahuan terhadap alat musik tradisional di Aceh dan warisan tersebut tidak akan terlupakan oleh budaya dan waktu.

  • 18. Gegedem

Gegedem adalah alat musik tradisional dari dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah. Alat musik ini ditetapkan menjadi WBTB atau Warisan Budaya Tak Benda oleh Dirjen Kemendikbud RI. Penyerahan sertifikat secara langsung oleh Gubernur Aceh yang diwakili oleh Almunizza Kamal, S.STP, M.Si, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Penerimaan oleh Harun Manzola, SE, MM., Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Aceh Tengah di Hermes Hotel Banda Aceh bulan Mei 2024.

Gegedem merupakan alat musik jenis membranophone yang cara memainkannya adalah dengan dipukul. Alat musik ini dimainkan untuk acara seperti penyambutan tamu, acara pernikahan, pesta rakyat, dan berbagai acara kebudayaan.

Alat musik sebagai identitas masyarakat Gayo ini biasanya dimainkan dengan alat musik seperti Memong, Canang dan Gong. Gegedem ini adalah sejenis gendang yang menyerupai rebana. Terbuat dari kulit hewan, misalnya saja kulit kerbau dan kambing. Selain kulit hewan, bahan pembuatan alat musik ini adalah kayu dan rotan. 

Gegedem menjadi alat musik tradisional pertama yang pemerintah akui sebagai WBTB. Kehidupan berbudaya dan tradisi seperti pelestarian gegedem penting dijaga untuk mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalam kebudayaan tersebut. Masyarakat mayoritas suku Gayo di Aceh Tengah sering memainkan alat musik tradisional tersebut dalam pesta adat pernikahan dan acara kebudayaan karena warisan budaya ini masih melekat kental di tengah lapisan masyarakat.

  • 19. Memong

Pada alat musik tradisional Aceh khususnya Memong memegang peranan penting sebagai salah satu instrumen musik yang memberi warna pada berbagai acara adat dan keagamaan. Secara bentuk, Memong mirip dengan Canang, tetapi ukurannya lebih besar dan terbuat dari kuningan, memberikan nuansa yang khas dan berbeda dalam pertunjukan musik tradisional Gayo.

Kehadiran alat musik ini dalam konteks musik Gayo Aceh tidak bisa dipisahkan dari instrumen lainnya seperti Canang dan Gong. Ketiganya sering digunakan bersamaan untuk menciptakan harmoni yang indah dan memikat dalam berbagai acara penting seperti upacara adat, perayaan keagamaan, dan acara sosial masyarakat Gayo. 

Memong, dengan ukuran yang lebih besar dan bahan pembuatannya yang berbeda, memberikan dimensi suara yang berbeda pula dalam ansambel musik tradisional Gayo.

Proses pembuatannya juga melibatkan keterampilan dan keahlian khusus. Pengrajin biasanya menggunakan bahan kuningan yang diproses secara hati-hati untuk menciptakan instrumen yang berkualitas. 

Langkah-langkah pembuatannya meliputi pemilihan bahan yang tepat, pembentukan dengan presisi, dan penyelesaian yang teliti untuk mencapai hasil akhir yang memuaskan. Selain itu, proses pembuatannya juga mencakup tahap-tahap seperti pengecatan dan pengukiran untuk memberikan sentuhan estetika yang indah pada instrumen ini.

Keberadaan Memong di masyarakat Aceh tak sekadar sebagai instrumen musik semata, melainkan juga melambangkan kekayaan budaya dan identitas mereka. Lebih dari sekadar menghasilkan nada merdu, Memong mengandung makna yang mendalam bagi mereka. 

Dalam kehidupan sehari-hari, Memong menjadi pengiring setia dalam tarian tradisional atau ikut serta dalam upacara adat yang suci, menjembatani antara masa kini dengan warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang. Dengan setiap bunyi yang dihasilkannya, alat musik mengajak kita untuk merenungkan keindahan dan kearifan lokal yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. 

Dengan begitu, kehadiran Memong tidak hanya menyatukan komunitas Gayo secara musikal, tetapi juga menghidupkan kembali kebanggaan akan warisan budaya yang kaya dan berharga.

Pentingnya pelestarian Memong sebagai bagian dari warisan budaya masyarakat Gayo menjadi sorotan penting dalam upaya menjaga keberagaman budaya Indonesia. Melalui berbagai program pelestarian dan promosi kesenian tradisional, kita dapat memastikan bahwa alat musik tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi dan globalisasi. 

Langkah-langkah seperti pelatihan bagi pengrajin alat musik, lokakarya pembuatan instrumen tradisional, dan pendokumentasian warisan budaya dapat membantu melestarikan keberadaan alat musik untuk generasi mendatang.

Dengan memahami kedalaman dan keindahan Memong, kita dapat lebih menghargai keberagaman budaya Indonesia dan memperkuat rasa bangga terhadap warisan budaya nenek moyang kita. 

Memong bukan hanya sebuah alat musik, tetapi juga sebuah cermin dari kehidupan dan kebudayaan masyarakat Gayo yang kaya akan nilai-nilai dan kearifan lokalnya. Dalam setiap bunyi yang dihasilkan, alat musik ini mengajak kita untuk merenungkan dan menghormati warisan budaya yang telah diberikan oleh para leluhur kita.

  • 20. Taganing

Taganing merupakan salah satu alat musik tradisional Aceh yang terbilang unik. Alat musik tradisional ini menggunakan bahan dasar bambu yang bisa menghasilkan bunyi merdu. Bunyi merdu dari alat musik khas Aceh berbahan bambu tersebut bisa membuat para pendengar terkesima. Panjang dari alat musik ini yaitu sekitar 1 sampai 1,10 m. 

Alat musik ini harus terbuat dari ruas bambu yang cukup panjang dan memiliki diameter yang besar serta tua. Bentuknya menyerupai kecapi, namun memiliki tambahan tiga bagian kulit yang dicungkil dan diganjal dengan potongan bambu kecil. Cungkilan kulit tersebut menyerupai tiga senar dan menghasilkan irama ketika dipukul. Untuk memainkannya, menggunakan alat pemukul yang juga terbuat dari bambu.

Dulu, para gadis sering menggunakan alat musik ini untuk mengisi waktu senggang mereka. Biasanya, mereka memainkannya sambil menjaga jemuran padi agar tidak diserang oleh merpati atau ayam. Namun, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sudah jarang terlihat gadis-gadis yang memainkan alat musik ini sambil menunggu jemuran padi di kampung. Kehadiran alat musik dari bambu perlu dilestarikan karena mulai terlupakan. Ini adalah bagian penting dari warisan budaya kita yang perlu dijaga agar tidak punah.

Sayangnya banyak anak zaman sekarang yang kurang mengenal alat musik ini atau cara menggunakannya. Padahal, penggunaannya sangat mudah dan cocok untuk mengiringi tarian khas Gayo. Dengan memainkannya, akan tercipta irama yang indah dan merdu. Siapapun yang mendengarnya pasti akan terpikat oleh keindahannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus melestarikan dan mengenalkan alat musik ini kepada generasi muda agar warisan budaya kita tetap hidup dan berkembang.

Baca Juga:

Itulah macam-macam alat musik tradisional Aceh yang khas dan patut anda ketahui untuk mengenal budaya dan kesenian Aceh. Bagi anda yang ingin melihat beberapa alat musik khas Aceh tersebut, anda bisa melihat di Museum Negeri Aceh. bagi anda yang memilik paket liburan ke Aceh, anda akan dibawa berkunjung ke museum ini, atau anda juga bisa rental mobil Aceh jika anda ingin berkunjung sendiri.

20 Jajanan Kue Khas Aceh & Sabang yang patut dicoba & juga sebagai oleh-oleh

Kue khas Aceh yang patut anda coba ketika anda berlibur ke Aceh ataupun ke Pulau Sabang sangat bervariasi. Aceh memiliki deretan kue tradisional yang enak dan sering dijadikan sebagai oleh-oleh khas Aceh oleh wisatawan. Disini anda bisa memilih mulai dari jajanan kue kering hingga kue basah.

Liburan seru bersama team asik dan ramah Safari Wisata Internasional, anda boleh memilih paket tour Sabang Aceh dengan beragam aktivitas menarik:

Bagi anda yang ingin menjelajah lebih jauh wisata di Aceh, anda bisa melihat paket wisata Aceh berikut:

Aceh memiliki beragam wisata mulai dari wisata alam, bahari, sejarah, budaya hingga makanan khas Aceh yang sangat nikmat untuk anda coba. Tidak hanya hidangan berupa masakan khas, terdapat juga beragam kue khas Aceh yang patut anda coba. Anda bisa menikmati kue tradisional Aceh dengan ditemani oleh secangkir minuman khas Aceh. Berikut kue tradisional Aceh dan Sabang yang patut anda coba:

  • 1. Timphan

Timphan atau timpan merupakan kue khas Aceh yang dulu umum dijumpai pada hari Idulfitri. Kudapan yang disajikan untuk tamu tersebut pun bukan jenis yang dapat Anda temukan setiap hari. Pasalnya, masyarakat hanya membuat timpan sehari sebelum Lebaran. Daya tahannya pun hanya sekitar satu minggu.

Lihat Juga:

Maka bukan hal mengherankan bila para ibu di Aceh sibuk berbelanja bahan-bahan timpan menjelang perayaan keagamaan tersebut. Selain untuk menghadirkan camilan terbaik, mereka juga harus memastikan tampilan dan rasanya konsisten. 

Timpan mempunyai bentuk panjang dan pipih dengan cita rasa legit nan manis. Lebih dari itu, camilan khas Aceh ini sampai disebutkan dalam sebuah peribahasa setempat. Adapun ungkapan tersebut berbunyi, ìUroe goet buluen goet timphan ma peugoet beumeuteme rasaî. Artinya kurang lebih, timpan buatan ibu harus saya rasakan di hari dan bulan yang baik.

Hari dan bulan yang baik pada ungkapan tadi barangkali merujuk pada Idul Fitri. Namun ternyata, timphan sekali disajikan pada hari perayaan atau upacara lain, misalnya Idul Adha dan acara-acara adat di Aceh. Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, camilan dapat Anda jumpai di pasar, warung, sampai rumah makan.

Dari segi komposisi bahan, timpan memerlukan dua jenis adonan, yakni adonan kulit dan isian. Bahan-bahan untuk adonan kulit mencakup tepung ketan putih, santan kental atau kanil, garam, air kapur sirih, dan pisang raja. Sementara untuk isiannya diperlukan tepung terigu, telur, santan, nangka, gula, garam, kelapa parut, dan daun pandan.

Belakangan, masyarakat Aceh telah memvariasikan isi timpan supaya lebih menarik minat para wisatawan maupun generasi muda. Beberapa di antaranya adalah rasa kelapa, durian, srikaya, dan labu. Malahan ada yang menyertakan isian dalam bentuk potongan buah seperti nangka untuk memperkuat aromanya.

Setelah selesai dibuat, kedua adonan akan ditata serapi mungkin dalam daun pisang. Kemudian, adonan kue dikukus sampai matang. Anda dapat menyantap timphan bersama secangkir teh atau kopi. Penganan ini pun dapat ditemukan di sentra oleh-oleh untuk dibawa pulang.

Lihat Juga:

  • 2. Samaloyang

Menyajikan kue khas Aceh seperti samaloyang pada Idul Fitri sudah menjadi tradisi yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat. Sekilas, bentuknya menyerupai kue kembang goyang khas Betawi, tetapi tentunya kudapan ini memiliki ciri khas tersendiri.

Dikenal juga sebagai kembang loyang, kue tradisional tersebut merupakan salah satu peninggalan indatu (nenek moyang) di Aceh. Uniknya, camilan ini bisa divariasikan dari segi rasa maupun bentuk. Anda dapat menjumpai kue yang dibuat manis dan pedas sesuai selera. Sementara bentuknya bisa dibuat menjadi segitiga, segi empat, segi lima, maupun bulat. 

Lihat Juga:

Bahan-bahan yang dipakai pun mudah dijumpai di pasar tradisional maupun supermarket. Di antaranya tepung beras, santan, gula pasir halus, telur, dan garam. Satu hal yang membuat tahap pembuatannya spesial adalah adanya cetakan yang digunakan seperti kue kembang goyang.

Pada samaloyang atau kembang loyang, cetakan tersebut dinamakan bruek samaloyang. Jenis material yang digunakan adalah tembaga yang tahan akan panas dengan bentuk bunga. Kemudian, terdapat pegangan yang memudahkan Anda untuk mencetak dan memasaknya.

Untuk mengolahnya, campurkan bahan-bahan yang disebutkan tadi ke dalam wajan dan aduk sampai membentuk adonan kue. Pastikan teksturnya tak terlalu lengket atau encer supaya bisa menempel pada cetakan serta mendapatkan bentuk yang bagus.

Kemudian, panaskan wajan (pilih yang bentuknya tak terlalu melengkung). Siapkan bruek samaloyang dan pastikan tak ada bekas adonan atau kotoran pada permukaannya supaya kue matang dengan sempurna. Selanjutnya, cetakan dicelupkan ke dalam adonan tepung untuk dimasukkan ke dalam minyak mendidih.

Tunggu sampai adonan mengeras untuk dilepaskan dari cetakan. Biarkan sampai berubah warna menjadi cokelat keemasan dan matang. Angkat perlahan sebelum warnanya menggelap. Supaya lebih mudah dalam menata kue, siapkan wadah beralaskan tisu atau kertas yang dapat menyerap minyak.

Setelah selesai memasak kembang loyang, bruek samaloyang sebaiknya langsung dibersihkan. Caranya cukup mudah, yakni dengan mengoleskan minyak kelapa untuk mencegah karat. Simpan cetakan dengan cara digantung untuk memudahkan pemakaian pada produksi samaloyang di kesempatan berikutnya.

Lihat Juga:

  • 3. Keukarah

Keukarah merupakan salah satu kue khas Aceh yang dijamin dapat memanjakan mata dan lidah banyak orang. Hal ini terlihat dari teksturnya yang berjaring dengan rasa manis renyah yang kerap membuat ketagihan. Seperti makanan tradisional lain dari daerah ini, kudapan ini digunakan untuk acara-acara spesial, termasuk hantaran pernikahan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki.

Kabar baiknya, menemukan kue keukarah tak perlu sampai menunggu hajat tertentu. Masyarakat sudah menjualnya di pasar-pasar tradisional. Ada pula yang menjajakannya sebagai oleh-oleh bagi wisatawan yang berkunjung ke Aceh.

Lihat Juga:

Kerenyahan yang menjadi ciri khas camilan berjaring ini tak terlepas dari bahan-bahannya. Hanya ada tiga jenis bahan yang digunakan, antara lain tepung beras, gula, serta air. Namun, menakarnya tak boleh sembarangan untuk menghasilkan tekstur rapuh dan renyah.

Kemudian saat memasak keukarah, masyarakat Aceh memakai cetakan khusus yang dibuat dari batok kelapa dengan lubang di bagian bawah. Sementara di bagian atas terdapat bambu melintang sebagai pegangan. 

Kemudian, adonan akan diisikan ke dalam cetak untuk diputar-putar di atas wajan yang telah dipanaskan. Jika dilakukan dengan tepat, adonan yang menetes dari lubang akan membentuk jaring.

Maka dari itu, orang-orang yang dipercaya membuat kue keukarah harus menguasai keterampilan khusus. Beberapa di antaranya mendapatkan keahlian tersebut secara turun menurun. Konsentrasi tinggi dan ketelitian adalah salah dua kemampuan yang perlu mereka asah sebelum benar-benar mampu menghasilkan jaring-jaring kue yang rapat dan konsisten dan anti-gosong.

Keunikan ini pula yang membuat kue keukarah mampu bertahan di tengah gempuran kue-kue modern. Banyak wisatawan yang sengaja datang ke Aceh untuk mencobanya langsung dan melihat proses pembuatannya untuk dipraktikan secara mandiri di rumah.

Kue yang kadang disebut juga sebagai sarang burung ini umumnya dijual dalam dua rasa, yakni original serta wijen. Produksi keukarah juga akan mengalami peningkatan signifikan menjelang hari perayaan besar seperti Idul Fitri. Seperti kudapan lainnya, kue ini cocok disajikan sebagai jamuan bersama secangkir kopi atau teh hangat.

Lihat Juga:

  • 4. Adee

Adee adalah kue khas Aceh yang wajib dicicipi saat mampir ke Kabupaten Pidie Jaya. Kudapan tradisional yang kerap disebut sebagai bika atau bingka singkong ini umum ditemukan saat melewati jalur Banda Aceh-Medan maupun sebaliknya. Daerah Meureudu adalah kawasan yang patut disambangi untuk menikmati langsung kelezatan makanan tradisional ini.

Bukan tanpa alasan kue adee menjadi ikon kuliner di Pidie Jaya. Perpaduan teksturnya yang manis dan kenyal memberikan sensasi yang sulit dilupakan bagi yang menikmati. Belum lagi aroma manis yang berpadu dengan bawang goreng yang menciptakan wangi khas yang mudah diingat.

Lihat Juga:

Kombinasi tersebut muncul berkat bahan-bahan yang digunakan. Singkong adalah bahan utama yang dipakai untuk membentuk adonan, tetapi sekarang ada juga yang mengolahnya dengan tepung atau ubi. Komponen lainnya yang terdapat pada resep adalah telur ayam, bawang merah, santan kental, gula pasir, garam, vanili, air, dan margarin.

Dalam pembuatan adee, singkong perlu diparut halus, sementara bawang goreng diiris halus dan digoreng untuk menghasilkan wangi khas. Kemudian, telur, bersama santan dan vanili, dikocok rata, sedangkan gula direbus sampai meleleh bersama mentega. Campuran inilah yang nantinya dimasukkan ke dalam parutan singkong.

Adonan singkong yang sudah rata dan didinginkan lantas dicampurkan bersama telur santan, lalu diaduk sebelum memasuki tahap akhir. Untuk memanggangnya diperlukan oven yang dipanaskan selama 15 menit terlebih dahulu. Taburkan bawang goreng pada adonan sebelum dimasukkan.

Adonan kue adee perlu dipanggang selama kurang lebih 40 menit. Sesekali, adonan kue ditusuk untuk memastikan permukaannya tidak basah. Hal ini pula yang membuatnya beda dari bika ambon walau warna dan bentuknya sekilas mirip.

Setelah adonan matang, keluarkan kue adee dan tiriskan sejenak. Kue dapat dipotong sesuai keinginan dan selera. Masyarakat Aceh biasanya menyajikan kudapan ini bersama secangkir teh hangat atau kopi supaya semakin nikmat.

Popularitasnya pun membuat adee dipasarkan di luar Aceh. Jadi, konsumen dapat membelinya dengan mudah tanpa perlu terbang jauh-jauh ke Kabupaten Pidie Jaya.

Lihat Juga:

  • 5. Bhoi

Menelusuri ragam kue khas Aceh belum lengkap tanpa membahas bhoi. Penganan tradisional ini terbilang menarik karena dijual dalam bentuk variatif dari hewan, bunga, sampai bintang. Teksturnya yang lembut pun membuatnya sering kali dijuluki sebagai bolu kering.

Kue bhoi konon sudah eksis selama ratusan tahun di Aceh, menjadikannya salah satu camilan yang ditemukan di beberapa acara penting. Dalam tradisi pernikahan, misalnya, kue ini dijadikan sebagai seserahan dari mempelai pria kepada mempelai perempuan. 

Lihat Juga:

Ada pula yang menjadikan kue tersebut sebagai buah tangan saat berkunjung ke rumah saudara. Pada beberapa kesempatan, kudapan ini dijadikan jamuan pada acara kelahiran dan khitan.

Pembuatan kue bhoi pun terbilang mudah dan mirip bolu kebanyakan. Bahan-bahan yang harus disiapkan tepung terigu, telur, vanili, gula pasir, dan soda kue. Meski gampang ditemukan, proses pembuatan kue ini memerlukan kesabaran dan keuletan.

Pada pengocokan adonan diperlukan konsistensi yang tepat untuk mendapatkan tekstur bhoi yang diharapkan. Kemudian, adonan harus dimasukkan ke dalam cetakan yang terbuat dari kuningan atau besi sebelum kemudian dipanggang sampai matang. 

Cetakan ini pula yang membuat tekstur luarnya kasar, tetapi bagian dalamnya tetap lembut. Frekuensi pemakaiannya pun mempengaruhi kualitas dan tingkat kelengketan adonan.

Selain itu, beberapa pembuat kue bhoi masih menggunakan api dari kayu alih-alih oven listrik. Tujuannya adalah untuk memberikan aroma khas di bagian luar dengan tekstur yang agar crunchy. Rasa manisnya juga tak berlebihan, sehingga tak akan membuat gigi sakit atau ngilu.

Jika diproses dengan bahan serta pengolahan yang tepat, kue bhoi mampu bertahan sampai hitungan bulan. Hal ini disebabkan adanya gula yang berperan sebagai pemanis sekaligus pengawet alami. Faktor lain seperti pengemasan turut berpengaruh pada daya tahan camilan.

Kendati dapat ditemukan di sejumlah sentra oleh-oleh, keberadaan bhoi sebenarnya perlahan mulai langka. Wisatawan yang ingin mendapatkan kue dengan cita rasa asli pembuatan dengan proses tradisional biasanya akan datang langsung ke rumah keluarga yang memproduksinya secara turun menurun.

Lihat Juga:

  • 6. Meuseukat

Meuseukat hadir sebagai kue khas Aceh dalam bentuk dodol. Dalam bahasa Aceh, nama kudapan tersebut berarti ‘ulee’ alias ‘kepala’. Ukiran cantik pada permukaannya yang berbentuk aneka bunga atau pintu Aceh yang menawan pun menjadi aspek lain yang membuatnya menonjol dibandingkan dodol-dodol dari daerah lain.

Meski demikian, dodol meuseukat masih memakai bahan-bahan standar seperti tepung terigu, mentega, air, nanas, gula, dan air jeruk. Hanya saja untuk membentuk dodol bulat besar ini butuh kesabaran dan ketelitian demi mendapatkan kekenyalan yang tepat. 

Lihat Juga:

Untuk mengolahnya, bahan-bahan seperti air jeruk dan nanas disaring untuk mencegah adonan berserat dan sulit diolah. Kemudian, tepung terigu dan mentega dicampurkan bersama air gula. Pada tahap berikutnya, adonan dimasak dengan cara diaduk dalam api kecil. Durasi yang dibutuhkan sampai campuran ini mengental adalah sekitar dua jam.

Kemudian saat meuseukat sudah matang, adonan akan dituangkan ke wadah beralas plastik agar tidak lengket dan mudah dipotong. Warna putih kekuningan yang berasal dari tepun terigu dan nanas pun akan memberikan tampilan menarik. Jadi, dodol ini tak perlu memakai pewarna tambahan.

Dodol meuseukat bagi masyarakat Aceh memiliki filosofi mendalam. Pasalnya, penganan ini melambangkan kejernihan penduduknya yang memuliakan tamu. Entah saat menjaga perilaku maupun menyajikan jamuan makan. Maka dari itu pula dodol ini berada di posisi tertinggi kudapan tradisional lain.

Posisinya yang tinggi membuat dodol meuseukat hadir dalam acara adat atau momen khusus, terutama yang melibatkan kehadiran tamu. Sebut saja pesta pernikahan, Idulfitri, dan Iduladha. Tak hanya itu, kue ini dijadikan hantaran untuk menjemput pengantin perempuan (tueng dara baro) setelah pernikahan ke rumah pengantin pria (linto baro).

Dulu, orang-orang harus pergi ke Desa Lambung di sekitar Pantai Ulee Lheue untuk memperoleh meusekat terbaik. Sayangnya, tsunami pada 2004 membuat sentranya berpencar ke beberapa lokasi seperti Darussalam dan Lampisang. Meski dodol ini bisa ditemukan juga di toko, pembeli harus memesannya terlebih dulu mengingat durasi pembuatannya yang lama.

Lihat Juga:

  • 7. Dodol

Tak hanya di Jawa, dodol dapat ditemukan di Sumatra sebagai salah satu kue khas Aceh. Dari teksturnya memang tak jauh berbeda, sama-sama kenyal dan padat. Namun, terdapat variasi yang dikembangkan maupun diturunkan dari satu generasi ke generasi yang membuatnya unik.

Sebut saja meuseukat yang disebut-sebut sebagai jenis dodol yang menempati kasta tertinggi di kalangan kudapan. Selain karena pembuatannya yang lama, kue ini dihiasi ukiran yang rumit pada bagian permukaan dengan bentuk bunga-bungaan dan pintu Aceh yang khas.

Lihat Juga:

Dodol khas Aceh pun sudah menjadi bagian dari adat dan tradisi masyarakat setempat. Misalnya sebagai hantaran pernikahan yang sudah dilakukan sejak lama. Di era modern, camilan manis dan lembut ini lebih mudah ditemukan sebagai jamuan tamu hingga oleh-oleh untuk wisatawan.

Hal menarik lainnya yang dapat ditemukan pada dodol di Aceh adalah pemakaian buah-buahan. Selain nanas, masyarakat juga menggunakan kelapa hingga durian untuk memperkaya cita rasanya. Begitu pula warnanya tak terbatas pada cokelat tua. Wisatawan juga akan menemukan dodol khas Aceh berwarna putih dan cokelat muda.

Sementara dari bahan dan prosesnya hampir sama dengan dodol-dodol dari daerah lain. Tepung beras, tepung ketan, gula merah, santan (kental dan cair), garam, dan daun pandan adalah bahan-bahan yang umum dipakai. Namun, ada juga yang hanya memakai salah satu jenis tepung atau ditambah buah-buahan berdasarkan resep dan jenisnya. 

Proses pembuatan dimulai dari pencampuran santan bersama garam, gula merah, serta daun pandan untuk didihkan. Kemudian, tepung dimasukkan hingga merata. Campuran ini dituangkan ke rebusan santan dan gula untuk kemudian diaduk hingga matang serta mengental. 

Adonan dodol lantas dituangkan ke loyang yang dialasi daun pisang (atau kertas khusus) untuk diratakan dan didinginkan. Daun pisang biasanya digunakan untuk memberikan aroma khas. Lalu kudapan tersebut bisa dipotong sesuai selera.

Beberapa dodol dapat ditemukan di toko dan sentra oleh-oleh di Aceh. Namun ada juga yang harus dipesan karena tahap pengolahan yang lebih rumit.

Lihat Juga:

  • 8. Kue Pia Sabang

Kue pia menjadi jajanan paling favorit yang memiliki banyak fungsi. Tidak heran apabila banyak yang mencarinya, bahkan untuk menemukan kue satu ini tidaklah sulit. Kue manis yang satu ini bisa ditemukan di mana pun, salah satunya di kota Sabang atau Aceh. Ya, Anda bisa mendapatkan kue khas Aceh di toko oleh-oleh saat berkunjung ke negeri Sabang. Kue pia khas Aceh ini pun sangat populer di kalangan para wisatawan. 

Bagi wisatawan, lokal maupun mancanegara, kue pia Sabang menjadi makanan yang paling dicari saat berlibur ke tempat dimulainya titik nol kilometer Indonesia. Ya, Aceh terkenal juga dengan pemandangan bawah lautnya yang indah sehingga banyak wisatawan yang berkunjung. Kue pia sendiri adalah jajanan yang berasal dari dataran Tionghoa atau China. 

Lihat Juga:

Umumnya, kue ini dibuat dari berbagai campuran dan tersedia dalam varian rasa, mulai dari kacang hijau, gula, dan lainnya yang kemudian dibungkus dengan tepung hingga dipanggang. Istilah kue ini sendiri diambil dari dialek Hokkian yang mempunyai arti roti berisi daging. Kemudian berkembang di beberapa daerah di Indonesia dan mulai dikenal dengan nama pia.

Seperti yang kita ketahui, pia menjadi ikon oleh-oleh terkenal dari Yogyakarta. Di mana hampir setiap toko menjual jajanan yang satu ini. Padahal, Oia berasal dari Cina yang kemudian mendapat akulturasi dari budaya Tionghoa dan Jawa. Nama asli kue ini pun terdengar unik, yaitu Tou Luk Pia. Awalnya dibawa oleh pendatang Tiongkok pada tahun 1940-an, yaitu Kwik Sun Kwok. Seiring perkembangannya, pia yang awalnya berisi daging dari minyak babi, kini menjadi berisi kacang hijau dan lainnya. Serta dibuat dengan berbagai versi di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya Sabang-Aceh.

Untuk Anda yang sedang berlibur di Aceh, tidak perlu bingung mencari kue legit yang satu ini. Anda bisa menemukan kue pia ini dengan mudah di toko atau kedai makanan yang berlokasi di Banda Aceh. Tidak ada salahnya menjadikan pie sebagai buah tangan untuk orang terdekat setelah berlibur ke pulau Sabang ini. Apalagi pia tersedia dalam berbagai variasi, yaitu coklat, kacang hijau, durian, dan masih banyak lagi. Tak hanya sebagai oleh-oleh, Anda juga bisa menjadikannya camilan yang bisa dinikmati bersama kopi, teh, atau lainnya saat bersantai. 

Lihat Juga:

  • 9. Bungong Kayee

Dari namanya, pasti tahu kalau makanan yang satu ini adalah kue khas Aceh. Kue kering yang satu ini pun memiliki keunikan tersendiri, yaitu bentuknya yang mirip bunga dengan warna putih pucat serta dua bagian kelopak yang berwarna hijau dan merah. Bungong Kayee mempunyai tekstur keras tapi rasanya sangat manis. 

Bunga kayu atau dalam bahasa Acehnya bungong kayee adalah jajanan tradisional yang bisa Anda jumpai di pantai barat Aceh. Tak hanya berbentuk bunga, kue ini juga ada dalam bentuk daun. Umumnya, kue kering atau yang disebut peunajoh tho ini berlapis gula. Dari bentuk yang cantik dan rasanya yang manis, tidak heran apabila kue kering ini sering menjadi hantaran di prosesi pernikahan dan kegiatan adat lainnya.

Bunga kayu ini sendiri terbuat dari beras ketan, kanji, telur, gula, serta pewarna makanan. Cara membuatnya adalah dengan mencampur bahan, lalu menguleni adonan sampai Kalis. Kemudian, adonan tersebut digiling tipis menggunakan tangan dan dibentuk seperti bunga.

Tak lupa pemberian pewarna makanan di bagian lekukan kue, biasanya berwarna hijau dan kuning. Lalu, adonan yang sudah dibentuk dan diolesi pewarna makanan akan digoreng. Eits, tetapi ingat minyaknya tak boleh terlalu panas. Aduk-aduk kue sampai mengambang perlahan, lali tiriskan. Kemudian, goreng kembali dalam minyak panas sampai kering. Setelah itu, tiriskan kue sampai dingin.

Anda bisa melapisi kue dengan gula, yaitu dengan mencampur air serta gula yang dimasak dalam wajan penggorengan hingga mengental. Setelah kue ditiriskan, Anda bisa mencelupkannya pada larutan gula tersebut, kemudian angkat dan diamkan sampai kering.

Di masa sekarang, tak banyak yang membuat kue tradisional satu ini. Selain jarang peminatnya, juga karena pembuatannya yang cukup rumit. Apalagi setiap kuntum harus ditekuk serta diwarnai satu per satu. Tentunya, untuk yang memilih kue ini untuk suatu acara perlu memesannya jauh-jauh hari.

Biasanya, kue bungong Kayee disusun dalam baki sehingga terlihat rapi dan cantik. Anda pun tidak perlu risau saat ingin mencicipinya, karena tersedia di toko kue tradisional di Aceh. Untuk harganya cukup bervariasi, tergantung isi setiap paketnya.

  • 10. Wajit

Kue Wajit ketan, orang Jawa mana yang tidak mengenalnya? Ya, hampir di setiap acara di Jawa kue basah yang satu ini ada. Begitu pula di Aceh yang memiliki keunikan tersendiri. Kue khas Aceh yang satu ini mempunyai rasa manis legit yang membuatnya masih digemari sampai sekarang.

Kue Wajik Aceh sendiri berbahan dasar ketan yang dicampur dengan gula aren serta kelapa. Lalu, dibungkus dengan daun jagung yang membuatnya memiliki citarasa khas. Tidak heran apabila banyak yang menjadikannya sebagai oleh-oleh. Walaupun sudah tersaingi oleh berbagai makanan, wajit masih tetap populer. Bahkan ada warisan resep serta cara membuatnya secara turun menurun sehingga tetap terjaga keaslian rasanya. 

Nah, Wajit sendiri dicetuskan oleh Haji Siti Romlah. Diceritakan bahwa wajik ini mulanya ada di Cililin yang merupakan wilayah kaya akan beras. Hingga suatu hari terjadi kelebihan syok beras ketan karena masyarakat lebih banyak mengonsumsi beras biasa dibandingkan beras ketan. Itulah yang menginspirasi masyarakat untuk membuat hidangan baru dari beras ketan, yaitu dengan mencampurkan beras ketan, gula aren, serta kelapa. 

Awalnya, jajanan yang satu ini belum dikenal sebagai wajit, tetapi disebut sebagai ketan gulaan. Sampai muncul nama Wajit saat di suatu pesta pernikahan seorang tamu dari Jawa mencicipinya. 

Sampai sekarang Wajit atau Wajik pun semakin bervariasi dalam pembuatannya. Sementara di Aceh lebih dikenal dengan nama Baje’uek, jajanan ini pun sering dihidangkan dalam acara besar di Aceh. Alih-alih mencarinya di toko oleh-oleh atau mengharap ada acara besar, Anda bisa membuatnya sendiri dengan langkah-langkah ini!

Untuk membuatnya, Anda perlu menyiapkan bahan, untuk setengah kilogram ketan putih atau 500 gram, tambahkan 600 mili santan, 250 gram gula aren, tiga sendok makan gula pasir, setengah sendok teh garam, dan selembar daun pandan. Pertama-tama, cuci beras ketan sampai bersih, kemudian tiriskan. 

Setelah itu, rendam ketan dengan air dingin selama dua jam, lalu tiriskan sampai kering. Begitu tiris, kukus ketan dengan kukusan panas sampai setengah matang atau sekitar tiga puluh menit. Kemudian angkat dan masak bersama santan, daun pandan, gula merah yang disisir, gula pasir, serta garam. Masak sampai mendidih, lalu angkat.

Eits, tapi jangan lupa untuk sering mengaduk santan panas dan ketan setengah masak sampai santannya habis, ya! Lalu, biarkan beberapa menit sebelum mengukusnya kembali selama setengah jam sampai lunak. Setelah lunak, angkat dan tuangkan ke loyang segi empat yang sudah diolesi sedikit minyak sayur atau beli alas plastik/daun. Tekan adonan sampai padat serta rata, kalau dinginkan. Begitu dingin, Anda bisa memotongnya berbentuk wajik atau belah ketupat, kemudian disajikan. Wajit sudah bisa dicicipi rasa manis legitnya, nih!

  • 11. Ruti Cane

Nusantara memiliki banyak sekali kuliner khas yang bisa anda nikmati baik sendiri maupun bersama. Salah satu kota dengan kuliner terbaik di Indonesia yaitu Banda Aceh, Provinsi Aceh. Kota ini menawarkan berbagai makanan yang mencerminkan keanekaragaman budaya suku Aceh dan pengaruh kekayaan kuliner hasil percampuran berbagai budaya termasuk Melayu, Tionghoa, dan India.

Salah satu hidangan khas yang tidak boleh dilewatkan adalah ruti cane. ruti cane, yang juga dikenal sebagai roti prata atau paratha di berbagai negara, merupakan sejenis ruti pipih yang dipengaruhi oleh budaya kuliner India.

Asal Usul Ruti Cane Makanan Khas Aceh 

Ruti cane dikenal sebagai salah satu makanan khas yang berasal dari Pakistan dan India, dimana menjadi makanan pokok masyarakat setempat  selama berabad-abad. Kata Cane berasal dari bahasa India yang diartikan sebagai roti pipih. Ketika penduduk keturunan India bermigrasi ke Asia mereka membawa resep kue ini dan akhirnya mulai dikenal di Indonesia. 

Ruti cane mulai diperkenalkan di Aceh dibawa pedagang muslim yang bermigrasi dari India di abad 17 dan kemudian menetap dan bercampur dengan penduduk lokal. Dimana komunitas ini dengan mudah memperkenalkan dan mempopulerkan masakan India termasuk ruti cane. Jenis kue ini menjadi sangat populer dan bahkan diadopsi menjadi kue khas Aceh.

Keunikan Ruti Cane Makanan Khas Aceh  

Terdapat beberapa keunikan yang bisa Anda temukan di ruti cane makanan khas yangsatu ini. Diantaranya sebagai berikut: 

  • Proses Pembuatan Ruti Cane 

Salah satu keunikan ruti cane terletak pada proses pembuatannya. Adonan ruti, yang terdiri dari tepung terigu, air, garam, dan sedikit minyak, diuleni hingga elastis. Kemudian, adonan ini dipipihkan dan dilipat berulang kali sebelum akhirnya digoreng di atas wajan datar dengan minyak atau margarin. 

  • Pengaruh Multikultural India, Pakistan, Lokal 

Keunikan lain dari ruti cane di Aceh adalah pengaruh multikultural yang tercermin dalam berbagai cara penyajiannya. Pengaruh Melayu dapat dilihat dari penggunaan bumbu-bumbu lokal dan cara penyajian yang beragam. 

Misalnya, roti cane bisa disajikan dengan lauk khas Aceh yang pedas, menambah cita rasa unik yang berbeda dari versi aslinya di India.

  • Varian Dan Penyajian Ruti Cane 

Di Aceh, ruti cane disajikan dengan berbagai macam lauk dan pelengkap yang memberikan sentuhan lokal yang khas. Beberapa varian populer antara lain ruti cane kari kambing, yang disajikan dengan kari kambing kaya rempah-rempah dan sangat digemari oleh masyarakat Aceh. 

Sekian pembahasan mengenai keunikan yang dimiliki oleh ruti cane, kue khas Aceh. Roti ini sangat enak untuk Anda coba, Bagaimana, penasaran bukan dengan rasa makanan khas yang satu ini? yuk cobain sekarang. 

  • 12. Apam

Saking kayanya masakan nusantara, banyak sekali makanan lezat zaman dulu yang dilupakan oleh generasi sekarang. Salah satunya yaitu Apam. Mungkin anda baru mendengarnya kali ini? yap. Memang tidak heran jika anda baru mendengarnya. 

Kue Apam merupakan kue khas Aceh yang merupakan sebagian dari tradisi kuliner kota tersebut. Dimana memiliki beberapa keunikan dibandingkan dengan makanan lainnya yang membuatnya sangat dinikmati. Dalam artikel ini akan dibahas selengkapnya mengenai asal usul dan keunikan kue Apam yang jarang diketahui orang banyak. Sebagai berikut: 

Asal Usul Kue Apam Khas Aceh 

Kue Apam memiliki akar budaya yang berasal dari India, yang telah membawa pengaruh signifikan terhadap kuliner khas Aceh. Meskipun demikian, di Aceh, Kue Apam telah mengalami berbagai penyesuaian agar sesuai dengan cita rasa dan bahan-bahan lokal. 

Kue ini dibuat dari adonan yang mengandung tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air. Setelah adonan siap, ia dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil. Proses memasak yang lambat ini menghasilkan Kue Apam dengan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih, menjadikannya salah satu camilan yang disukai di Aceh.

Keunikan Kue Apam Khas Aceh 

Keunikan Kue Apam terletak pada metode pembuatannya serta variasi rasa yang tersedia. Proses pembuatan Kue Apam melibatkan pencampuran tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air untuk membentuk adonan. 

Adonan ini kemudian dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil, menghasilkan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih. Selain metode pembuatannya, keunikan Kue Apam juga terlihat dari berbagai variasi rasa yang bisa dinikmati. 

Kue Apam dapat disajikan dengan aneka bumbu dan topping, seperti kari ayam atau durian, gula pasir, dan coklat, menawarkan pengalaman kuliner yang beragam dan memuaskan.

Ciri Khas Kue Apam Khas Aceh 

Ciri khas Kue Apam terletak pada rasa dan teksturnya yang istimewa. Kue ini memiliki rasa gurih dan tekstur lembut yang tidak keras. Tekstur lembutnya membuat Kue Apam mudah dihancurkan dan nyaman disantap. Kelezatan rasa gurihnya menjadikan Kue Apam sangat digemari oleh masyarakat.

Demikian pembahasan mengenai asal-usul dan keunikan yang dimiliki oleh Kue Apam khas Aceh. Jangan sampai lewatkan kelezatannya. Anda harus cobain sekarang juga agar tidak menyesal! 

  • 13. Pulot

Aceh menjadi salah satu wilayah Indonesia yang kaya akan keindahan alamnya. Namun, jangan salah! selain keindahan alam, anda juga bisa menemukan makanan khas yang banyak diminati masyarakat. Salah satunya yaitu Pulot

Bagi anda yang penasaran dengan makanan satu ini, simak penjelasan berikut dimana akan memberikan gambaran mengenai asal-usul Pulot dan juga ciri khas yang membedakan dengan makanan Kue Khas Aceh lainnya. Simak penjelasan berikut ini: 

Sejarah Pulot Makanan Khas Aceh 

Pulot adalah makanan tradisional yang berasal dari Aceh, sebuah provinsi di Indonesia yang terkenal dengan budayanya yang unik dan khas, berbeda dari daerah lain di Indonesia. Pulot dibuat dari adonan yang terdiri dari campuran tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air. 

Setelah adonan siap, adonan ini kemudian dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil. Metode memasak ini menghasilkan Pulot dengan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih, membuatnya menjadi makanan yang digemari oleh banyak orang.

Ciri Khas Pulot Makanan Khas Aceh 

Keunikan Pulot terletak pada metode pembuatannya dan berbagai variasi rasa yang bisa dinikmati. Proses pembuatan Pulot melibatkan pencampuran bahan-bahan seperti tepung terigu, gula, garam, kuning telur, dan air untuk membuat adonan.

Adonan ini kemudian dimasak di atas teflon atau wajan anti lengket dengan api kecil, menghasilkan tekstur yang lembut dan rasa yang gurih. Selain metode pembuatannya, keistimewaan Pulot juga terletak pada variasi rasa yang ditawarkan. 

Pulot dapat disajikan dengan berbagai bumbu dan topping, seperti kari ayam atau durian, gula pasir, dan cokelat. Keanekaragaman ini memungkinkan Pulot disajikan untuk memenuhi berbagai selera dan kebutuhan, menjadikannya makanan yang serbaguna dan digemari oleh banyak orang.

Dengan metode pembuatan yang khas dan berbagai variasi rasa yang tersedia, Pulot telah menjadi makanan yang sangat digemari. Di Aceh, Pulot telah diadaptasi menggunakan rasa dan bahan-bahan lokal, sehingga menjadi bagian integral dari tradisi kuliner daerah tersebut. 

Sekian pembahasan mengenai asal-usul dan ciri khas yang harus anda ketahui tentang Pulot. Tentu sebelum memakannya, anda wajib tau hal penting ini agar makannya tambah nikmat dan menambah pengetahuan. Gimana, mau cobain? yuk. 

  • 14. Boh Romrom

Mengunjungi Serambi Aceh, tidak lengkap rasanya jika tidak mencicipi kuliner khas daerah setempat tersebut. Salah satu yang menarik, dan pastinya harus Anda coba, yaitu Boh Romrom. Ini adalah salah satu kudapan favorit bagi warga Aceh, termasuk salah satu menu wajib ketika berbuka puasa tiba.

Fakta unik tentang Boh Romrom

Ada beberapa fakta unik yang perlu Anda ketahui tentang kue khas Aceh yang satu ini, seperti :

  • Termasuk salah satu kudapan yang wajib ada, ketika berbuka puasa tiba.
  • Cocok juga jadi hidangan pada acara hajatan atau ketika bersantai.
  • jika dilihat lintas kudapan yang  satu ini mirip seperti klepon.

Bahan yang harus dipersiapkan

Untuk membuat Boh Romrom ini sendiri tidak sulit. Selain itu, bahannya juga mudah untuk didapat. Adapun bahan yang perlu persiapkan, antara lain :

  • 250  tepung ketan
  • ½ butir kelapa, parut dan kukus bersama garam secukupnya
  • Air untuk merebus
  • Pasta pandan secukupnya
  • Air dingin secukupnya
  • Air panas secukupnya
  • 2 lembar daun pandan

Bahan isian

Bahan isian untuk kue Boh Romrom ini juga mudah untuk Anda dapatkan. Anda hanya perlu mempersiapkan 150  g gula merah, lalu iiris halus.

Cara membuat

Untuk cara membuatnya :

  • Rebus air, dan masukkan daun pandan hingga mendidih.
  • Campur tepung beras ketan dengan air panas. Uleni, sambil sesekali masukkan air dingin ke dalam adonan. Lakukan hingga adonan dapat dibentuk, seperti bola bola kecil. Pastikan adonan tidak terlalu lembek, agar adonan kelak terasa keras dan kenyal.
  • Setelah dirasa kalis dan tidak lengket, campur pasta pandan kedalam adonan  aduk hingga tercampur rata.
  • Bentuk adonan menjadi bulatan bulatan kecil seperti klepon. Beri lubang pada bagian tengah, untuk diberi isian gula merah. Bulatkan kembali, lalu masukkan ke dalam air mendidih yang berisi daun pandan. Ulani proses tersebut, hingga adonan habis.
  • Apabila adonan Boh Romom sudah mengapung, ke permukaan air, itu tandanya, sudah matang. Angkat dan tiriskan adonan tersebut.
  • Gulingkan adonan ke dalam parutan kelapa yang sudah dikukus, hingga adonan tertutup sempurna.

Jika sudah tata Boh Romrom di atas piring, dan sajikan. Sebaiknya tambahkan juga minuman favorit Anda, menemani santap kue yang satu ini! Adapun waktu yang tepat untuk menyantap kue ini, yaitu pada sore hari, atau ketika waktu senggang, pastinya akan sangat nikmat.  

  • 15. Asoe Kaya

Saat berkunjung ke Aceh, Anda wajib coba kue Asoe Kaya. Makanan camilan Aceh ini dikenal juga dengan nama kue Timphan dan cukup legendaris. Berikut adalah bahasan cara membuatnya!

Resep yang akan digunakan berikut dapat hasilkan 15 porsi kue. Berikut penjelasan resep kue khas Aceh ini:

Bahan untuk lapisan luar:

  • 200 gram tepung ketan
  • 2 sendok makan santan kental
  • 1 sendok makan bubuk kapur sirih
  • ¼ sendok teh garam (Masih dapat disesuaikan dengan selera sendiri)
  • 250 gram buah pisang raja yang sudah dikupas dan dihaluskan
  • Daun pisang muda secukupnya untuk bungkus kue
  • Minyak goreng secukupnya untuk olesan

Bahan untuk isian:

  • 2 butir telur
  • 50 milliliter santan kental
  • 100 gram gula
  • 25 gram buah nangka matang yang dipotong halus kecil-kecil
  • ½ sendok teh tepung terigu
  • 1 lembaran daun pandan ukuran sedang
  • 50 gram parutan kelapa
  • ¼ sendok tah vanili

Cara membuat:

  • Langkah pertama mari buat isian Aso Kaya terlebih dahulu. Hal ini dimulai dengan kocok telur bersama gula menggunakan mixer.
  • Setelah gula rata, masukan tepung terigu dan santan dan mixer lagi hingga rata.
  • Berikutnya taruh campuran tadi di atas wajan dengan api kecil sambil diaduk cepat
  • Sambil mengaduk, tambahkan nangka, parutan kelapa, daun pandan dan vanili
  • Aduk terus hingga bahan isi ini mengental mirip selai
  • Sisihkan bahan isi ini agar dingin
  • Berikutnya buat lapisan luar dengan mencampur semua bahan yang sudah disediakan
  • Setelah tercampur rata, oleskan minyak ke daun pisang yang digunakan untuk bungkus
  • Gunakan beberapa sendok campuran adonan lapisan luar dan ratakan di kulit pisang
  • Sendokan isian yang sudah disiapkan tadi di tengahnya hingga terlihat cukup
  • Gulung daun pisang seperti lontong dan ikat
  • Ulangi langkahnya hingga habis semua adonannya
  • Kukus semua kue yang sudah digulung tadi sekitar 10 menit
  • Angkat dan kue sudah siap disajikan.

Sekian bahasan resep kue khas Aceh ini. Mudah-mudahan bahasan ini membuat Anda tertarik coba dan buat sendiri kue Timphan Aso Kaya ini. Selamat mencoba!

  • 16. Ruti Seuop

Ruti Seuop atau yang dikenal juga dengan Roti Seuop adalah makanan sederhana khas Aceh. Secara sederhana, Roti Seuop dapat disamakan dengan puding roti minimalis. Namun, cita rasa yang diberikan jauh lebih gurih dan dapat disajikan dengan aneka topping. 

Walaupun bebas dimodifikasi, ada 5 tips penting yang harus Anda ingat agar tidak gagal membuat resep tradisional kue khas Aceh ini. Mari bahas tipsnya berikut ini!

  • Selalu cicipi campuran ruti seuop sebelum dikukus. Campuran adonan roti seuop wajib dicicipi dulu. Jangan takut cicip walaupun adonan belum matang. Hal ini penting untuk pastikan ukuran gula dan garam yang digunakan sudah sesuai selera.
  • Hindari pake roti mahal. Roti tawar mahal seperti jenis milk bread atau sour dough terkesan lebih enak, tapi tidak cocok sebagai bahan ruti seuop. Cita rasa hidangan khas aceh ini lebih mantap menggunakan roti tawar yang sedikit kering dengan pinggiran cokelat yang tebal.
  • Toping harus sesuai dengan racikan adonan roti seuop. Topping seperti keju, sosis, taburan cincang ayam, buah, cokelat dan selai dapat menjadi pilihan populer hidangan ini. Namun, pastikan anda sesuaikan cita rasa adonan sebelum menggunakan toping tersebut. Adonan yang bertoping manis seperti cokelat dan selai buah, akan lebih cocok ditambah sedikit lebih banyak gula. Sedangkan yang pakai toping keju dan sosis misalnya, lebih baik ditambah sedikit garam.
  • Pastikan pakai mixer untuk hasil optimal. Saat buat adonan, gunakan mixer agar hasil lebih merata. Mencampur adonan secara manual dapat dilakukan, tapi hasilnya terasa kurang mantap. Jika pakai mixer, adonan akan terasa lebih mengembang dan hasilkan tekstur lebih enak saat selesai dikukus.
  • Lebih aman pakai santan instant. Agar cita rasa akhir roti seuop konsisten, lebih baik pakai santan instan saja. Pakai santan perasan sendiri kadang bisa kental, kadang cair dan rasanya bisa berbeda jika kualitas kelapa yang dipakai tidak bagus. Jadi, lebih baik pakai santan instan saja yang rasanya pasti sama.

Sekian bahasan tips untuk buat Ruti Seuop yang lebih spesial dan anti gagal. Mudah-mudahan tips di atas berguna bagi Anda!

  • 17. Serabi

Banyak orang sering bingung dengan hidangan surabi atau serabi di Indonesia. Perbedaan surabi khas Aceh dengan surabi asal Solo dan Bandung menarik dibahas. Berikut adalah perbedaannya!

Surabi asal Aceh dihidangkan dengan guyuran kuah saus khusus. Kue yang disiram juga tidak hanya satu, melainkan banyak kue ukuran kecil. Anda bisa bandingkan hal ini dengan cara makan sereal tapi pakai kue surabi kecil.

Surabi yang digunakan ini ukurannya sebesar sendok makan. Jadi, sekali sendok bisa melahap satu surabi. Keunikan lain dari surabi Aceh adalah teksturnya yang lebih padat. Tekstur ini memastikan surabi tidak hancur walaupun disantap dengan banyak saus kuah.

Kuah yang digunakan pada hidangan ini terbuat dari santan, gula pasir, gula merah, garam, pandan dan mentega. Bisa dibilang mirip kuah kolak tapi dengan sentuhan gurih mentega.

Cita rasa makan kue khas Aceh dengan kuah ini sangat spesial. Anda tidak akan temukan kombinasi kue mirip pancake yang disantap dengan kuah kolak ini selain di Aceh. 

Untuk surabi asal Solo, ciri utamanya adalah bentuk kering dan ukuran besar genggaman tangan. Pada pinggiran surabi Solo terdapat area kering di pinggir. Bentuk ini muncul karena saat menuang adonan, sendok ditempelkan pada pinggir pan memasaknya.

Berbeda dengan serabi Aceh, jenis dari Solo ini disantap hanya dengan toping kering. Biasanya pakai cokelat, selai, keju, potongan pisang, nangka ataupun polos hanya taburan gula pasir.

Untuk surabi asal Bandung, bentuknya mirip dengan jenis dari Solo tapi tanpa pinggiran kering. Surabi ini berukuran besar juga mirip ukuran yang Solo. Walaupun banyak persamaan, cara makan surabi ini berbeda.

Surabi Bandung disajikan dengan saus khusus seperti yang dari Aceh. Bedanya, saus yang digunakan lebih kental dan hanya pakai gula merah, santan kental dan pandan. Saus ini memiliki konsistensi mirip madu kental.

Bisa dibilang surabi asal Bandung disajikan seperti gaya pancake luar negeri. Kue besar yang disiram saus manis, pasti tidak asing jika pernah lihat sarapan ala barat.

Sekian bahasan perbedaan serabi Aceh dengan jenis dari Solo dan Bandung. Mudah-mudahan info di atas menambah wawasan Anda seputar hidangan kue tradisional khas Indonesia!

  • 18. Leupik

Mengunjungi Aceh tidak lengkap rasanya jika tidak merasakan nikmatnya kue khas Aceh. Salah satu kue khas Aceh yang wajib dicoba adalah Leupik. Makanan tradisional ini terbuat dari beras, pisang, dan parutan kelapa. Pisang dikupas lalu dihaluskan kemudian ditambahkan parutan kelapa serta beras yang sudah dicuci bersih. Untuk menambah cita rasa, masyarakat Aceh biasanya menambahkan bumbu penyedap seperti garam dan gula. Perpaduan antara parutan kelapa dan pisang memberikan sensasi rasa gurih pada makanan ini. Semua bahan tadi diaduk hingga merata sebelum dibungkus dengan daun pisang. Ukuran Leupik tidak terlalu besar hanya sekitar 1 hingga 2 sendok makan adonan saja. Sekilas tampilan adonan saat sudah dibungkus mirip dengan otak-otak. 

Setelah semua adonan habis dibungkus daun pisang, adonan tersebut akan dikukus selama beberapa menit hingga matang. Masyarakat Aceh juga menambahkan daun pandan pada kukusan agar aroma Leupik lebih wangi dan menggugah selera. Warna daun pisang yang menjadi pudar menandakan kalau adonan makanan ini sudah matang dan siap disajikan. Leupik bisa dimakan langsung selagi hangat dengan ditambahkan kelapa parut dan ditemani oleh kopi atau teh hangat. Rasanya yang gurih dan legit juga cocok disajikan dengan makanan tradisional Aceh yang berkuah, seperti Kuah Peliek, Masak Mirah, Sie Ruboh, dan lain-lain. Jika dipadukan dengan makanan berkuah tersebut, cita rasa Leupik menjadi mirip dengan lontong namun lebih gurih karena parutan kelapa dan beberapa bumbu tambahan. Karena termasuk makanan tradisional, kuliner khas Aceh ini biasanya disajikan di acara-acara besar, seperti upacara adat, pesta pernikahan, hajatan besar, dan lain-lain.

Biasanya, Leupik masih dimasak secara tradisional menggunakan kayu bakar atau arang untuk menjaga keotentikan rasa dan aroma. Karena sudah tidak terlalu banyak yang memasak makanan ini, Leupik biasanya bisa dijumpai di beberapa warung di Aceh saja. Ada pula beberapa masyarakat Aceh yang masih menerima pesanan pembuatan Leupik hanya untuk acara-acara tertentu saja. Leupik dengan rasa dan bahan yang otentik biasanya hanya bisa ditemukan di desa-desa di Aceh di mana generasi tua masih menjunjung tinggi tradisi, termasuk memasak kuliner tradisional.  

  • 19. Tape Breueh

Momen Idul Fitri belum lengkap tanpa kehadiran kue khas Aceh seperti tape breueh. Seperti jenis kudapan lain di daerah tersebut, tape Aceh ini dulu hanya dijumpai pada hari raya keagamaan. Selain itu, terdapat keunikan yang ditawarkan hidangan tradisional ini dibandingkan yang lain.

Sebenarnya dari segi bahan, tape atau tapai breuh hampir sama dengan jenis tape lainnya di Indonesia. Beras ketan menjadi bahan utama yang difermentasikan untuk menghasilkan cita rasa khas tape. Namun, sebagai pembungkus, masyarakat Aceh tak menggunakan daun pisang, melainkan daun bili atau bemban yang memberikan aroma wangi yang mengundang selera.

Kemudian, sebelum memulai, orang-orang yang terlibat dalam pembuatan tape harus menghindari pantangan-pantangan yang berlaku berdasarkan mitos yang beredar. Apabila ada pelanggaran dan pengolahan terus dilakukan, kualitas tape dipercaya akan menurun. Sampai sekarang, sebagian masyarakat masih menjalankan tradisi tersebut.

Selebihnya, resep dan cara pembuatan tape breueh mudah diikuti, terutama bagi orang-orang yang terbiasa menangani kudapan ini. Di tahap awal, beras ketan (biasanya yang putih) harus dibersihkan sampai air yang dipakai benar-benar bening. Kemudian, rendam beras ketan semalaman.

Keesokan harinya, tape yang dibiarkan semalaman harus dibersihkan lagi memakai air mengalir. Tempatkan dalam wadah baru untuk dikukus sampai matang. Setelah itu, pindahkan ke wadah lain untuk dibilas lagi memakai air bersih. Ketan laku dikukus untuk kali kedua sampai benar-benar matang sebelum masuk ke tahap berikutnya.

Ketan lantas dipindahkan ke wadah dengan ukuran lebih lebar supaya cepat dingin. Kadang masyarakat membantu dengan mengipas-ngipasinya. Sambil menunggu suhu ketan mendingin, ragi akan dihaluskan hingga membentuk serbuk halus. Bahan tersebut lantas ditaburkan secara merata pada permukaan ketan. Hindari penggunaan gula atau pemanis lain yang berisiko membuat ketan masam.

Pada tahap akhir, tape breueh dibungkus menggunakan daun bili sesuai bentuk yang diinginkan (umumnya bulat). Kudapan lantas ditata rapi dalam wadah dan didiamkan dua hari dua malam di tempat yang tak terkena matahari langsung. Setelah itu, tape siap disajikan. 

  • 20. Tape Ubi

Terbuat dari singkong sebagai bahan utama, tape ubi merupakan kue khas Aceh yang menawarkan kenikmatan tersendiri. Kudapan ini merupakan buah tangan yang dibuat masyarakat Gampong Beusa yang tinggal di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. Bahkan jenis tape ini sering dipakai untuk campuran timphan tape.

Keberadaan camilan yang dikenal juga sebagai tape ubi jalar ini semakin mudah dijumpai saat Ramadan berlangsung. Hal ini disebabkan tingginya permintaan konsumen yang ingin menjadikan camilan ini sebagai teman berbuka puasa (takjil). Maka tak heran bila sejumlah pengusaha tape kecipratan untung besar dari pembuatan ribuan tape setiap hari.

Faktor lain yang membuat jens tape ini populer di Gampong Beusa adalah selera masyarakatnya. Mereka lebih menyukai tape yang terbuat dari singkong ketimbang beras ketan. Teksturnya yang lembut dan rasa lebih manis menjadikannya makanan ringan favorit. Tak hanya itu, singkong pun masih dijadikan bahan baku keripik saat permintaan tape tak tinggi di luar bulan puasa.

Dari resepnya, tape ubi hanya memakai tiga bahan: singkong atau ubi jalar, ragi tape, dan daun pisang sebagai pembungkus. Singkong yang telah dipotong-potong dan direbus lantas ditaburi ragi yang dibuat bubuk untuk kemudian disimpan rapat dalam ember selama 3-4 hari. 

Tape yang matang sempurna akan mengeluarkan hawa panas dengan cita rasa manis yang agak asam. Namun, ada kalanya kudapan ini gagal difermentasi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah singkong yang belum mencapai tingkat kematangan yang diharapkan (3/4 matang) saat direbus. Kemudian, singkong belum dalam keadaan dingin saat ditaburi ragi.

Adapun tips yang disarankan agar singkong jadi 3/4 matang adalah tak menyentuhkan dengan tangan. Tujuannya adalah mencegah kontaminasi bakteri yang dapat menurunkan kualitas bahan tersebut. Dianjurkan memakai sarung tangan steril serta garpu atau penjepit tangan saat hendak memindahkannya ke wadah lain.

Menyimpan tape ubi yang telah matang sesuai ekspektasi adalah saran lain yang dapat dilakukan. Jadi, rasa maupun teksturnya terjaga dalam waktu yang lebih lama.

Baca Juga:

Itulah daftar kue khas Aceh yang bisa anda coba ketika berkunjung ke Aceh. Jika anda ingin berkeliling Aceh dan mencari beragam kuliner di Aceh, anda bisa memilih paket tour Aceh ataupun juga bisa rental mobil Aceh bersama kami.

13 Senjata Tradisional Aceh, Peninggalan Budaya Aceh

Senjata tradisional Aceh menjadi salah satu peninggalan budaya Aceh yang pada masa dahulu digunakan untuk keperluan peperangan dan keperluan untuk berburu dan melawan binatang buas, mempertahan diri hingga keperluan sehari-hari. Aceh merupakan salah satu provinsi yang memiliki sejarah yang panjang. Baik pada masa kerajaan hingga masa kolonial Belanda dan Jepang.

Untuk anda yang ingin berwisata ke Aceh, anda dapat memilih paket tour Sabang Aceh dengan agenda liburan yang menarik:

Selain peninggalan budaya seperti rumah adat Aceh yang megah, pakaian adat Aceh dengan motif yang cantik, makanan khas Aceh yang penuh cita rasa, tarian tradisional Aceh hingga senjata tradisional Aceh. Aceh memiliki keragaman budaya, tradisi dan adat. Senjata tradisional Aceh menjadi salah satu ciri khas yang memiliki nilai budaya bagi masyarakat Aceh.

Berikut daftar senjata tradisional Aceh yang menarik untuk anda ketahui:

  • 1. Rencong

Rencong merupakan senjata tradisional Aceh yang eksistensinya dinilai sakral dan menjadi bagian dari budaya yang harus tetap dilestarikan. Tak heran apabila masyarakat masih menggunakannya dalam berbagai acara adat setempat, seperti pernikahan adat Aceh.

Keunikan rencong sebagai senjata legendaris terkenal hingga mancanegara. Meski zaman telah berubah, tetapi desain rencong tidak mengalami perubahan.

Lihat Juga:

Ternyata, bentuk tersebut adalah perlambang dari lafadz bismillah. Mulai dari bentuk gagang yang melekuk dan menebal hingga bagian ujungnya, melambangkan huruf-huruf hijaiyah yang membentuk kalimat basmallah.

Identitas dari provinsi paling barat Indonesia ini adalah perwujudan keinginan Sultan Alauddin Riayat Syah. Beliau memiliki keinginan membuat senjata khas yang mencirikan masyarakat Aceh. Hanya saja, keinginan tersebut belum terwujud hingga beliau wafat.

Barulah pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, cita-cita Sultan Alauddin Riayat Syah menjadi kenyataan. Iskandar Muda berhasil membuat rencong, senjata khas yang sarat akan unsur-unsur Aceh dan agama Islam dengan bantuan pandai besi.

Hingga kini, rencong menjadi identitas diri dan memiliki makna simbolik yang menggambarkan keberanian dan ketangguhan orang Aceh. Penggunaannya pun diperbolehkan untuk masyarakat umum.

Terdapat beberapa jenis rencong. Ada Rencong Pudoi, yaitu rencong tidak sempurna yang berwujud pegangan. Kemudian, ada Rencong Meukure yang hadir dengan gambar hewan, akar kayu, dan bunga pada pisau.

Bila menjumpai rencong dengan desain pegangan memiliki pucuk dan terbuat dari emas, inilah yang bernama rencong Meupucok. Jenis terakhir adalah Rencong Meucugek, yaitu Rencong dengan gagang pegangan berbentuk cugek yang melengkung 90°.

Lihat Juga:

  • 2. Peudeung

Peudeung merupakan senjata tradisional Aceh. Dalam bahasa Aceh, Peudeung mempunyai arti pedang. Pedang khas dari Nanggroe Aceh Darussalam ini menjadi senjata ketika akan menyerang lawan.

Apabila rencong berguna untuk menikam lawan, maka peudeung mempunyai fungsi beriringan dengan fungsi rencong yakni menjadi senjata yang dipakai untuk mencincang atau menetak.

Lihat Juga:

Sesuai dengan daerah asal pedang, di Aceh populer dengan sejumlah macam pedang. Antara lainnya seperti peudeung Habsyah berasal dari Negara Abbesinia, Peudeung Poertugis berasal dari Eropa Barat, Peudeung Turki berasal dari raja- raja Turki.

Sementara jika sesuai dengan bentuk atau bilah mata pedang, masyarakat mengenal beberapa nama-nama pedang. Antara lainnya seperti peudeung on teubee sama seperti pedang yang matanya menyerupai daun tebu. Biasanya pedang ini dibuat sedemikian rupa dengan panjang kira-kira 100 cm. Pada umumnya terbuat dari besi, bentuknya sendiri lebih halus serta lebih kecil daripada peudeung on jok.

Peudeung on jok sesuai dengan namanya yang hampir sama dengan danau enau atau daun nira. Mempunyai bentuk lebih kasar serta tebal daripada peudeung on teubee serta mempunyai panjang sedikit lebih pendek dari peudeung on teubee.

Peudeung menjadi salah satu senjata tradisional Aceh yang populer serta banyak jenisnya. Tentunya jenis peudeung dikelompokkan. Contohnya seperti jenis peudeung sesuai dengan bilah atau bentuk matanya. Senjata peudeung sendiri termasuk senjata yang digunakan di masa lalu oleh para pejuang Aceh ketika ada pertempuran.

Lihat Juga:

  • 3. Reuduh

Reuduh merupakan senjata tradisional Aceh yang bentuknya mirip dengan golok modern. Masyarakat Aceh menggunakannya sebagai senjata jarak dekat yang ringan karena memiliki bentuk fisik ramping dan tipis. Apabila diamati lebih dekat dan cermat, gagang pada senjata ini memiliki motif unik.

Motifnya biasanya terdiri dari ukiran-ukiran khas Aceh dengan bentuk estetik. Motif tersebut juga tidak hanya diciptakan sembarangan. Karena, tujuan dari dibuat motif tersebut adalah untuk menambah kenyamanan penggunanya. Keunikan lain dari senjata ini adalah pada gagangnya berbentuk melengkung.

Lihat Juga:

Bentuk ini dirancang untuk mencegah lepasnya senjata saat digunakan dalam pertempuran. Bentuk melengkungnya ini membuat praktis digunakan oleh pemakainya. Senjata tradisional ini menggabungkan antara fungsi dengan keindahan, mencerminkan kekayaan budaya dan warisan perjuangan masyarakat Aceh. Bobotnya ringan sehingga mudah dibawa kemana-mana.

Bentuk senjata tradisional ini memang cukup panjang. Umumnya panjang keseluruhannya bisa mencapai 60-70 cm. Senjata jarak dekat ini seringkali disamakan dengan Peudeung. Keduanya memiliki beberapa hal yang mirip bila dilihat secara sekilas. Keduanya sama sama digunakan untuk pertarungan jarak dekat.

Selain itu, keduanya berfungsi untuk menebas musuh pada jarak dekat. Namun, dari segi ukurannya, keduanya cukup berbeda. Peudeung memiliki ukuran yang lebih panjang. Bagian berbeda lainnya ada di bagian gagangnya.

Peudeung memiliki bentuk seperti pedang dan memiliki cukup banyak jenis berdasarkan asalnya. Kedua senjata tradisional ini cukup populer dan masih ada yang menggunakannya untuk tujuan lain di masa sekarang. 

Lihat Juga:

  • 4. Siwah

Siwah merupakan salah satu senjata tradisional Aceh, mirip secara fisik dengan rencong. Pada umumnya, senjata ini memiliki bentuk ramping dengan ujung yang tajam. Tetapi, perbedaan utamanya dengan rencong adalah terletak pada serta ukurannya yang lebih besar. Selain itu, juga penggunaannya di masa lalu untuk perlindungan diri serta sebagai alat perlawanan terhadap Belanda.

Setiap daerah di Indonesia hampir selalu memiliki senjata tradisional, termasuk di Aceh. Keberadaan senjata ini tidak hanya memiliki nilai historis dan budaya, tetapi juga ciri khas yang berbeda jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Senjata tradisional Aceh umumnya ditandai oleh gagang yang melengkung dan bilah pedang yang sangat tajam.

Lihat Juga:

Pada zamannya, senjata ini digunakan sebagai aksesoris pada pakaian ulee balang dan bangsawan. Pada bagian sarung dan gagangnya, seringkali dilengkapi dengan ornamen berupa emas dan permata. Sedangkan rencong bisa digunakan oleh masyarakat umum.

Penyebab langkanya senjata mirip rencong ini pada masa sekarang adalah adanya ornamen yang menghiasi. Hiasan tersebut mencerminkan kemewahan dengan kehadiran emas, batu permata, serta bahan berharga lainnya. Oleh karena kemewahan tersebut, senjata tradisional ini menjadi barang langka dan memiliki harga sangat tinggi apabila ada yang mencoba menjualnya.

Meskipun secara fisik senjata tradisional ini memiliki kemiripan dengan rencong, perbedaannya terletak pada penggunaan yang terbatas. Yaitu hanya untuk para raja dan keberadaan ornamen mewah yang melengkapinya.

Lihat Juga:

  • 5. Tumbuk Lada

Tumbuk Lada adalah senjata tradisional Aceh Tamiang, sebuah kabupaten di Aceh yang memiliki kekayaan tradisi dan sejarah. Tumbuk lada bukanlah hanya sekadar senjata, namun juga merupakan warisan budaya dan kebanggaan masyarakat Aceh. Keunikan senjata ini ada dalam desain dan juga kegunaannya, juga menjadi simbol keberanian dan kekuatan untuk melindungi dan mempertahankan daerah asalnya.

Tumbuk Lada dalam bahasa Aceh disebut dengan “Ruyung”. Tetapi masyarakat Aceh lebih familiar dengan sebutan Tumbuk Lada karena senjata ini khusus digunakan dalam pertarungan tradisional yang sering terjadi di masa lalu.

Lihat Juga:

Bentuk Tumbuk Lada memiliki kepala yang kecil mirip dengan gada. Ciri khasnya adalah kepala senjatanya terbuat dari campuran bahan yang kuat seperti besi atau baja. Dilapisi logam lainnya untuk memberikan kekuatan ekstra. Bagian kepala biasanya memiliki ukiran artistik yang menggambarkan kekayaan budaya Aceh Tamiang

Tumbuk Lada memiliki kegunaan yang praktis ketika digunakan untuk bertempur. Senjata ini digunakan untuk pertarungan jarak dekat dan sering menjadi pilihan utama para pejuang Aceh ketika menghadapi musuh. Senjata ini memiliki panjang sekitar satu hingga dua meter, sehingga memiliki jangkauan yang cukup untuk menyerang musuh.

Senjata ini juga digunakan dalam berbagai upacara adat dan acara kebudayaan di Aceh Tamiang. Oleh karenanya, Tumbuk Lada tidak hanya menjadi bagian dari sejarah Aceh Tamiang, tetapi juga terus hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, menjaga kelestarian budaya dan memperkuat rasa persatuan dan identitas lokal mereka. Sebagai salah satu simbol kebanggaan dan kekuatan, Tumbuk Lada tetap menjadi warisan berharga yang patut dilestarikan dan dihargai oleh generasi masa kini dan mendatang.

Lihat Juga:

  • 6. Peudueng Tumpang Jingki

Peudueng Tumpang Jingki merupakan salah satu senjata tradisional Aceh. Senjata ini memiliki panjang sekitar 70 cm. Secara sekilas, senjata ini memiliki desain mirip dengan peudeung tumpang beunteung. Hal ini sebagaimana pendapat dari masyarakat Pidie.

Berbicara mengenai desain, senjata ini mempunyai gagang yang unik. Kita bilang unik karena memang bentuk gagangnya seperti halnya mulut yang tengah terbuka.

Karena bentuknya tersebut, gagang senjata ini seakan-akan bisa menahan sandaran benda lainnya yang ada di atasnya. Selain memiliki bentuk unik, gagang ini juga kokoh.

Tak mengherankan karena bahan pembuatannya memang tidak main-main. Untuk membuat gagang senjata ini sendiri membutuhkan tanduk dan besi.

Tanduk digunakan untuk membuat gagang. Kemudian untuk besi digunakan dalam membuat matanya. Hal inilah yang turut jadi kekhasan senjata Peudueng Tumpang Jingki.

Semakin curi perhatian karena senjata ini umumnya memiliki ujung yang tebal dan tajam. Apabila melihatnya secara keseluruhan, maka tampak jelas bahwa senjata ini memiliki bentuk yang besar sekaligus tebal.

Karena desain ini, Peudueng Tumpang Jingki jelas memberikan keuntungan tersendiri bagi pengguna ketika ikut pertarungan. Terlebih lagi saat melawan pedang yang cenderung tipis.

Tak bisa kita pungkiri bahwa Peudueng Tumpang Jingki termasuk salah satu senjata yang menyedot perhatian. Bukan hanya karena desainnya, melainkan juga ketangguhannya. Maka dari itu, pahami pembahasan ini agar bisa mengenalnya secara lebih dekat.

Lihat Juga:

  • 7. Pudoi

Rencong Pudoi merupakan salah satu senjata tradisional Aceh yang namanya begitu populer. Pada dasarnya, rencong ini jadi simbol identitas diri, ketangguhan, sekaligus keberanian suku Aceh.

Untuk senjata ini sebenarnya berupa rencong yang belum sempurna. Ketidaksempurnaan tersebut tampak jelas dari bentuk gagangnya. Namun ketidaksempurnaan inilah yang jadi daya tariknya.

Gagang senjata ini memiliki ukuran yang cenderung pendek. Kemudian untuk desainnya, gagang senjata ini cukup lurus. Karena hal itu, senjata ini seakan-akan belum selesai proses pembuatannya.

Ketika membicarakan mengenai senjata ini, akan terasa lebih lengkap jika mengulas seputar sejarahnya. Senjata tradisional rencong dulunya pernah jadi senjata di Kesultanan Aceh. Tepatnya sejak masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah (Sultan Aceh pertama).

Kala itu rencong sering diselipkan di pinggang. Namun seiring berjalannya waktu, rencong tak hanya digunakan oleh Sultan Aceh, melainkan juga Ulee Balang dan masyarakat.

Perihal bahannya, rencong ini sebenarnya terbuat dari tanduk dan besi. Bahan tanduk digunakan untuk membuat gagang. Sedangkan untuk bahan besi digunakan dalam membuat bilahnya.

Tampilan senjata ini semakin komplit dengan adanya sarung yang melengkapinya. Sarung ini terbuat dari tanduk. Dengan bahan-bahan tersebut, tentu senjata ini semakin kokoh.

Jenis rencong ini termasuk salah satu senjata tradisional yang menarik untuk diketahui maupun dipelajari. Tampak jelas bahwa desainnya unik dan kental dengan sejarah di masa silam.

Lihat Juga:

  • 8. Meupucok

Rencong Meupucok Aceh merupakan salah satu dari sekian banyak jenis senjata tradisional asli warga masyarakat Aceh. Indonesia merupakan negara merdeka yang lama mengalami penjajahan. Saat proses penjajahan berlangsung, pada zaman itu masyarakat melakukan berbagai macam cara untuk mempertahankan diri. Dari upaya pertahanan diri itulah, tercipta senjata-senjata adat terkenal dan masih difungsikan sampai dengan saat ini. Sebut saja rencong, keris, pedang, atau bambu runcing.

Warga Nanggroe Aceh Darussalam menjadi salah satu daerah di Nusantara yang juga memiliki senjata adat dari leluhur nenek moyang mereka. Fungsi dari senjata adat sendiri adalah untuk mempertahankan tanah mereka dari para penjajah. Hingga kini senjata daerah masih terus dilestarikan untuk mengenang sisi historisnya. Berbagai kepercayaan menuturkan bahwa senjata khas suku Aceh ini memiliki simbol identitas diri, keberanian, serta ketangguhan masyarakatnya.

Salah satu ciri khas yang membuat jenis rencong ini berbeda dari rencong lainnya adalah adanya hiasan emas bermotif tumpal atau yang sering disebut dengan pucok rebung. Pada bagian tampuk gagang terdapat permata untuk menambah sisi magis dan wibawanya. Panjang keseluruhan rencong ini adalah 30 cm dan terbuat dari gading.

Tambahan aksesoris ikatan emas dan bilah terbuat dari besi putih, menambah kegagahan dan kewibawaan pada senjata. Hal ini karena pada zaman tersebut, senjata adat merupakan salah satu kelengkapan pakaian raja-raja atau saat menjalani sebuah ritual tertentu. Sehingga dalam pembuatannya memiliki elemen-elemen khusus yang membuatnya tampak berbeda dari jenis senjata adat yang terdapat di tempat lain.

Lihat Juga:

  • 9. Peudeung Ulee Tapak Guda

Peudeung Ulee Tapak Guda adalah senjata tradisional Aceh. Senjata ini digunakan masyarakat Aceh sejak zaman dulu, jauh sebelum munculnya senjata-senjata modern dan canggih seperti saat ini. Meski begitu, senjata tradisional ini tidak kalah mematikan dari senjata modern.

Ini merupakan salah satu jenis dari peudeung Aceh. Jenis Tapak Guda ini memiliki gagang yang berbentuk seperti tapak kuda. Itulah yang menjadi alasan penamaan senjata satu ini.

Peudeung adalah senjata genggam tradisional yang digunakan pada tangan. Masyarakat Aceh menggunakan peudeung sebagai alat penusuk atau alat tikam pada tangan kiri dan sebagai alat pengalih perhatian musuh serta mencincang dan penetak tubuh lawan jika di tangan kanan.

Ulee Tapak Guda berbeda dengan Tumpang Jeungki. Perbedaan keduanya terlihat di bagian pegangan senjata yang berbentuk tapak kuda dan memiliki motif lebih unik. Tentu saja karena digunakan dengan cara digenggam, senjata ini hanya bisa untuk menyerang dalam jarak dekat. Karena tajam, Ulee Tapak Guda akan menyabet bagian tubuh lawan dan bisa menyebabkan kematian.

Tentu saja senjata ini termasuk budaya Aceh yang harus dilestarikan. Meski Ulee Tapak Guda kini semakin jarang digunakan, tetapi masih banyak yang menyimpannya untuk dilestarikan. Senjata ini menjadi salah satu saksi sejarah peradaban masyarakat Aceh yang wajib dijaga oleh para generasi muda agar tidak hilang dan bahkan bermanfaat untuk kehidupan.

Lihat Juga:

  •  10. Kelewang

Kelewang Aceh merupakan salah satu dari banyaknya senjata tradisional Aceh. Senjata ini jaman dulunya sering digunakan untuk perang. Kelewang merupakan pedang yang mempunyai gaya seperti golok satu sisi yang asalnya dari Suku Melayu. Mengenai ukuran, berat, serta bentuk kelewang merupakan pertengahan antara kampilan dan golok.

Kelewang atau klewang juga termasuk pedang tradisional yang mempunyai mata satu. Pasalnya, pedang ini bisa ditemukan hampir seluruh wilayah kepulauan Melayu yang ada di Indonesia dan juga Malaysia. Umumnya, mempunyai ukuran lebih pendek dari pedang, akan tetapi lebih panjang daripada golok. Terdapat beberapa jenis kelewang sendiri. Antara lainnya seperti kelewang yang berbilah lurus, akan tetapi sebagian besar mempunyai bentuk yang melengkung.

Dulunya kelewang Aceh terbukti efektif dalam pertempuran melawan pasukan Belanda dalam jarak dekat. Bahkan penggunaan klewang sendiri sampai digunakan oleh Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Pasalnya klewang versi militer merupakan pedang yang diperpendek sepenuhnya sesuai dengan desain Eropa. Senjata ini cocok untuk peperangan jarak dekat dan di hutan.

Senjata tradisional daerah Aceh sendiri banyak macamnya, salah satunya klewang ini. Kelewang seringkali digunakan masyarakat Aceh untuk menyerang orang Eropa. Bagian gagangnya terbuat dari kayu, bilahnya dari besi, sarung terbuat dari kayu yang diikat menggunakan lempengan perak. Bahkan tiga diantaranya menggunakan hiasan ukiran motif suluran serta bagian sarung pangkalnya ada tanduk rusa yang diukir. Untuk saat ini bisa dilihat di Museum Aceh.

Lihat Juga:

  • 11. Sikin

Sikin adalah senjata tradisional Aceh berbentuk pedang panjang. Senjata tradisional ini sangat populer di kalangan masyarakat, terutama pada zaman penjajahan Belanda. Kala itu, banyak pengrajin senjata membuat Sikin untuk mempermudah pertempuran sekaligus menghadang serangan lawan.

Sikin sendiri tersebar secara luas sekitar tahun 1873, tepat ketika awal Perang Aceh melawan pasukan kolonial. Namun, pasca ada peraturan pelucutan senjata penduduk di tahun 1879, persebarannya kian terbatas.

Masyarakat pribumi harus sembunyi-sembunyi menggunakannya, karena ketersediaan Sikin juga semakin sedikit. Di beberapa daerah, Sikin memiliki sebutan lain. Misalnya di sebagian wilayah Aceh dan Gayo, disebut sebagai “Luju Naru”. Sementara di Alas senjata ini memiliki nama lain yakni “Andar”.

Dari segi fisik, Sikin memiliki bentuk panjang, tegak, serta bermata pisau satu. Pisaunya runcing dan lurus, sehingga dari pangkal ke ujung posisinya sejajar. Senjata ini umumnya terbuat dari material besi pamor atau baja damaskus yang kuat, tidak mudah patah maupun berkarat.

Sementara bagian gagang (hulu), Sikin memiliki bentuk yang cukup unik, yakni menyerupai huruf Y. Ukuran panjangnya dapat bervariasi tergantung kebutuhan masing-masing orang. Biasanya berkisar antara 15 sampai 25 cm.

Jika kita gabungkan, maka panjang keseluruhan Sikin bisa mencapai 70 cm sampai 79 cm. Senjata ini selalu dilengkapi dengan sarung dan dapat dibawa dalam ikatan sabuk. Hal ini bertujuan untuk menyembunyikannya dari kecurigaan lawan.

Lihat Juga:

  • 12. Amanremu

Amanremu merupakan salah satu senjata tradisional Gayo, Aceh yang memiliki peran penting sebagai alat bantu untuk kegiatan berburu. Senjata ini adalah jenis pedang dengan panjang bilah sekitar 75 cm. Ciri khasnya terletak pada perbedaan ukuran antara ujung dan pangkal bilahnya, di mana ujungnya lebih besar daripada pangkalnya. Gagang pedang ini dirancang dengan ukuran yang relatif kecil.

Sejarahnya, Amanremu tidak hanya digunakan sebagai alat bantu berburu, tetapi juga sebagai senjata pertahanan dan serangan dalam berbagai konflik di masa lalu. Kehadirannya sebagai senjata tradisional mencerminkan peran yang penting dalam kehidupan masyarakat Aceh, baik dalam konteks budaya maupun sejarah.

Selain sebagai senjata, Amanremu juga memiliki nilai simbolis yang kuat dalam budaya Aceh. Senjata ini sering kali dianggap sebagai lambang keberanian, keadilan, dan ketangguhan, mewakili karakteristik masyarakat Aceh yang gigih dan tahan uji dalam menghadapi berbagai tantangan.

Sarung pedang Amanremu juga memiliki desain yang khas dan unik. Terbuat dari kayu, sarung ini mengikuti pola bentuk bilah Amanremu, menambah estetika dan nilai seni dari senjata tradisional ini.

Amanremu lebih dari sekadar senjata tradisional Aceh yang berasal dari suku Gayo. Senjata ini merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan budaya yang kaya dan berharga. Amanremu tetap menjadi salah satu senjata tradisional yang paling dihormati dan dihargai di wilayah Aceh karena nilai-nilai historis dan budayanya yang kaya.

  • 13. Parang

Parang merupakan salah satu senjata tradisional Aceh yang paling sering digunakan hingga saat ini. Parang juga dipakai sebagai alat tradisional Aceh untuk memotong, untuk meladang dan berkebun segala macam kegunaan lain.

Ada banyak jenis parang yang digunakan oleh masyarakat Aceh. parang terbuat dari besi yang gagangnya terbuat dari kayu.

Parang Ladieng digunakan oleh masyarakat Aceh untuk berburu seperti berburu rusa dan memburu hama babi.

Parang Cot Lamtring umumnya digunakan oleh masyarakat untuk untuk membersihkan rumput di persawahan.

Parang Singrong umumnya digunakan oleh masyarakat Aceh untuk berkebun seperti memotong kayu, membersihkan kebun, membabat rumput dan lain sebagainya.

Lihat Juga:

Itulah daftar senjata tradisional Aceh yang perlu anda ketahui. Selain terkenal karena kegigihan orang Aceh dalam melawan kolonialisasi Belanda menggunakan senjata Rencong, sehingga Aceh juga memiliki julukan sebagai Tanah Rencong.

20 Minuman Khas Aceh yang patut anda coba

Minuman khas Aceh sangat beragam sehingga sangat cocok untuk dinikmati ketika anda berlibur ke tanah Rencong. Aceh tidak hanya memiliki segudang makanan khas Aceh yang nikmat tetapi juga minumannya yang sangat unik dan menyegarkan. Selain itu anda dapat menikmati minuman tradisional Aceh dan mencoba kue khas Aceh sebagai pelengkap minuman anda.

Supaya liburan anda semakin asik, anda bisa memilih paket tour Sabang Aceh dengan ditemani oleh pemandu yang ramah berikut:

Anda juga bisa melihat paket tour Aceh secara lengkap di halaman kami berikut:

Aceh merupakan salah satu destinasi wisata menarik di Indonesia. Tidak hanya wisata dan budayanya yang mengesankan, Aceh juga memiliki sejumlah minuman khas yang patut anda coba ketika berkunjung ke Aceh. Berikut deretan minuman khas Aceh yang bisa anda coba:

  • 1. Kopi Aceh

Kopi Aceh merupakan salah satu minuman khas Aceh yang diproses dari kopi gayo atau kopi dari dataran tinggi Gayo, Aceh. Selanjudnya kopi ini diolah sedemikian rupa dan disajikan sebagai kopi saring yang umum anda temukan di kedai kopi Aceh.

Sebagai informasi, kopi Gayo merupakan salah satu minuman khas Aceh dan merupakan varietas kopi Arabika dari dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah. Jenis kopi ini, merupakan komoditi unggulan Indonesia dan mendapatkan Fair Trade Certified dari Organisasi Internasional Fair Trade di tahun 27 Mei 2010 silam. Tidak hanya itu saja, kopi ini bahkan menerima sertifikat IG, yakni Indikasi Geografik yang turut diserahkan oleh Kemenkumham RI.

Lihat Juga:

Berbicara mengenai kopi Aceh sendiri, umumnya memiliki beberapa jenis yang mungkin selama ini tidak banyak diketahui oleh orang – orang. Adapun berbagai jenis dari kopi Gayo yang perlu Anda ketahui dan pahami, di antaranya yakni sebagai berikut.

  • Bergendal : jenis kopi Gayo dengan varian Arabika yang berasal dari Bahasa Belanda dan memiliki artian (berg = gunung, dal = lembah). Memiliki cita rasa seperti buah – buahan yang terasa spicy dan beraroma herbal dengan tingkat keasaman rendah. 
  • Rambung : memiliki biji berukuran paling besar dibandingkan dengan kopi Arabika lainnya di Tanah Gayo. Bisa dikatakan, jika jenis kopi satu ini tumbuh dengan cepat sehingga menjadikan petani ini membutuhkan lebih banyak lahan dalam membudidayakannya.
  • Sidikalang : biasanya, jenis kopi Sidikalang satu ini sering dibudidayakan oleh petani di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut. Adapun untuk masa tumbuh dari tanaman kopi satu ini terbilang cukup panjang dan membutuhkan perawatan yang tepat.
  • Lini Ethiopia : merupakan varian kopi khas Aceh yang terbilang cukup unik dengan menawarkan rasa yang berbeda – beda. Adanya perbedaan rasa tersebut, umumnya tergantung dari tempat penanaman kopinya dan ini termasuk jenis kopi varietas Arabika.
  • Timtim Arabusta : jenis kopi khas Aceh yang merupakan hasil persilangan dari kopi Arabika dan Robusta dan ditanam di daerah Timor Timur, kemudian dikembangkan di dataran tinggi Aceh pada tahun 1980-an. Kemudian, kopi Timtim Arabusta inilah yang kemudian dibudidayakan oleh petani setempat. 

Termasuk ke dalam minuman khas Aceh, menjadikan kopi Gayo cukup banyak diminati oleh kalangan masyarakat. Terlebih dengan banyaknya varian jenisnya, menjadikan seseorang bisa dengan mudah menentukan pilihan yang disukainya. 

Lihat Juga:

  • 2. Bandrek
Bandrek

Tidak hanya bisa ditemukan di daerah Sunda saja, kini seseorang bisa menemukan minuman Mandrek yang merupakan minuman khas Aceh. Ya, minuman satu ini umumnya sangat cocok dinikmati oleh seseorang ketika musim hujan / musim dingin tiba. Dengan mengonsumsi minuman ini, maka dipastikan tubuh yang tadinya terasa dingin akan hangat serta dapat mengembalikan mood yang semula buruk. 

Pada dasarnya, Bandrek sendiri dibuat dengan menggunakan komposisi bahan utama tertentu yang sangat mudah ditemukan di dapur. Yaitu berupa bahan rempah – rempah jahe, gula aren dan juga serai. Meskipun demikian, khusus di daerah Aceh sendiri tentunya minuman ini memiliki versi yang berbeda – beda dengan tetap mempertahankan sensasi kenikmatan di dalamnya. 

Lihat Juga:

Untuk Anda yang mungkin ingin membuat minuman khas dari Aceh satu ini, maka bisa membuatnya sendiri di rumah. Dalam pembuatan minuman Mandrek tersebut, Anda cukup menyiapkan beberapa bahan tertentu. Yaitu mulai dari air (750 ml), jahe bakar (100 gram), gula pasir (5 sdm), serai (2 batang), cengkih (5 buah), kapulaga (5 buah), bunga lawang (2 buah), kayu manis (5 cm), daun pandan (2 lembar), merica bubuk (sejumput), teh celup (2 kantong), garam (1/4 sdt), susu kental manis (secukupnya) dan kacang tanah sangrai. 

Setelah semua bahan sudah disiapkan, maka Anda tinggal membuat minuman Mandrek tersebut dengan mengikuti langkah – langkah mudah berikut ini.

  • Masukkan semua bahan yang disiapkan ke dalam panci, kecuali susu kental manis dan teh celup.
  • Kemudian, rebus semua bahan tersebut sampai benar – benar mendidih dan jangan lupa untuk mengoreksi rasa. Apabila nantinya dirasa kurang manis, maka bisa ditambahkan dengan gula pasir sesuai dengan selera.
  • Jika sudah, selanjutnya Anda seduh teh dengan air rempah yang sudah direbus tadi. Lalu tambahkan dengan susu kental manis secukupnya sambil diberi taburan kacang tanah sangrai di atasnya, dan sajikan selagi masih hangat. 

Dengan cita rasa khas yang dimiliki, menjadikan Mandrek begitu diminati oleh masyarakat. Jika Anda tertarik membuat minuman khas Aceh tersebut, maka bisa mencoba membuatnya di rumah sekarang juga!

Lihat Juga:

  • 3. Kopi Sanger

Apabila kita berbicara mengenai aneka minuman khas Aceh yang bisa dinikmati, maka jangan pernah melupakan kopi nikmat Sanger. Ya, kopi satu ini merupakan kopi khas daerah Banda Aceh yang hadir dengan memadukan komposisi bahan antara kopi dan susu dengan perbandingan 3 : 1. Sehingga tidak heran, jika Sanger menjadi salah satu kopi khas Aceh yang wajib seseorang cicipi ketika berkunjung ke daerah tersebut.

Penamaan kopi Sanger merupakan sebuah keunikan tersendiri yang membuat banyak orang bertanya – tanya mengenai arti dari nama tersebut. Diketahui, istilah Sanger sendiri berasal dari sebuah singkatan khusus yakni “sama – sama ngerti”. Berkaitan dengan hal tersebut, sang pemilik warung kopi diminta untuk mengerti kondisi kantong para mahasiswa yang terbilang minim, sehingga meminta dibuatkan kopi susu dengan harga yang murah meriah.

Lihat Juga:

Di daerah Aceh sendiri, kopi Sanger satu ini dijual dengan harga sangat terjangkau, yaitu sekitar Rp 8 ribuan saja untuk per gelasnya. Kendati demikian, Anda perlu tahu bahwa nama Sanger hingga kini masih menjadi misteri bagi kebanyakan orang. Hal ini dikarenakan, banyak sekali sumber yang menyebut jika nama Sanger zaman dulunya justri berawal dari istilah “Sanggeng” lantaran takarannya yang sedikit dibandingkan dengan kopi pada umumnya. 

Sementara itu mengenai cita rasa dari kopi khas Aceh Sanger ini tidak kalah menarik dan nikmat dari kopi Gayo. Adapun hal mencolok yang bisa Anda rasakan ketika pertama kali melihat sajian kopi ini yaitu adanya tampilan kopi dengan buih – buih putih di atasnya. Hal ini seakan – akan menunjukkan, bahwa kopi tersebut merupakan sajian cappuccino khas dari daerah Aceh.

Dan jika dari aromanya sendiri, kopi Sanger menawarkan wangi yang terbilang cukup menyerbak sejak butiran kopi tersebut disiram dengan air panas dalam saringan kain. Sehingga, hal inilah yang dapat menghasilkan sajian rasa cukup unik dan mirip dengan kopi susu pada umumnya. Akan tetapi, untuk jenis kopi ini terbilang masih tetap kuat. 

Jadi jika Anda nantinya memiliki kesempatan untuk berkunjung ke Aceh, tidak ada salahnya untuk mencicipi salah satu jenis minuman khas Aceh tersebut. Yang mana, hingga kini kopi Sanger begitu diminati oleh kalangan masyarakat. 

Lihat Juga:

  • 4. Kopi Nira
Kopi Nira

Bagi sebagian orang mungkin belum terlalu mengenal Kopi Nira, yang mana merupakan salah satu minuman khas Aceh. Hal ini wajar, dikarenakan kebanyakan orang lebih sering mengenal minuman daerah Aceh berupa kopi Gayo yang memang memiliki cita rasa nikmat dan harganya memang cenderung mahal. Akan tetapi, di pembahasan kali ini kita akan mengulas lebih mendalam terkait kopi khas Aceh Nira satu ini yang belakangan ini cukup menarik perhatian orang – orang. 

Kopi Nira, umumnya menjadi salah satu jenis minuman yang akhir – akhir ini tengah menjadi tren tersendiri di wilayah Aceh. Bahkan, di beberapa daerah juga turut mengenalkan kopi khas bercita rasa nikmat tersebut untuk kalangan masyarakat. Yaitu seperti wilayah sekitaran Banda Aceh, Kota Langsa, Aceh Timur sampai dengan Kota Lhokseumawe sekalipun, sehingga tidak mengherankan jika minuman ini menjadi populer di kalangan masyarakat.

Lihat Juga:

Diketahui, kopi Nira sendiri merupakan salah satu minuman khas dari Banda Aceh yang mana proses pembuatannya dilakukan dengan mencampur air nira. Rata – rata, kebanyakan para pecinta kopi satu ini merupakan kaum pria. Dengan cita rasa yang tidak begitu terasa campuran air nira-nya, menjadikan kopi ini paling cocok dan nikmat ketika dinikmati dengan campuran es batu, sehingga mampu menyegarkan tenggorokan.

Adapun mengenai harga dari kopi Nira di Aceh terbilang cukup terjangkau dan ramah kantong. Dimana untuk ukuran per gelasnya sendiri, seseorang hanya perlu membelinya dengan harga sekitar Rp 10 ribuan saja. Sementara jika ingin membeli air nira-nya saja, maka perlu membayar harga Rp 3 ribu (ukuran gelas kecil) dan Rp 5 ribu (ukuran gelas besar).

Menariknya lagi dari kopi Nira adalah, jenis kopi ini bisa dinikmati tanpa perlu tambahan seduhan gula. Pasalnya, campuran nira pada kopi ini sudah memberikan cita rasa manis yang terasa pas untuk lidah para penggemar kopi. Jadi, tidak heran jika kenikmatan sajian kopi Nira yang merupakan minuman khas Aceh, menjadi salah satu keistimewaan tersendiri, sehingga membuat orang – orang tertarik untuk mencoba mencicipinya.  

Lihat Juga:

  • 5. Kopi Gayo

Kopi Gayo dikenal sebagai salah satu jenis minuman khas Aceh, yang mana hingga sekarang masih banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia. Terlebih lagi, kopi Gayo satu ini juga memiliki banyak sekali keunggulan yang mana menjadi bahan pertimbangan bagi para penikmat kopi. Bahkan karena keunggulan yang ditawarkan tersebut, menjadikan varian kopi khas Aceh ini memiliki harga yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan lainnya.

Lihat Juga:

Umumnya, kopi Gayo memiliki karakteristik yang terbilang cukup unik dan banyak diminati oleh semua orang. Adapun jika dibandingkan dengan kopi lain, jenis kopi Gayo ini terbilang cukup unggulan lantaran memiliki sejumlah faktor penunjang diantaranya yakni sebagai berikut. 

  • Dikenal sebagai varietas kopi berkualitas terbaik, dikarenakan para petani di dataran tinggi Gayo menanam kopi dengan kualitas yang pastinya terbaik. Yaitu berupa varietas Gayo 1 dan Gayo 2 serta P88. Ketiga varietas kopi tersebut, tentunya sudah diakui sebagai jenis varietas kopi unggulan yang ada di Indonesia.
  • Tempat penanamannya dilakukan di dataran tinggi yang ideal dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk kondisi tanah untuk menanam kopi Gayo, yaitu jenis tanah berbukit – bukit. Sehingga, hal inilah yang dapat mengoptimalkan proses produksi organik kopi Gayo untuk menghasilkan cita rasa begitu khas.
  • Proses pengolahan kopi dilakukan dengan proses pengolahan basah yang dilakukan oleh para petani kopi Gayo. Baik itu dari mulai proses sortasi, pengupasan, fermentasi, pengeringan dan lain – lain. Dengan demikian, maka cita rasa kopi yang dihasilkan akan terasa lebih nikmat dan begitu diminati oleh para penggemarnya. 
  • Sistem penanaman kopi Gayo dilakukan secara organik, yang mana turut memperhatikan berbagai aspek. Oleh karena itulah, tidak mengherankan apabila kopi satu ini menawarkan banyak sekali keunggulan tersendiri dibandingkan dengan jenis varietas kopi lainnya. Terlebih lagi, kopi jenis ini menjadi komoditi paling laris di pasaran internasional. 

Dengan menawarkan banyaknya keunggulan tersebut, tidak heran jika kopi varian Gayo yang mana minuman khas Aceh ini cenderung memiliki harga yang cukup mahal dibandingkan dengan yang lainnya. 

Lihat Juga:

  • 6. Teh Tarik
Teh Tarik

Ketika mendengar nama teh tarik, pasti dibenak kebanyakan orang akan langsung tertuju pada minuman khas Aceh yang memiliki cita rasa manis dan lezat di dalamnya. Tidak hanya di Aceh saja, minuman satu ini juga bisa dengan mudah seseorang temukan di Negeri Jiran, Malaysia yang tentunya memiliki cita rasa tidak jauh berbeda dari Aceh. Meski demikian, Anda perlu tahu bahwa keduanya umumnya memiliki komposisi bahan yang cenderung sama untuk menghasilkan cita rasa nikmat dan lezat bagi penikmatnya.

Dalam hal ini dikatakan, bahwa teh tarik merupakan salah satu jenis minuman khas dari daerah Aceh yang sudah tersebar luas ke berbagai daerah di Indonesia. Diketahui, bahwa minuman khas satu ini dibuat dengan menggunakan campuran bahan – bahan yang sangat mudah didapatkan di pasaran. Yaitu mulai dari bahan teh, gula pasir dan juga susu kental manis yang nantinya digabungkan menjadi satu, sehingga menciptakan teh bercita rasa manis dan khas di dalamnya. 

Lihat Juga:

Bahkan ketika pertama kali menikmati sajian minuman tersebut, dipastikan Anda akan langsung jatuh cinta dengan cita rasa manis dan menyegarkan yang ditawarkan di dalamnya. Sementara itu jika dilihat dari proses pembuatannya sendiri, minuman khas satu ini umumnya dibuat dengan cara yang terbilang sangat mudah dan bisa Anda coba di rumah. Yakni dengan cukup menuangkan saja semua bahan – bahan yang sudah dijelaskan sebelumnya, kemudian masukkan ke dalam gelas.

Baru setelah itu, Anda tinggal menuangkan kembali ke gelas lain sembari dibolak – balik seolah – olah sedang melakukan aksi tarik menarik pada teh tarik tersebut. Nantinya, Anda akan melihat adanya busa / krema yang mampu memberikan sensasi lembut pada teh tarik yang sudah dibuat tersebut. Karena cita rasa yang dihasilkan inilah, menjadikan banyak orang tertarik untuk menikmati sajian teh tarik yang manis dan menyegarkan ini di kala musim dingin tiba.

Untuk Anda di rumah yang ingin membuat minuman khas Aceh satu ini, maka tinggal membeli saja bahan – bahan yang ada di pasaran dan langsung praktikkan saja proses pembuatannya di dapur. 

Lihat Juga:

  • 7. Ie Seureubet
Ie Seureubet

Tidak hanya terkenal sebagai daerah penghasil kopi Gayo yang nikmat saja, Aceh juga menawarkan sajian minuman khas Aceh lainnya, yaitu berupa Ie Seuruebet. Bagi sebagian orang atau mungkin Anda di rumah mungkin merasa kurang familiar dengan nama minuman dari daerah Aceh satu ini. Terlebih lagi, namanya juga terbilang cukup susah untuk diucapkan, sehingga perlu mengenal lebih mendalam terkait minuman satu ini sebelum mencicipinya ketika berkunjung ke daerah tersebut.

Ie Seuruebet, umumnya merupakan salah satu jenis minuman yang terbilang cukup unik dan menarik untuk dicicipi oleh seseorang ketika berkunjung ke daerah Aceh. Alasan kenapa minuman ini terbilang unik dan menarik, yaitu karena proses pembuatannya dilakukan dengan menggunakan bahan rempah – rempah pilihan. Seperti di antaranya yaitu rempah kayu manis, jahe, lada, cengkeh, pandan sampai dengan gula merah sebagai pemanis alami minuman tersebut.

Lihat Juga:

Hal menarik yang perlu Anda ketahui dari Ie Seuruebet sendiri, yakni ini bukan hanya sekadar minuman biasa saja. Akan tetapi, minuman khas dari daerah Aceh tersebut juga memiliki kandungan antioksidan cukup tinggi. Sehingga tidak heran, jika ketika seseorang mengonsumsi minuman tersebut, maka akan memperoleh banyak sekali manfaat penting dalam menunjang kesehatan tubuh.

Adapun manfaat yang bisa Anda peroleh ketika mengonsumsi minuman Ie Seureubet dari Aceh satu ini, yaitu dapat membantu meningkatkan sistem imunitas / kekebalan tubuh. Selain itu, minuman satu ini juga dapat membantu Anda dalam memulihkan tenaga setelah seharian beraktivitas di dalam maupun di luar rumah. Jadi disini dikatakan, bahwa penggunaan minuman tersebut tidak hanya sekadar untuk memberikan sensasi nikmat dan segar saja bagi para penikmatnya, akan tetapi juga memberikan banyak manfaat dalam menunjang kesehatan tubuh.

Sementara itu mengenai penyajian Ie Seureubet sendiri, biasanya sangat cocok jika disajikan ketika masih dalam kondisi hangat. Ini dikarenakan, minuman tersebut bisa dijadikan sebagai minuman penghangat badan ketika cuaca sedang hujan / dingin. Sehingga, Anda bisa menjadikan minuman khas Aceh tersebut sebagai opsi terbaik dalam membantu menghangatkan tubuh ketika cuaca sedang dingin.

Lihat Juga:

  • 8. Ie Boh Timon
Ie Boh Timon

Wah, siapa yang tahan dengan kesegaran dari Ie Boh Timon, minuman khas Aceh yang kombinasinya berupa es timun serut berwarna hijau. Saat Anda pertama kali mencicipi minuman serat sehat ini tentunya akan langsung tertuju pada insting peluntur lemak dan pelepas panas dalam. Dan faktanya Ie Boh Timon memberikan rasa nyaman tersebut. 

Manfaat Minuman Segar Ie Boh Timon

Minuman dengan dasar bahan mentimun ini awalnya diragukan karena timun masuk dalam kategori sayuran lalapan yang enak dimakan bersama sambal. Ie Boh Timon mengandung serat tinggi dan vitamin air untuk mengontrol kadar gula darah dan kolesterol tubuh. Dengan adanya manfaat tersebut dipastikan sajian minuman tersebut cocok untuk menu berat seperti daging dan jeroan. 

Lihat Juga:

Kendati demikian, sebaiknya Anda sajikan Ie Boh Timon jangan terlalu banyak suplai gula karena jika terlalu manis dapat memicu kadar gula darah semakin tinggi (bagi penderita diabetes). 

Bahan Dasar Ie Boh Timon

Bahan dasar pembuatan Ie Boh Timon berasal dari mentimun, biji selasih, sirup melon dan sirup gula putih, dan jeruk nipis. Semua bahan tersebut nantinya disatukan dalam satu gelas besar ukuran 300 ml. Cara membuatnya sangat mudah yakni dengan menyerut mentimun kemudian dimasukkan ke dalam gelas, lalu Anda rendam biji selasih dengan air hangat dan sisihkan. Setelah semua siap maka tinggal masukkan sirup gula dan melon dengan serutan mentimun dan biji selasih. Jangan lupa pakai es batu air matang agar Anda tidak merasa pusing ya?

Ie Boh Timon adalah minuman khas Aceh yang bagus untuk kesehatan yang menanggulangi rasa haus berlebihan. Timun sendiri mengandung banyak air belum lagi ketambahan dengan air es. Jadi, Anda yang saat puasa meminum Ie Boh Timon akan lebih berenergi karena tubuh terhidrasi dengan sangat baik. Minuman ini akan Anda temukan banyak di sajian hidangan pesta besar yang menunya berat. Ie Boh Timon kini menjadi sajian minuman yang banyak dicari kalangan remaja dan dewasa sebagai minuman pelepas dahaga efektif. 

Lihat Juga:

  • 9. Susu Jahe
Jahe Susu

Susu jahe, minuman herbal pelaku pengusir masuk angin yang sangat ampuh membuat Anda lekas kentut dan melegakan organ pencernaan dan pernafasan. Susu jahe yang seperti apakah yang tokcer manjur?

Susu jahe yang mengandung bahan alami jahe emprit dan susu sapi non gula tinggi buatan yang dipercaya cepat dan cocok sebagai pengusir masuk angin. 

Pembuatan Susu Jahe Rumahan

Anda bias menyediakan jahe emprit atau jahe merah kemudian keringkan total dan cuci hingga tanahnya bersih. Bakarlah jahe yang jumlahnya 3 ruas jari tengah Anda tersebut dengan api kecil, gunanya untuk mengeluarkan atsiri aroma jahe dan membuat minyak jahenya keluar. Lanjutkan memakai susu krimer atau susu bubuk sebagai kombinasi penambah stamina. Dianjurkan jika susu yang dipakai adalah susu sapi asli ya yang masih ada langit-langit lemaknya. Mengapa?

Susu alami sapi lebih banyak mengandung protein dan vitamin untuk mendongkrak stamina. Anda dapat juga memakai gula batu agar esensi jahe pedas dan manisnya pas. Jahe yang telah dibakar kemudian digeprek dan dimasak dengan air mendidih, kemudian masukkan susu sapi murni mentah untuk dididihkan agar semua kandungannya tercampur. 

Agar Susu Jahe Cocok Untuk Tubuh

Tahukah Anda jika susu jahe merupakan salah satu minuman khas Aceh ada yang cocok dan tidak untuk tubuh?

Hal ini dikarenakan sifat jahe yang pedas dan sedikit asam di lambung ya, untuk itu Anda yang memiliki gangguan lambung sebaiknya memakai jahe dengan kadar minim dan lebih diperbanyak susu. Saat musim hujan dan pancaroba, jahe susu lebih dibutuhkan tubuh untuk tetap merasa hangat. Sehingga, Anda tidak merasa terlalu dingin sekali ketika di suhu musim penghujan. 

Kandungan susu jahe sachet 25 gram terdapat lemak 1,5 gram, energi 100 kkal, protein 1 gram, karbo 22 gram. Bagi Anda yang tidak memiliki gangguan lambung, susu jahe begitu manjur untuk mengeluarkan angin. Tak lama Anda mengkonsumsi susu jahe, area tenggorokan akan terasa hangat dan tubuh mulai berkeringat. Yuk kembali ke alami dengan susu jahe emprit!

  • 10. Boh Manok Weng
Boh Manok Weng

Boh Manok Weng, nama yang sangat aneh di telinga tapi sangat kental di telinga orang Aceh. Mengapa?

Karena minuman ini ramai dipesan saat Anda mulai merasa kecapean dan mulai lemas tak bertenaga. Daripada Anda membeli obat kimia pendongkrak stamina lebih baik membuat Boh Manok Weng di rumah. 

Ketika Anda datang ke Aceh dan mendengar menu Boh Manok Weng tentunya ada rasa penasaran menu makanan atau minuman apakah ini ya?

Boh Manok Weng adalah sebuah menu minuman sehat herbal untuk Anda yang ingin menggugah stamina tanpa takut efek samping. Boh Manok Weng terbuat dari telur ayam kampung yang dikocok dengan mixer kemudian dicampur dengan teh atau kopi. Jika diterjemahkan satu per satu arti dari boh manok adalah telur ayam, sedangkan weng adalah diputar atau kocok. Apabila Anda mengkombinasikan dengan kopi dan kunir telur ayamnya maka terjadi lattenya Aceh. 

Anda dapat menemukan Boh Manok Weng di Kota Sigli, Pidie yang ada di kedai Gampong Lameue, Kecamatan Sakti, Pidie, Aceh. Perjalanan dari kota sigli menuju kedai ini lumayan jauh ya sekitar 20 menitan. Anda dapat sekalian menikmati kuliner lain di sana. Boh Manok Weng yang dijual di kedai tersebut memberikan rasa semangat tumbuh kembali. Selain itu, juga terdapat di kota-kota lain di Aceh seperti Banda Aceh.

Manfaat Boh Manok Weng 

Keunikan Boh Manok Weng buatan Aceh adalah tidak mengandung bau dan rasa amis lho!

Manfaat sehatnya akan Anda rasakan ketika 1 jam setelah minum Boh Manok Weng, tubuh yang lungkrah, lemes dan kaku bisa terasa sehat dan bertenaga lagi. Buih boh manoknya sangat kental sehingga Anda tidak merasa eneg dan tetap enak dengan tingkat kemanisan yang pas. 

Jadi, Boh Manok Weng minuman khas Aceh ada 2 jenis yakni campuran telur ayam dan teh atau telur ayam dan kopi. Semua menu minuman tersebut pastinya akan membuat Anda tercengang karena efeknya begitu terasa di tubuh. Harga Boh Manok Weng 1 gelasnya cukup murah kisaran Rp. 15 ribu saja. 

  • 11. Kupi Khop

Aceh merupakan provinsi paling barat Indonesia yang memiliki aneka kekayaan termasuk minuman khas. Salah satu minuman khas Aceh yang wajib dicicipi adalah kupi khop. Anda bisa menikmati kupi khop di Aceh pertama kali, tepatnya di warung yang terletak di pinggir jalan Gunung Geurutee. Selain itu ada pula beberapa tempat lainnya yang turut menyajikan kupi khop sebagai sajian minuman paling laris. 

Kupi khop, minuman kopi khas Meulaboh, Aceh Barat, bukan sekadar sebuah minuman, tetapi juga sebuah warisan budaya yang telah mengalir dalam kehidupan masyarakat setempat selama bertahun-tahun. Dalam setiap tegukan kopi yang dinikmati dari gelas terbalik di atas piring kecil, terdapat cerita tentang keuletan dan ketangguhan para nelayan di daerah tersebut. Dalam sejarahnya, cara penyajian yang unik ini tidak hanya lahir dari kebutuhan akan kehangatan, tetapi juga merupakan simbol dari semangat bertahan hidup di tengah tantangan alam yang keras.

Kupi khop, yang menggunakan biji kopi robusta dengan butiran kasar, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir pantai barat Aceh. Selain menjadi penyemangat, cara penyajian ini juga menjadi solusi praktis untuk menjaga agar kopi tetap hangat meski harus menunggu lama sebelum diminum oleh para nelayan yang sibuk dengan pekerjaan mereka di laut. Dalam setiap sedutan kopi yang dinikmati, terdapat aroma kental kehidupan pesisir yang kaya akan cerita dan kearifan lokal.

Kisah tentang kupi khop tidak hanya terbatas pada rasa dan aroma, tetapi juga pada makna yang terkandung di dalamnya. Kopi yang disajikan dalam keadaan terbalik ini menjadi pengingat akan nilai-nilai kebersamaan, ketahanan, dan keberanian para nelayan Aceh Barat dalam mengarungi gelombang kehidupan. Dalam setiap gelas kopi khop yang diminum, terdapat rasa haru dan rindu akan masa lalu yang keras namun penuh makna, menjadikannya lebih dari sekadar minuman, tetapi juga bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat setempat.

Tak heran ada banyak wisatawan yang memilih untuk minum kupi khop guna menikmati aroma kopi khas pesisir Aceh. Minuman ini pula yang berhasil menarik wisatawan untuk kembali menyambangi Aceh sebagai tempat liburan favorit. 

  • 12. U Muda Teutot
U Muda Teutot

U muda teutot merupakan salah satu minuman khas Aceh yang wajib dicoba. Minuman ini terbuat dari air kelapa yang sudah lebih dulu dibakar. Jadi, u muda teutot adalah bahasa Aceh yang artinya kelapa bakar. Biasanya air kelapa terasa menyegarkan jika disajikan dalam kondisi dingin, maka berbeda dengan kelapa bakar. Minuman ini semakin menyehatkan ketika dipadu dengan rempah-rempah sehingga banyak diincar, terutama oleh wisatawan. 

Kelapa bakar, minuman khas Aceh yang melambangkan kelezatan dan kesegaran tropis, memiliki cerita unik di balik proses pembuatannya. Saat bulan Ramadhan tiba, aroma harum kelapa yang terbakar memenuhi udara, memanggil selera orang-orang untuk menikmati minuman yang istimewa ini.

Proses pembuatan u muda teutot dimulai dengan memilih kelapa muda yang berkualitas. Kemudian, kelapa tersebut dibakar secara hati-hati di atas tumpukan kayu bakar, memungkinkan rasa gurih dari daging buah kelapa itu sendiri untuk muncul lebih kaya dan nikmat. Setelah melalui proses pemanggangan yang teliti, kulit luar kelapa gosong, dan daging buahnya matang, memberikan rasa yang unik dan tak tertandingi.

Setelah kelapa bakar selesai dibakar, tahap berikutnya adalah mencuci dan mengupasnya menggunakan air laut, meyakinkan bahwa rasa asin yang ringan dari air laut menyatu dengan air kelapa, menambah kompleksitas citarasa yang khas. Proses ini juga diyakini meningkatkan nilai gizi dan manfaat kesehatan dari minuman ini.

Air kelapa bakar tidak hanya menyegarkan tenggorokan yang kering setelah seharian berpuasa, tetapi juga dipercaya memiliki beragam manfaat kesehatan. Dari mengganti elektrolit yang hilang hingga meningkatkan daya tahan tubuh, minuman ini menjadi pilihan yang populer di kalangan masyarakat Aceh, terutama saat berbuka puasa.

Tersedia di pinggir jalan atau di kedai-kedai kecil di Aceh, harga u muda teutot atau kelapa bakar cukup terjangkau, mulai dari Rp 10.000 berbeda-beda setiap kedainya. Sehingga siapa pun bisa menikmati kelezatan dan manfaat kesehatannya. Jika Anda berkesempatan berkunjung ke Aceh saat bulan Ramadhan, jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan kenikmatan dari minuman khas Aceh yang satu ini.

  • 13. Ie Limun Bireuen
Ie Limon Bireuen

Ie Limun Bireun merupakan salah satu minuman legendaris yang diproduksi sekitar tahun 1990-an di Bireuen, Aceh. Dahulu minuman ini sangat popular dikalangan anak muda. Limun ini merupakan salah satu produk lokal yaitu minuman berkarbonasi yang memiliki beberapa varian rasa.

Selain menjadi minuman yang terkenal pada masanya, minuman ini juga sering dijadikan sebagai bahan untuk campuran obat sakit kepala ataupun obat demam. Minuman khas Aceh ini juga dikenal dengan nama Ie Raminet.

  • 14. Ie Seureh
Ie Seureh

le Seureh adalah salah satu minuman khas Acehyang memiliki keunikan tersendiri. Minuman ini terbuat dari berbagai rempah-rempah khas yang memberikan cita rasa dan aroma yang istimewa. Minuman ini menawarkan sensasi rasa yang sedikit pedas namun menyegarkan. Aromanya yang khas berasal dari rempah-rempah yang digunakan, seperti jahe yang memberikan rasa pedas hangat, dan kayu manis yang menambah aroma manis yang menenangkan.

Untuk membuat le Seureh, diperlukan beberapa bahan yang mudah ditemukan di pasaran. Berikut ini adalah resep dan cara penyajiannya:

Bahan-bahan:

  • 250 ml air
  • 40 gram jahe
  • 37 gram gula merah
  • 1 sendok makan gula pasir
  • 2 butir cengkeh
  • 3 cm kayu manis
  • 1 lembar daun pandan
  • Garam sejumput

Cara Membuat:

  • Persiapan Bahan

Pertama, bakar jahe di atas api kompor hingga kulitnya sedikit menghitam. Proses pembakaran ini akan mengeluarkan aroma khas jahe dan membuat rasa minuman lebih kaya.

  • Merebus Bahan

Masukkan semua bahan ke dalam panci, mulai dari jahe yang sudah dibakar, gula merah, gula pasir, cengkeh, kayu manis, dan daun pandan yang telah disimpulkan. Tambahkan air ke dalam panci.

  • Proses Pemasakan

Panaskan panci di atas kompor dengan api sedang. Biarkan semua bahan mendidih bersama air hingga mengeluarkan aroma wangi dari rempah-rempah. Pastikan semua gula larut dan semua rempah meresap ke dalam air.

  • Penyelesaian

Setelah mendidih, tambahkan sejumput garam untuk menyeimbangkan rasa manis dari gula. Angkat panci dari kompor dan saring minuman untuk memisahkan ampas rempah-rempah.

  • Penyajian

le Seureh siap disajikan. Minuman ini paling nikmat disajikan dalam keadaan hangat, cocok untuk diminum pada saat cuaca dingin atau saat tubuh membutuhkan kehangatan.

Selain memberikan rasa yang lezat dan menghangatkan, Minuman ini juga memiliki beberapa manfaat kesehatan. Jahe, salah satu bahan utamanya, dikenal mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, membantu pencernaan, dan memiliki sifat anti-inflamasi. Kayu manis juga memiliki banyak manfaat, termasuk membantu mengatur kadar gula darah dan memiliki sifat antioksidan.

Minuman tradisional ini tidak hanya sekadar minuman penghangat, tetapi juga bagian dari budaya dan tradisi kuliner Aceh. le Seureh sering disajikan pada acara-acara khusus dan pertemuan keluarga, menjadi simbol keramahan dan kebersamaan masyarakat Aceh.

  • 15. Teh Tarik Kayumanis
Teh Tarik Kayu Manis

Musim hujan memang waktu yang paling tepat untuk menikmati minuman hangat yang bisa mengusir rasa dingin. Salah satu resep yang sangat layak dicoba adalah teh tarik kayu manis. Minuman khas Aceh ini tidak hanya enak dan menghangatkan, tetapi juga merupakan bagian dari kekayaan budaya Aceh yang patut kita lestarikan.

Teh tarik kayu manis dikenal karena rasanya yang manis dengan sentuhan aroma kayu manis yang khas. Kayu manis memiliki berbagai manfaat kesehatan yang membuat minuman ini tidak hanya lezat tetapi juga bermanfaat bagi tubuh. 

Beberapa manfaat kayu manis yang digunakan dalam teh tarik ini antara lain membantu menurunkan berat badan, mengendalikan kadar gula darah, mencegah infeksi mulut dan gigi, serta menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.

Manfaat kesehatan tersebut menjadikan teh tarik kayu manis sebagai pilihan minuman yang tidak hanya enak tetapi juga baik untuk kesehatan. Kayu manis, sebagai salah satu bahan utama, mengandung senyawa aktif yang dapat meningkatkan metabolisme, membantu mengatur kadar gula darah, dan memiliki sifat antibakteri yang baik untuk kesehatan mulut. 

Selain itu, kayu manis juga mengandung antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari kerusakan sel akibat radikal bebas, sehingga mengurangi risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung.

Bagi mereka yang ingin mencoba membuat teh tarik kayu manis di rumah, berikut adalah resep yang bisa diikuti. Proses pembuatannya cukup sederhana dan bahan-bahannya mudah didapatkan.

Bahan:

  • 2 kantong teh celup
  • 2 sendok makan susu kental manis putih
  • 2 sendok makan gula pasir
  • 500 ml air mineral
  • 1 batang kecil kayu manis

Cara membuat:

1. Persiapan Panci

Siapkan panci dan masukkan teh celup, air mineral, dan batang kayu manis ke dalamnya.

2. Proses Perebusan

Nyalakan kompor dan masak campuran tersebut hingga mendidih. Biarkan hingga air berubah warna menjadi coklat pekat, menunjukkan bahwa teh dan kayu manis telah menyatu sempurna dengan air.

3. Menambahkan Susu dan Gula

Setelah air berubah warna, masukkan susu kental manis ke dalam panci. Tambahkan juga gula pasir dan aduk hingga semua bahan larut dan tercampur rata.

4. Penyajian

Teh tarik kayu manis siap disajikan. Minuman ini paling nikmat diminum dalam keadaan hangat, terutama saat cuaca dingin atau hujan.

Dengan cita rasa yang khas dan berbagai manfaat kesehatannya, the tarik kayu manis merupakan minuman yang sangat cocok dinikmati kapan saja. Selain itu, minuman ini juga membawa nilai budaya yang tinggi, mengingat asal-usulnya dari Aceh, sebuah daerah dengan warisan kuliner yang kaya.

  • 16. U Jelly
U Jelly

Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia, dikenal dengan kekayaan budaya dan kulinernya yang khas. Salah satu minuman khas Acehyang tradisional yang patut diperkenalkan adalah U Jelly. Nama yang unik ini mengacu pada hidangan yang tidak hanya kaya rasa, tetapi juga penuh dengan nilai budaya dan sejarah masyarakat Aceh.

Minuman ini merupakan salah satu masakan tradisional yang telah ada sejak lama di Aceh. Hidangan ini sering disajikan pada acara-acara khusus seperti kenduri, pernikahan, dan perayaan adat. 

Nama “U Jelly” sendiri berasal dari bahasa Aceh, di mana “U” berarti “santan” dan “Jelly” mengacu pada tekstur agar-agar. Secara harfiah, U Jelly bisa diartikan sebagai hidangan berbahan dasar santan dengan tekstur jelly atau agar-agar.

Bahan utama dalam pembuatan U Jelly adalah santan kental, gula, agar-agar, dan pewarna alami seperti daun pandan atau kunyit untuk memberikan warna dan aroma yang khas. Berikut adalah bahan-bahan dan cara pembuatannya:

Bahan:

  • 500 ml santan kental
  • 200 gram gula pasir
  • 10 gram agar-agar bubuk
  • Pewarna alami (daun pandan atau kunyit)
  • Sejumput garam

Cara Membuat:

1. Persiapan Bahan

Pertama, siapkan semua bahan yang diperlukan. Jika menggunakan daun pandan atau kunyit, haluskan dan peras untuk mendapatkan ekstraknya.

2. Mencampur Bahan

Campurkan santan kental dengan gula pasir dan agar-agar bubuk. Aduk hingga semua bahan tercampur rata.

3. Pewarnaan dan Pemanasan

Tambahkan ekstrak daun pandan atau kunyit ke dalam campuran santan untuk memberikan warna dan aroma. Panaskan campuran di atas api sedang sambil terus diaduk hingga mendidih.

4. Pembentukan Jelly

Setelah mendidih, tuangkan campuran ke dalam cetakan dan biarkan hingga dingin dan mengeras. Setelah mengeras, potong-potong sesuai selera.

5. Penyajian

U Jelly siap disajikan. Hidangan ini bisa disajikan sebagai penutup atau camilan pada berbagai acara.

Keunikan U Jelly terletak pada kombinasi rasa manis dan gurih yang harmonis. Tekstur agar-agar yang kenyal dengan aroma khas santan dan pewarna alami memberikan pengalaman rasa yang berbeda dan memikat. Hidangan ini tidak hanya lezat tetapi juga menyegarkan, terutama saat disajikan dalam keadaan dingin.

Selain kelezatan nya, U Jelly juga memiliki nilai budaya yang tinggi. Hidangan ini merupakan salah satu simbol kekayaan kuliner Aceh yang harus dilestarikan. U Jelly menggambarkan kreativitas masyarakat Aceh dalam mengolah bahan-bahan sederhana menjadi hidangan yang istimewa dan penuh makna.

  • 17. Kupi Kurma
Kopi Kurma

Bagi Anda penikmat kopi, pasti pernah mencoba mengkonsumsi aneka macam sajian kopi. Tapi pernahkah Anda mencoba kopi kurma! Kopi Kurma atau es kopi kurma adalah salah satu menu minuman favorit  bagi warga Aceh terutama ketika berbuka puasa tiba.  

Khasiat kopi kurma    

Es kopi kurma ini pertama kali diracik oleh seorang pengusaha muda asal Aceh yang mencoba menciptakan minuman segar dan juga menyehatkan. Seperti diketahui bersama, kopi kaya akan berbagai khasiat untuk tubuh, seperti adanya karbohidrat, protein dan juga sedikit lemak. Selain itu kopi juga mengandung magnesium, kafein dan juga senyawa bahan kimia tumbuhan lainnya, seperti polifenol dan juga diterpen. Ketika dikonsumsi, kopi membantu meningkatkan kewaspadaan, konsentrasi, memperbaiki suasana hati, bahkan mampu menurunkan resiko depresi.

Demikian juga dengan kurma. Buah yang satu ini juga kaya akan kandungan nutrisi, seperti protein,  karbohidrat, serat, gula alami, kalium, kalium, zat besi dan juga zinc. Ada juga kandungan vitamin B,  vitamin K, asam folat, mangan, dan juga aneka jenis antioksidan. Ketika dikonsumsi, kurma dapat membantu mengatasi konstipasi, gangguan pencernaan, masalah jantung, anemia, disfungsi seksual, diare, bahkan mampu membantu meningkatkan kesehatan otak.   

Cara membuat kupi kurma   

Untuk membuat minuman khas Aceh yang satu ini ternyata tidak terlalu sulit. Yang perlu Anda lakukan hanyalah :   

  1. Rebus air hingga mendidih, kemudian masukkan kopi arabika bubuk, aduk hingga larut sempurna.
  2. Pisahkan buah kurma dengan bijinya, lalu blender hingga halus menggunakan air.
  3. Masukkan kopi bubuk ke dalam gelas, yang berisi air rendaman air kopi panas, masukkan juga kurma yang sudah diblender, lalu aduk hingga rata.  
  4. Anda dapat menyajikan kopi tersebut secara langsung (cara hangat) atau menuangkan es batu, untuk sajian dingin.

Kombinasi beberapa bahan tersebut, terbukti mampu menambah stamina tubuh Anda, serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh setelah seharian berpuasa.  

Selain cocok buat sajian untuk berbuka, kopi kurma juga cocok dikonsumsi ketika malam hari, atau ketika siang hari. Dingin atau panas, Anda dapat mengkonsumsinya sesuai selera.    

  • 18. Es Rujak Aceh

Salah satu makanan atau minuman yang paling diburu ketika matahari sedang terik adalah es atau juga rujak. Di Indonesia sendiri, rujak ada di hampir semua daerah, masing masing mempunyai ciri khas yang berbeda. Tidak ketinggalan Aceh. Adalah es rujak Aceh salah satu menu favorit bagi warga Aceh, yang pastinya pas dikonsumsi di siang hari yang panas.  

Tentang es rujak Aceh

Seperti biasanya ada berbagai macam jenis buah yang digunakan untuk membuat es rujak Aceh. Namun yang membedakan antara es rujak Aceh dengan rujak dari daerah lainnya, yaitu digunakanya buah kweni sebagai salah satu bahan bumbu rujak. Rujak Aceh sebetulnya memiliki dua varian, rujak potong dengan bumbu yang khas ataupun rujak serut sebagai minuman. Rujak tersebut bisa anda dapatkan diberbagai daerah di Aceh seperti Rujak Sabang dan Rujak Blang Bintang. Anda juga bisa menjadapatkan rujak di Tugu Kilometer Nol Sabang.

Bumbu kuah yang kental, ditambah sensasi pedas dan segar, pastinya membuat siapa saja menyukai sajian khas yang satu ini.  Untuk masalah harga, tidak perlu cemas, dipasaran sendiri, harga 1 porsi es rujak Aceh hanya sekitar Rp 12.000 saja.  

Di Aceh sendiri, ada banyak penjual es rujak Aceh, apalagi ketika menjelang berbuka, Anda akan menemukan penjual tersebut secara lebih mudah. Karena ini adalah salah  satu menu wajib, bagi warga Aceh untuk berbuka puasa.

Resep es rujak Aceh

Adapun cara membuat makanan atau minuman khas Aceh yang satu ini tidak sulit. Yang perlu Anda lakukan adalah mempersiapkan bahan bahan berikut :

  • Bahan

1 buah nanas, kupas dan potong-potong

2 buah mangga kweni, kupas dan potong-potong

200  mentimun, parut kasar

200 g bengkuang, kupas dan potong-potong

300  jeruk bali

  • Bumbu rujak

400 ml air mineral

3 buah mangga kweni matang, kupas dan buang bijinya

8 buah cabai rawit merah rebus

6 sdm gula aren

3 sdm air asam jawa

½ sdt garam

  • Cara membuat

Bumbu rujak: haluskan semua bahan bumbu rujak. Anda dapat menggunakan blender atau bisa juga dengan cara diulek.

Masukkan semua bahan buah yang sudah dipotong potong ke dalam mangkuk besar. Lalu tuang bumbu rujak ke atasnya, aduk rata dan sajikan. 

Agar rasanya makin nikmat, Anda dapat menambahkan es rujak Aceh ini dengan es batu. Atau Anda dapat menyimpan rujak tersebut di dalam lemari pendingin, sajikan ketika rujak buah sudah dingin. Sensasi rasa segar, pedas, dan dingin, pastinya menambah selera Anda. 

  • 19. Kopi Pala
Kopi Pala

Aceh adalah tempat yang menawarkan banyak pengalaman baru terutama di bidang kuliner. Banyak jenis makanan dan minuman unik yang hanya bisa ditemukan di sini yang perlu Anda coba jika berkunjung. Salah satunya adalah varian kopi dengan rasa unik yaitu kopi pala.

Berasal Dari Banyaknya Warung Kopi

Ketika Anda berkunjung ke Aceh, maka salah satu hal paling jelas yang akan terlihat adalah banyaknya warung kopi di sana. Oleh karena itu, para pemilik warung harus pintar-pintar mencari cara untuk menciptakan varian kopi baru supaya warung kopi mereka tetap laris.

Dari variasi-variasi yang diciptakan, ada yang gagal namun ada juga yang berhasil dan memikat hati para penikmat kopi dan salah satunya adalah kopi pala. Berawal dari warung-warung kecil, sekarang kopi pala sudah populer di banyak wilayah di Aceh dan bahkan sudah populer sebagai salah satu oleh-oleh wajib ketika berkunjung ke Aceh.

Pertama di Indonesia

Varian kopi pala ini dipercaya sebagai yang pertama di Indonesia dan Aceh adalah daerah pertama yang menciptakannya. Kopi pala adalah kopi yang menggunakan bubuk kopi Arabika, kemudian dicampurkan menggunakan ekstrak buah pala. 

Perpaduan antara kopi dan pala ini menjadi resep sempurna untuk menciptakan minuman khas Aceh karena warung kopi yang banyak dijumpai, serta pala yang juga banyak tumbuh di Aceh terutama Aceh selatan. Keduanya adalah produk asli Aceh dan sekarang kopi pala sudah identic dengan Tanah Rencong itu sendiri.

Perlu diketahui bahwa buah pala yang digunakan adalah ekstraknya saja. Ekstrak pala ini akan lebih nikmat dan cocok dicampur dengan kopi setelah melalui proses fermentasi. Semakin lama proses fermentasinya, maka hasil ekstrak yang didapatkan pun juga akan semakin bagus.

Itu dia semua yang perlu Anda tahu tentang kopi pala, minuman khas Aceh yang harus Anda coba ketika pergi ke Aceh. Jangan lupa juga membawanya sebagai oleh-oleh untuk orang-orang tersayang di hidup Anda. 

  • 20. Durian Kupi Luwak
Kopi Durian Luwak

Berada di penghujung Sumatera dan di mulut Samudra Hindia, Aceh sudah lama menjadi tempat bercampurnya berbagai kebudayaan. Terutama ketika pedagang dari Arab, India, dari penjuru Asia telah mulai menyambangi daerah ini sejak beberapa abad lalu. Hal ini membuat suku dan budaya Aceh mempunyai kekhasan tersendiri. Banyak jenis makanan dan minuman yang tercipta dari pencampuran ini, dan salah satunya adalah durian kopi luwak.

Varian yang Sangat Unik

Ada beberapa tempat wisata yang bisa dikunjungi ketika Anda berkunjung ke Aceh seperti Museum Tsunami, Masjid Raya Baiturrahman, atau Pantan Terong. Namun ketika malam hari datang, saatnya mencoba berbagai jenis kuliner yang ditawarkan oleh provinsi ini dan salah satunya adalah menikmati durian kopi luwak.

Sebagai bagian dari khasan kuliner dan minuman khas Aceh, varian kopi juga mempunyai andalannya sendiri. Sesuai namanya, kopi ini adalah kopi yang terbuat dari kopi luwak. Mungkin terdengar biasa saja, namun kemudian ada durian yang membuatnya unik dan berbeda dari jenis kopi lainnya.

Ketika Anda memesan secangkir durian kopi luwak, maka Anda akan mendapati sebutir buah durian bersama dengan kopi Anda. Durian tersebut bisa ditaruh di piring kecil yang mengalasi cangkir kopi, di piring terpisah, bahkan ada yang menyajikannya dengan memasukkan butir buah durian tersebut ke dalam cangkir kopi.

Sensasi yang Berbeda

Durian kopi luwak ini sangat cocok dinikmati ketika malam hari karena suasana dingin dan ditemani dengan kopi hangat plus durian akan membuat malam Anda sangat syahdu. Sensasi berbeda juga akan didapatkan karena durian tidak biasanya disantap bersamaan dengan kopi.

Anda bisa mencampur daging buah durian pada kopi, lalu mengaduknya dan meminumnya langsung secara bersamaan. Namun Anda juga bisa memakan buah durian dan meminum kopi secara terpisah. Bagaimana Anda menikmatinya adalah tergantung selera Anda masing-masing, atau bagaimana warung kopi yang Anda datangi menyajikannya.

Itu dia dua alasan utama mengapa Anda sangat perlu mencoba varian unik khas yaitu durian kopi luwak ketika Anda berkunjung ke Aceh. 

Baca Juga:

Setelah anda mengetahui minuman khas Aceh diatas, mungkin anda tertarik untuk mencoba salah satu atau beberapa minuman tradisional Aceh diatas. Mari berkunjung ke Aceh dan nikmati beragam minuman dan kuliner menarik di Aceh. anda bisa memasan paket wisata Aceh ataupun rental mobil Aceh untuk kemudahan perjalanan anda.

8 Pakaian Adat Aceh, Baju Tradisional Suku Aceh, Gayo, Alas, Singkil, Kluet, Tamiang & Simeulue

Pakaian adat Aceh merupakan salah satu baju tradisional suku Aceh yang merupakan salah satu suku yang dominan di Aceh. selain baju adat Aceh, terdapat juga beragam pakaian adat Aceh yang berasal dari suku di Aceh seperti pakaian adat Gayo, pakaian adat Alas, pakaian adat Singkil, Pakaian adat Kluet, pakaian adat Simeulue dan masih banyak baju tradisional Aceh lainnya. Nama pakaian adat Aceh yang paling terkenal adalah pakaian adat Ulee Balang dengan beragam aksesoris baik untuk pria maupun wanita.

Baju adat Aceh menunjukkan keistimewaan tersendiri dimana terdapat ciri khas Budaya Aceh dan adat Aceh. pakaian adat Aceh sering dipakai pada upacara adat Aceh seperti peringatan hari besar, perkawinan adat Aceh dan lain sebagainya. Pada pakaian Aceh ini terdapat beragam aksesoris yang dipakai seperti rencong yang merupakan senjata tradisional Aceh, meukeutop, patam dhoe, mekesah dan lain sebagainya.

Aceh terletak di ujung paling barat Indonesia dengan beragam keistimewaan. Selain itu, Aceh juga memiliki segudang wisata alam, budaya, hingga makanan khas Aceh. anda berencana ingin mengekplorasi keindahan Aceh, anda bisa melihat paket tour Aceh Sabang berikut:

Bagi anda yang ingin mengetahui lebih jauh tentang baju adat Aceh, berikut daftar pakaian adat Aceh dan aksesorisnya:

  • 1. Pakaian Ulee Balang

Indonesia terkenal akan keanekaragaman budaya dan adatnya. Hal ini membuat adanya banyak pakaian tradisional dari setiap daerah di Indonesia. Salah satunya adalah pakaian ulee balang dari Aceh. Pakaian ini mendapatkan pengaruh dari Islam dan Melayu sehingga tampilan pakaian adat ini sangat tertutup. Pakaian adat ini sering digunakan dalam acara pernikahan dan tarian tradisional. Ada beberapa hal unik yang bisa dikulik dari pakaian adat ini.

  1. Ada Sejak Zaman Kerajaan

Pakaian Ulee Balang ini dulunya hanya dipakai oleh keluarga kerajaan, yaitu Kerajaan Samudera Pasai. Kerajaan ini sangat berkuasa di Aceh pada abad 13. Nama pakaian ini merupakan sebutan kepala pemerintah di kerajaan Aceh di tingkat kota dan kabupaten. Pakaian ini sangat kental dengan nuansa kerajaan di zaman dulu. Namun, saat ini pakaian ini bisa dikenakan oleh seluruh masyarakat Aceh dan Indonesia.

Lihat Juga:

  • Bernama Adat Linto Baro Untuk Ulee Balang Pria

Pakaian Ulee Balang terdiri dari pakaian adat pria dan wanita. Pakaian adat Aceh untuk kaum pria disebut Linto Baro. Pakaian adat ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas, tengah, serta bawah. Bagian atas ini merupakan penutup kepala yang berbentuk lonjong disebut meukeutop. Bagian tengahnya biasanya berupa baju tertutup. Bagian bawahnya biasanya disebut sebagai celana sileuweu berwarna hitam dari kain katun tenun.

  • Bernama Adat Daro Baro untuk Ulee Balang Wanita

Setelah Anda mengetahui Ulee Balang untuk pria, saatnya mengulas untuk busana wanitanya. Busana ini disebut Daro Baro. Bentuk pakaian adat ini menyerupai baju kurung atau gamis dengan sentuhan Arab, China, dan Melayu. Model pakaian adat ini tertutup dan longgar. Bahan pakaian ini biasanya terbuat dari benang sutera dengan motif benang emas.

  • Memiliki Filosofi Tersendiri

Pakaian adat Ulee Balang dari Aceh ini ternyata mempunyai filosofi dan makna tersendiri. Anda tak hanya memakai pakaian adat biasa tetapi juga bisa belajar filosofinya. Baju ini memiliki motif tumbuh-tumbuhan untuk dekorasinya yang berarti kebersamaan, kesuburan, dan pertumbuhan. Tak hanya itu, bagian mahkota pakaian adat ini juga berwarna-warni dari warna merah, hijau, kuning, hitam, dan putih. Setiap warna di meukeutop mempunyai filosofi tersendiri.

  • Dilengkapi dengan Aksesoris Agar Telihat Sempurna

Pakaian adat dari Aceh ini bisa dikenakan oleh pria dan wanita. Penampilannya akan terlihat sempurna dengan tambahan aksesoris. Tambahan ini membuat tampilan lebih berwibawa, elegan, dan menawan. Anda bisa menambahkan beberapa aksesoris pelengkap bila memakai pakaian Ulee Balang seperti meukeutop, ija lamgugap yang merupakan songket sutera, rencong, patam dhoe mahkota dengan kaligrafi lafadz Allah, subang yang merupakan anting-anting, dan taloe tokoe bieung meuih yang berupa kalung emas.

Lihat Juga:

  • Meukeutop

Meukeutop merupakan kopiah atau penutup kepala khas Aceh. Penutup kepala ini biasanya dipakai bersamaan dengan pakaian adat Aceh Ulee Balang. Topi ini digunakan dalam berbagai acara resmi dengan pakaian adat. Ada beberapa hal menarik terkait penutup kepala ini. Inilah ulasan menarik tentang kopiah Meukeutop.

  1. Sebagai Aksesoris Pelengkap Ulee Balang

Kopiah meukeutop ini adalah salah satu ikon dari Provinsi Aceh khususnya Kabupaten Aceh Barat. Penutup kepala tradisional ini biasanya digunakan sebagai aksesoris pelengkap pakaian adat bagi kaum pria. Kopiah ini biasanya digunakan saat menghadiri acara adat, upacara, ataupun seremonial lain. Pemakaian kopiah ini sudah seperti hal wajib bagi siapapun yang memakai pakaian adat Aceh agar terlihat menawan.

Lihat Juga:

  • Hanya Satu Jenis Model

Bila Anda melihat kopiah meukeutop ini, pastinya Anda bertanya dalam hati terkait modelnya. Kesannya model kopiah ini sama satu dengan lainnya. Bentuk dasar kopiah ini memang samadan hanya satu jenis saja. Modelnya tak bisa diubah karena sudah sangat paten. Kopiah ini mempunyai warna dasar kuning dan merah. Kainnya dirajut jadi satu sehingga membentuk lingkaran. Pinggiran kopiah ini mempunyai motif anyaman dengan kombinasi warna kuning, merah, hijau, dan hitam.

  • Sudah Ada Sejak Zaman Kolonial Belanda

Kopiah Meukeutop ini adalah salah satu aksesoris tradisional khas dan ikon dari Aceh. Kopiah ini digunakan sebagai penutup kepala pakaian adat Aceh untuk menghadiri berbagai upacara adat. Kopiah ini ternyata sudah ada sejak lama yaitu sejak zaman kolonial Belanda. Dulunya kopiah ini disebut Tungkop karena berasal dari daerah Tungkop di Kabupaten Pidie. Pada zaman dahulu, kopiah ini hanya digunakan oleh para Sultan, Raja, dan ulama. Kopiah ini mempunyai ciri khas berbentuk lonjong, tinggi, dan berhiaskan lilitan kain sutera. Tak heran jika tampilan kopiah ini sangat mewah dan elegan.

  • Terdapat Tulisan Hijaiyah

Kopiah Meukeutop ini memiliki kombinasi motif dan warna. Motif anyaman dengan kombinasi warna hijau, hitam, kuning, dan merah ini terlihat menarik. Di bagian tengah kopiah ini memiliki lingkaran hijau dan hitam. Bila Anda melihat secara seksama, kopiah ini mempunyai tulisan hijaiyah Lam di bagian lingkaran kepala bawah. Kopiah ini ternyata memiliki 4 bagian dengan filosofinya sendiri.

  • Masuk Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Kopiah Meukeutop ini memiliki berbagai kombinasi warna dengan filosofinya sendiri. Misalnya merah adalah kepahlawanan, hijau agama, hitam mewakili ketegasan, kuning merupakan simbol negara, dan putih berarti suci. Ternyata kopiah ini masuk sebagai daftar Warisan Budaya Tak Benda di tahun 2021 yang berarti kopiah ini sangat ikonik. Bahkan kopiah ini juga dibangun sebagai tugu wisata di daerah Meulaboh, Aceh Barat saking ikoniknya.

Lihat Juga:

  • Sileuweu

Pakaian adat Aceh disebut Ulee Balang. Pakaian ini memiliki beberapa bagian mulai dari bagian atas, tengah, dan bawah. Tak hanya itu saja, pakaian ini biasanya dikenakan oleh kaum pria dan wanita dengan sebutan berbeda. Salah satu bagian pakaian adat Aceh untuk pria adalah celana Sileuweu yang merupakan bagian bawahan untuk pakaian tradisional tersebut. Sebelum Anda memilih celana adat ini, ada beberapa hal yang harus diketahui.

  1. Bawahan Untuk Baju Adat Meukeusah

Pakaian adat Aceh memang bermacam-macam dengan kombinasi warna yang menarik. Ada satu bagian bawah pakaian adat Aceh yang bisa digunakan untuk melengkapi penampilan Anda. Pakaian ini bernama celana Sileuweu yang merupakan bawahan untuk pakaian adat Meukeusah. Celana ini sangat cocok sekali dikombinasikan dengan baju adat tersebut. Celana tersebut memiliki warna dasar hitam dengan bahan katun sehingga tidak membuat gerah.

Lihat Juga:

  • Bentuk Melebar

Celana Sileuweu ini adalah komponen bawahan dari pakaian adat Aceh untuk pria yang disebut Linto Baro. Warnanya hitam ternyata cocok dikombinasikan dengan model yang unik. Bentuk celana ini melebar ke bagian bawah. Tentu saja dengan model melebar membuat penampilan terkesan gagah dan menawan. Celana ini sering kali disebut sebagai celana cekak Musang untuk digunakan kaum pria. Celana ini digunakan untuk menghadiri acara seremonial dan upacara adat di Aceh.

  • Sulaman Emas

Celana Sileuweu ini ternyata mempunyai hiasan sulaman emas  yang menarik di bagian bawah celananya. Sulaman ini membuat tampilan celana adat ini terlihat mewah dan menarik dipadukan dengan atasan adat Aceh yang sangat khas. Celana ini sangat cocok dikombinasikan dengan sarung songket sutera seperti Ija Songket, Ija Lamgugap, ataupun Ija Krong. Ketiga sarung songket itu biasanya diikatkan di bagian pinggang dengan panjang sarung di atas lutut.

  • Simbol Ketegasan

Tak hanya itu saja, ada hal lain yang harus diketahui terkait celana Sileuweu. Celana ini memiliki makna dan filosofi khusus yang membuat para pria bangga memakainya. Celana ini ternyata mempunyai makna ketegasan dan juga sebagai simbol kemakmuran di zaman kerajaan dulu. Celana berbahan dasar katun ini juga menjadi inspirasi celana khas di daerah Melayu. Simbol ketegasan ini akan terlihat lebih nyata bila Anda menambahkan sarung songket yang diikat di pinggang. Celana adat ini sangat ikonik dan dipakai oleh kaum pria di Aceh.

Celana Sileuweu ini bisa dipadukan dengan aksesoris yang tepat agar terlihat menarik. Selain kain songket sutera, maka Anda bisa memadukan dengan rencong. Apa itu rencong? Rencong adalah senjata khas dan tradisional Aceh. Senjata ini bisa diselipkan di bagian belakang celana adat ini untuk melengkapi penampilan kaum pria di acara seremonial.

  • Rencong
Senjata tradisional Aceh

Aceh adalah daerah paling utara dari salah satu pulau terbesar di Indonesia dan dunia yaitu Sumatera. Aceh memiliki beberapa nama panggilan dan salah satunya adalah tanah rencong. Layaknya banyak daerah lain di Indonesia, Aceh juga memiliki senjata khasnya sendiri yang disebut dengan rencong yang kemudian menjadi julukan daerah tersebut.

Bagaimana sejarah rencong sehingga bisa menjadi begitu tidak terpisahkan dengan identitas Aceh?

Simbol Keberanian

Jika keris senjata tajam khas Jawa biasanya disematkan di pinggang bagian belakang, tidak begitu dengan rencong. Ketika keris disimpan dalam konteks untuk disembunyikan, rencong disematkan di pinggang bagian depan, menunjukkan kesan keberanian dan kesiapan bertempur sampai titik darah penghabisan baik pria maupun wanita.

Lihat Juga:

Sejarah rencong sendiri tidak begitu jelas, terdapat cerita rakyat yang dianggap sebagai asal usul rencong. Cerita tersebut tentang bagaimana pada zaman dahulu ada seekor burung yang selalu mengganggu warga Aceh. Sang raja waktu itu pun berdoa kepada Tuhan untuk memberikan petunjuk tentang membuat senjata yang bisa membunuh burung tersebut, dan rencong yang menyerupai tulisan bismillah dalam aksara Arab pun muncul.

Namun untuk sejarah asli rencong terdapat dua versi yaitu rencong dibuat pada abad ke 16 pada masa pemerintahan Sultan Al Kahar yang dekat dengan Khalifah Ottoman Turki dan meminta bantuan untuk melawan orang Portugis. Sedangkan versi kedua adalah rencong dibuat oleh seorang tokoh bernama Pocut Muhammad yang memerintahkan pembuatan rencong karena persediaan baja yang banyak.

Walaupun rencong adalah senjata dan pakaian khas Aceh, namun terdapat tingkatan berbeda tergantung pada siapa yang sedang menggunakan senjata ini. Jika pemegangnya adalah Sultan atau Raja, bilah pisau rencong akan terbuat dari emas dan sarungnya terbuat dari gading. Sedangkan untuk masyarakat biasa, belati akan terbuat dari kuningan dan sarungnya terbuat dari tanduk kerbau.

Jenis-jenis Rencong

Tidak hanya material pisau dan sarung yang berbeda tergantung pemegangnya, rencong juga memiliki berbagai jenis yang berbeda. Yang pertama adalah rencong meucugek di mana pada gagang rencong tersebut terdapat sebuah cugek atau meucugek yang dalam istilah lokal Aceh memiliki arti perekat atau panahan.

Jenis kedua bernama rencong pudoi yang berarti rencong yang masih belum sempurna dan kekurangan dari rencong ini bisa dilihat pada gagangnya. Selanjutny ada rencong meupucok yang pucuk gagangnya terbuat dari emas atau gading. Pangkal gagang juga dihiasi emas bahkan permata.

Jenis rencong selanjutnya adalah rencong hulu puntong dengan belati yang ditempa dengan logam. Kepala rencong juga dibuat dari tanduk kerbau atau kayu. Terakhir adalah rencong meukure yang memiliki hiasan-hiasan yang unik yaitu lipan, ular atau bunga.

Lihat Juga:

  • Cekak Musang

Melayu baik bahasa maupun pakaian adatnya adalah kesamaan paling mencolok dari Malaysia dan Indonesia, terutama Sumatera bagian timur yaitu Riau baik daratan maupun kepulauan. Salah satu yang khas dari budaya Melayu yang bisa dengan mudah ditemukan adalah baju kurung Cekak Musang yang memiliki banyak serba-serbi.

Apa Itu Cekak Musang?

Cekak Musang adalah sebuah pakaian khas Melayu untuk kaum pria yang memiliki bagian kerah cukup tinggi yaitu sekitar 2,5 cm. Baju ini juga memiliki ukuran yang panjang, dan ketika dipakai biasanya dibarengi dengan pesak dan kekek. Pakaian ini juga memiliki tiga buah saku yaitu satu di sisi kiri dada, dan dua di sekitar perut sebelah kiri dan kanan.

Lihat Juga:

Asal-usul Cekak Musang

Pakaian adat ini berasal dari daerah Johor di Malaysia, lebih cepatnya daerah bernama Lingga. Sedangkan sejarahnya, baju kurung ini tergolong masih baru yaitu mulai diperkenalkan sekitar tahun 1930 sampai 1940-an. Ketika melihat desain baju ini, terlihat seperti sebuah pakaian yang mirip dengan gamis laki-laki namun kemudian ukurannya dikurangi sehingga menjadi lebih pendek yaitu setinggi pinggang.

Untuk penggunaannya, baju kurung Cekak Musang ini digunakan pada umumnya ketika acara adat Melayu maupun ketika hari besar Islam seperti Idul Fitri. Pemakaian baju kurung ini biasanya dibarengi dengan celana yang berwarna sama dengan baju atasan, lengkap dengan kain bermotif. Tidak hanya itu, biasanya pemakaian pakaian ini juga dilengkapi dengan songkok hitam.

Beberapa Jenis Cekak Musang

Selain di Riau, Cekak Musang juga populer di Aceh dan sering dianggap sebagai pakaian khas Aceh. Terdapat berbagai jenis pakaian adat Melayu ini yang bisa membuat pemakainya tidak bosan. Jenis pertama adalah Cekak Musang polos yang sangat simpel yaitu hanya baju kurung dan celana dengan warna sama, tanpa kain atau sarung.

Selanjutnya ada baju Cekak Musang dengan pemakaian kain songket yang akan digunakan untuk menutupi bagian atas celana yang digunakan dari pinggang sampai ke area lutut. Perlu diketahui, warna baju kurung atasan dan celana masih sama, hanya kain songket bermotif akan menjadi pemanis yang membuatnya berbeda.

Jenis selanjutnya adalah baju Cekak Musang dengan panjang lengan yang tidak penuh yaitu hanya seperempat saja. Kain songket atau sarung juga digunakan, namun warna celana yang digunakan akan berbeda dengan warna baju atasan.

Itu dia asal-usul pakaian adat Melayu Cekak Musang beserta berbagai jenis berbeda yang bisa digunakan setiap acara adat atau hari raya. Cekak Musang adalah pakaian kombinasi antara adat melayu dan agama Islam yang sangat elegan dan nyaman digunakan dalam waktu lama.

Lihat Juga:

  • Baju Meukesah

Indonesia adalah negara dengan berbagai jenis suku bangsa yang memiliki berbagai hasil budaya yang berbeda mulai dari bahasa sampai pakaian adat, termasuk Aceh atau yang juga biasa disebut Tanah Rencong. Untuk pakaian pria, biasanya baju meukesah akan menjadi bagian atasan. Berikut berbagai elemen dalam pakaian Linto Baro untuk pria Aceh.

Baju Meukesah

Pakaian Linto Baro akan dimulai dengan atasan berupa baju meukesah yang berbentuk seperti blazer atau beskap. Pakaian ini sudah digunakan oleh para pria Aceh untuk acara-acara tertentu sejak zaman kerajaan Perlak maupun Samudra Pasai. Pada umumnya baju meukesah ini akan berwarna hitam dan terbuat dari bahan kapas maupun sutra.

Lihat Juga:

Warna hitam digunakan karena melambangkan kebesaran yang harus dimiliki oleh seorang pria. Pada baju meukesah akan dapat ditemukan sulaman-sulaman benang dengan warna emas yang terdapat pada bagian leher sampai dada kemudian juga ujung lengan. Biasanya motif yang digunakan didasarkan pada bunga atau sulur daun.

Celana Sileuweu dan Kain Sarung

Untuk bagian celana, baju meukesah akan dilengkapi dengan celana sileuweu yang juga berwarna hitam dan dibuat dari bahan katun. Bentuk celana ini melebar ke bawah dan juga dihiasi sulaman berwarna emas. Kemudian, sarung yang dibuat dari songket akan digunakan di bagian depan celana dari pinggang sampai lutut yang akan semakin menunjukkan wibawa pemakainya.

Meukeutop

Elemen selanjutnya dalam pakaian khas Aceh adalah meukeutop yang akan dipakai di kepala penggunanya. Jika dilihat sekilas, meukeutop ini sangat mirip dengan penutup kepala yang digunakan para lelaki pada masa kekaisaran Ottoman di Turki. Hal ini terjadi karena pada zaman dahulu, Aceh dan Ottoman memiliki hubungan yang sangat dekat.

Meukeutop ini dibuat dari kain tenun yang kemudian disulam, biasanya akan berwarna hijau, merah, hitam atau kuning. Pada bagian atas penutup kepala ini, akan terdapat sebuah tampoek yang dibuat dari bahan emas bahkan kadang juga dilengkapi dengan permata.

Rencong

Yang diperlukan selanjutnya untuk melengkapi pakaian adat Aceh ini adalah tentu saja senjata khasnya yaitu rencong. Jika di Jawa keris diposisikan di belakang, di Aceh rencong akan diposisikan di bagian depan sebagai lambang kesiapan para pria Aceh untuk bertempur. Bagian gagang juga akan dirancang supaya muncul keluar untuk semakin menegaskan kesiapan tersebut.

Dimulai dari baju meukeusah, celana sileuweu atau cekak musang, sarung songket, mekeutop sebagai penutup kepala, kemudian rencong dan pakaian adat Aceh pun komplit. Pakaian Linto Baro ini biasanya digunakan oleh para pria untuk acara-acara besar seperti acara pernikahan, sedangkan untuk wanita, nama pakaian adatnya adalah Daro Baro.

Lihat Juga:

  • Baju Dara Baro

Baju Dara Baro adalah salah satu pakaian khas Aceh yang biasanya dipakai oleh perempuan Aceh ketika melangsungkan pernikahan. Pakaian adat yang satu ini terdiri dari baju kurung, penutup kepala, celana, serta berbagai macam aksesoris yang membuat tampilannya semakin cantik. Seperti halnya pakaian khas Aceh lainnya, Dara Baro juga dilengkapi dengan berbagai macam perhiasan supaya perempuan yang menggunakannya terlihat lebih mempesona.

Lihat Juga:

Bagaimana Pakaian Khas Aceh, Baju Dara Baro saat Digunakan?

Baju Dara Baro sendiri mempunyai dominan warna yang cukup beragam, seperti misalnya ungu, merah, hijau, atau kuning. Lalu, apa saja aksesoris yang digunakan bersama dengan pakaian khas Aceh yang satu ini? Yuk simak penjelasan lengkapnya di bawah ini:

1. Baju Kurung

Baju kurung ini adalah atasan yang nantinya akan digunakan oleh perempuan Aceh ketika memakai pakaian khas Aceh yang satu ini. Adapun bahan dasar dari baju kurung ini yaitu hampir mirip dengan baju adat Aceh lain seperti baju Meukeusah, yaitu kain tenun yang terbuat dari bahan sutra dengan sulaman emas yang bermotif indah.

Baju kurung ini adalah perpaduan dari budaya Melayu, China, dan Islam. Kerah pada bagian baju kurung hampir serupa dengan pakaian perempuan dari China. Bentuk dari gaunnya sendiri cukup panjang sampai pinggul, menutup tubuh, dan tidak memperlihatkan bentuk tubuh perempuan. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan budaya Melayu dan juga Islam.

2. Celana Cekak Musang

Celana yang satu ini adalah setelan bawahan dari baju kurung. Biasanya, celana ini dipakai oleh para pria dan juga perempuan Aceh. Mulai dari bentuk ataupun bahannya sama, tapi warnanya cukup beragam, tidak hanya hitam seperti yang digunakan oleh pria.

3. Sarung

Supaya pinggul perempuan lebih tertutup, maka para perempuan Aceh akan menggunakan sarung sebagai lapisan luar dari celana cekak musang. Sarung yang satu ini biasanya terbuat dari kain songket yang diikat dengan ikat pinggang yang berbahan perak ataupun emas (biasanya disebut sebagai Taloe Kiieng Patah Sikureung)

3. Patam Dhoe

Pakaian khas Aceh tentunya akan menyesuaikan dengan nilai-nilai agama Islam. Dengan begitu, semua desainnya juga akan disesuaikan agar tetap menutup aurat perempuan. Hal tersebut tidak terlepas dari penutup kepala yang disebut sebagai Patam Dhoe. Penutup kepala yang satu ini merupakan perhiasan yang berupa mahkota yang didesain supaya bisa menutup kepala perempuan. Sebelum menggunakan aksesoris ini, perempuan Aceh dianjurkan untuk menggunakan jilbab terlebih dulu.

4. Keureusang

Keureusang atau yang biasa disebut bros ini digunakan dengan cara disematkan pada permukaan gaun. Pakaian khas Aceh ini tergolong barang yang mewah karena terbuat dari emas. Umumnya aksesoris ini digunakan bersama dengan baju Dara Baro agar tampilan perempuan Aceh semakin glamor dan mewah.

Itulah penjelasan mengenai pakaian khas Aceh baju Dara Baro dan beberapa aksesoris pelengkapnya. Semoga bermanfaat.

Lihat Juga:

  • Patam Dhoe

Patam Dhoe merupakan salah satu aksesoris pada pakaian khas Aceh yang terbuat dari perak ataupun emas. Bentuk dari perhiasan ini mirip seperti mahkota namun terbagi atas tiga bagian dan dihubungkan menggunakan sistem engsel. Untuk bagian tengah atas terdapat ukiran piligran motif tumbal dan 5 buah permata sailan yang berwarna merah jambu. Kemudian pada bagian kiri dan juga kanan masing-masing terdapat lima pohon dengan daun serta bunga motif hati. Berikutnya, ada ukiran kaligrafi yang dilingkari dengan ukiran motif bola kecil dan juga bunga.

Lihat Juga:

Filosofi Pakaian Khas Aceh: Patam Dhoe

Pada dasarnya, pakaian khas Aceh selalu menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, hampir semua desain yang digunakan pasti menutup perempuan. Hal tersebut tidak terlepas dari penutup kepala seperti Patam Dhoe. Penutup kepala yang satu ini merupakan perhiasan atau aksesoris yang berupa mahkota dan diciptakan untuk menutupi aurat kepala perempuan.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Patam Dhoe ini didesain dengan motif kaligrafi yang bertuliskan lafadz Allah dan Muhammad SAW. Biasanya masyarakat Aceh menyebut kombinasi lafadz dan juga kaligrafi tersebut dengan sebutan Bungoh Kalimah. Mahkota ini umumnya dipakai sebagai tanda bahwa perempuan tersebut sudah menikah dan suaminya mempunyai tanggung jawab atas istrinya

Selain Patam Dhoe, pakaian khas Aceh perempuan yang juga dilengkapi dengan berbagai macam perhiasan seperti:

1. Perhiasan

Kepala dan juga bagian tubuh perempuan Aceh lainnya juga nantinya akan dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris unik seperti anting, gelang, dan juga kalung. Mulai dari Patam Dhoe yang diletakkan pada dahi, terbuat dari emas 24 karat. Kemudian ditambah lagi dengan Serkonia putih 5 butir, beratnya sendiri mencapai 160 gram. Setelah itu, rasanya tidak lengkap bila pengantin perempuan tidak menggunakan Gleung Goki atau gelang kaki yang terbuat dari tembaga berlapis perak.

2. Keureusang

Keureusang atau bros ini adalah salah satu perhiasan yang panjangnya mencapai 10 centimeter dengan lebar 7,5 centimeter. Perhiasan yang satu ini nantinya akan disematkan pada gaun dan biasanya terbuat dari emas dengan tambahan berlain.

3. Untai Peuniti

Untai Peuniti merupakan salah satu perhiasan unik yang digunakan untuk mempercantik pakaian khas Aceh. Biasanya aksesoris ini terbuat dari emas dengan 3 motif berbeda. Motif dari Untai Peuniti ini dibuat menggunakan ukiran yang ditenun dengan pola pakis atau kuncup bunga. Kemudian, pada bagian tengahnya ada motif boh eungkot atau titik kecil seperti telur ikan. Motif yang satu ini terinspirasi dari rumah khas Aceh, sehingga bentuknya sangat unik dan menarik.

Itulah beberapa penjelasan mengenai aksesoris Patam Dhoe yang ada pada pakaian khas Aceh. Semoga bermanfaat.

Lihat Juga:

  • Piring Dhoe

Piring Dhoe adalah salah satu perhiasan tradisional yang biasanya digunakan untuk menunjang penampilan perempuan Aceh. Perhiasan ini akan digunakan bersama dengan Dara Baro, yakni pakaian khas Aceh untuk perempuan. Seperti yang kita tahu bahwa perhiasan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang wajib dilestarikan. Salah satunya adalah Piring Dhoe yang menjadi warisan nenek moyang yang berhasil mengolah emas ataupun logam sejak masa kebudayaan perunggu.

Deretan Perhiasan Tradisional pada Pakaian Khas Aceh

Perhiasan tradisional yang digunakan oleh pengantin perempuan di pakaian khas Aceh memang cukup beragam. Misalnya saja Piring Dhoe sebagai hiasan kepala yang terbuat dari emas ataupun perak. Bentuknya sendiri seperti mahkota.

Lihat Juga:

Selain Piring Dhoe, berikut ini adalah deretan perhiasan tradisional yang biasanya digunakan untuk menunjang penampilan perempuan saat menggunakan pakaian khas Aceh, diantaranya yaitu:

1. Anting atau Subang Aceh

Subang Aceh ini merupakan perhiasan tradisional yang terbuat dari emas yang berhiaskan permata. Untuk diameternya biasanya mencapai 6 centimeter dan bentuknya mirip seperti bunga matahari yang berkelopak runcing.

2. Kalung

Kalung ini biasanya disebut dengan Taloe Takue Bieng Meuih. Perhiasan yang satu ini terbuat dari emas dan mempunyai enam buah keping yang berbentuk hati. Selain itu, ada juga satu buah keping lagi yang berbentuk seperti kepiting. Kalung yang satu ini umumnya digunakan untuk menunjang penampilan pengantin perempuan saat menggunakan pakaian khas Aceh.

3. Bros

Bros atau yang sering disebut Keureusang ini memiliki bentuk seperti hati yang panjangnya 10 centimeter dengan lebar 7,5 centimeter. Perhiasan tradisional yang satu ini merupakan barang yang cukup mewah karena terbuat dari emas yang berlapis intan dengan jumlah mencapai 102 butir.

Selain itu, ada juga hiasan dengan nama Simplah yang disematkan pada bagian dada dan umumnya terbuat dari emas atau perak sepuh emas. Simplah sendiri terdiri dari 26 buah lempengan kecil yang berbentuk segi enam. Kemudian ada juga lempengan besar dengan bentuk segi delapan.

Setiap lempengan tersebut akan dihiasi oleh serpihan permata yang berwarna merah. Lalu lempengan kecil yang berjumlah 26 tersebut nantinya akan disusun menjadi 4 kelopak bunga yang dirangkai menggunakan rantai emas.

4. Hiasan Kepala

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hiasan kepala yang biasanya digunakan oleh pengantin perempuan adalah Piring Dhoe dan juga Culok Ok. Piring Dhoe sendiri memiliki bentuk seperti mahkota, sedangkan Culok Ok berbentuk seperti tusuk konde yang terdiri dari empat jenis. Mulai dari bungong keupula atau bunga tanjung, lalu ada ulat sangkadu, bintang pecah, dan juga bungong sunteng.

Itulah penjelasan mengenai deretan perhiasan tradisional yang digunakan untuk menunjang penampilan perempuan ketika menggunakan pakaian khas Aceh. Semoga bermanfaat.

Lihat Juga:

  • Subang Aceh

Subang Aceh merupakan salah satu perhiasan khas Aceh yang masih eksis sampai sekarang. Bentuknya begitu unik, menarik, dan sangat indah dipandang. Aceh memang banyak dikenal memiliki berbagai jenis pernak-pernik perhiasan tradisional yang umumnya digunakan pada suatu acara tertentu.

Tiap perhiasan khas Aceh tersebut memiliki ragam keunikannya tersendiri. Mari simak lebih dalam mengenai salah satu perhiasan khas dari Aceh ini supaya dapat memberikan wawasan dan ilmu yang lebih luas khususnya tentang kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia yang sangat luas dan begitu beraneka ragam ini.

Lihat Juga:

Perhiasan Anting-Anting Khas dari Aceh

Subang Aceh adalah perhiasan berupa anting-anting tradisional yang khas dari Aceh dan perhiasan ini berbentuk mirip seperti bunga matahari. Subang sebagai perhiasan anting-anting ini dibuat dari emas dan juga perak. Memiliki ukuran diameter sekitar 6 cm, dan anting ini ujung kelopaknya berbentuk runcing. Adapun letak keunikan perhiasan berupa anting-anting khas Aceh ini ada di bagian atas lempengan yang berbentuk bunga matahari, yaitu disebut dengan “Sigeudo Subang”.

Selain anting ini, ada juga berbagai perhiasan tradisional khas lainnya dari Aceh. Perhiasan tersebut antara lain yaitu Peuniti, Ayeum Gumbak, Keureusang, Culok Ok (Tusuk Konde), Patam Dhoe, dan lain-lain. Kebanyakan perhiasan tradisional tersebut terbuat dari emas. Dari sini bisa memperluas wawasan Anda tentang ragam perhiasan khas indonesia contohnya khas Aceh, dan juga bisa meningkatkan rasa toleransi terhadap keberagaman suku dan budaya di Indonesia.

Sekilas Tentang Perhiasan Tradisional Aceh yang Bernilai Tinggi

Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang sangat kental dengan budayanya. Terdapat sejumlah keragaman budaya dengan berbagai makna mendalam. Aceh memiliki banyak pakaian khas atau baju adat tradisional serta perhiasan-perhiasan tradisional yang sangat bernilai tinggi. Terlihat dari perhiasan seperti anting tadi, yaitu banyaknya perhiasan khas dari Aceh yang terbuat dari emas.

Keanekaragaman perhiasan khas Aceh yang terbuat dari emas tersebut tak terlepas dari faktor kondisi geografisnya. Sekedar informasi, Aceh atau Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sebuah daerah yang letaknya berada di Pulau Sumatera. Pulau ini dikenal sejak dulu sebagai pulau penghasil emas, bahkan sudah sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Kekayaan emas di pulau ini menjadikan banyak pengrajin merasa “termotivasi” untuk bisa menghasilkan berbagai perhiasan bernilai tinggi.

Sejak zaman dahulu kala, para pengrajin perhiasan di sini membuat perhiasan tersebut dengan penuh kehati-hatian dan mengerjakannya dengan sangat rapi, sehingga kualitasnya betul-betul tinggi. Tak sedikit kolektor-kolektor perhiasan di berbagai belahan dunia ingin memburu perhiasan khas Aceh buatan zaman dahulu yang bernilai sangat tinggi tersebut.

Itulah sekilas tentang perhiasan tradisional khas dari Aceh, yaitu Subang Aceh. Semoga artikel ini dapat memotivasi untuk terus saling menghargai keanekaragaman suku bangsa dan juga budaya di Indonesia.

Lihat Juga:

  • Kain Songket Aceh

Kain Songket Aceh adalah suatu kerajinan tangan yang dibuat dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan alat tenun (bukan mesin). Dengan alat tersebut, penenun bisa menggerakkannya menggunakan kaki dan juga tangan. Keberadaan songket Aceh sekarang ini tak terlepas dari peranan masyarakat di Aceh yang sudah mewariskan tradisi menenun secara turun-temurun khususnya pada pembuatan songket Aceh.

Lihat Juga:

Tak hanya memiliki corak dan motif yang cantik, kain songket juga memiliki sejarahnya tersendiri. Simak selengkapnya berikut ini tentang sekilas sejarah dari songket Aceh, dan motif kain songket Aceh.

Sejarah Songket Aceh

Sebenarnya, budaya menenun pada masyarakat Aceh ini memang sudah ada sejak zaman dahulu kala bahkan sejak zaman penjajahan, diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Namun, salah satu penenun yang sangat berpengaruh pada perkembangan dunia usaha tenun songket Aceh ini adalah Nyak Mu.

Nyak Mu telah menjaga serta mewariskan tradisi penciptaan tenun songket Aceh ini dari nenek dan nenek buyutnya terdahulu ke generasi yang lebih muda, tidak hanya diturunkan kepada anak cucunya saja, tetapi Nyak Mu juga wariskan ke banyak perempuan di Aceh. Dari sejak pertama mendirikan usaha kain tenun songket Aceh pada zaman dulu, Nyak Mu sudah berhasil menjadi guru yang mengajarkan tradisi tersebut kepada banyak sekali perempuan Aceh yang datang dari berbagai daerah di Aceh.

Setelah Nyak Mu, anak dari Nyak Mu lah yang gantian mewariskannya. Nyak Mu ialah sosok yang melegenda yang telah berperan penting memperkenalkan kerajinan tenun songket Aceh ini ke seluruh pelosok di Indonesia. Dulu, karakteristik tenun songket Aceh dilihat dari warnanya, masih didominasi warna daerah yakni didominasi warna kuning, hijau dan merah. Warna warna tersebut memiliki simbol yang dianggap bisa mewakili unsur masyarakat Aceh zaman dahulu.

Namun, seiring berjalannya waktu tren mode terus berkembang. Kini kain songket Aceh sudah banyak hadir dalam berbagai warna yang lebih bervariasi.

Motif Motif Songket Aceh

Anda bisa menemukan kain songket dari Aceh dengan motif yang bervariasi serta harga kain songket Aceh yang bervariasi pula. Motif yang ada pada kain ini tentunya bukan semata-mata untuk hiasan saja, tetapi juga punya makna filosofis yang begitu mendalam. Diantara semua motif songket Aceh, ada salah satu motif yang paling populer yaitu dinamakan motif Bungong.

Ada motif motif lainnya yang juga menarik, antara lain yaitu motif buah, motif bunga, awan, dan lain sebagainya. Salah satu contoh motif buah adalah motif buah delima.

Selain itu, sebenarnya masih ada banyak lagi jenis motif pada kain tenun atau kain songket Aceh yang memiliki makna filosofis. Seiring berkembangnya zaman, telah mulai bermunculan banyak perpaduan warna songket yang indah.

Lihat Juga:

  • 2. Pakaian Adat Gayo

Pakaian Adat Gayo yang dinamakan Kerawang Gayo merupakan suatu pakaian adat tradisional yang berasal dari suku Gayo, Aceh. Pakaian ini dikenakan pada saat suatu acara tertentu yang tentunya tidak sembarangan. Pada saat mengenakan pakaian Kerawang Gayo, biasanya juga ditambah dengan penggunaan aksesoris atau perhiasannya. Perlu diketahui, bahwa pakaian ini ada beberapa macamnya, simak pembahasan tentang pakaian Kerawang Gayo berikut ini.

Jenis dan Ciri Khas Busana Adat Gayo

Pada dasarnya, pakaian adat Gayo Aceh ini merupakan pakaian adat pengantin. Dulunya banyak sekali digunakan oleh para masyarakat suku Aceh Gayo dan hingga sekarang ini masih ada dan masih bertahan.

Pakaian adat suku Gayo di Aceh terbagi jadi dua jenis, yaitu Aman Mayok dan Ineun Mayok. Pakaian Aman Mayok khusus digunakan untuk para laki-laki Aceh Gayo, sedangkan Ineun Mayok secara khusus dibuat untuk para perempuan Aceh Gayo.

Pakaian untuk pengantin laki-laki yaitu Aman Mayok memiliki aksen Bulang Pengkah yang mana itu fungsinya adalah sebagai tempat menancapnya sunting. Pakaiannya disertai dengan berbagai perlengkapan yaitu seperti ponok (semacam keris), genit rante, sejumlah gelang di lengan, cincin, dan lain-lain.

Sementara itu, jenis pakaian yang khusus untuk mempelai wanita (Ineun Mayok) didesain secara Islami mengingat kuatnya pengaruh agama Islam di dalam budaya Aceh. Setelan baju yang khusus wanita ini terdiri dari atasan yaitu baju, bawahan yaitu celana, lalu ada sarung pawak, serta ikat pinggang khusus. Pada wanita juga bisa ditambahkan perhiasan ataupun aksesori.

Ciri khas pakaian adat Gayo adalah pada warna termasuk warna kain latarnya, serta pada bentuk motifnya. Adapun warna warna yang biasanya digunakan untuk jadi warna motif hias baju Kerawang Gayo adalah warna hitam, merah, kuning, atau putih. Lalu motif motif yang ada pada baju ini ada banyak, beberapa diantaranya yaitu ada motif Bunge kipes, Puter tali, Sesirung, Tulenni Iken, Gegaping, Bunge panah, Mun berangkat, Ulen, Mata itik, Pucuk rebung, dan lain-lain.

Penggunaan Busana Adat Gayo

Mengingat ini adalah pakaian adat pengantin, maka pemakaiannya adalah pada saat melangsungkan acara pernikahan adat Gayo (Kerje Mungerje) yang mana nantinya pakaian ini akan dikenakan oleh kedua pengantinnya. Selain itu, pakaian Adat Gayo juga biasanya dikenakan pada acara tarian adat, upacara menyambut tamu, hingga upacara Petaweren atau tepung tawar, yaitu semacam upacara tradisional.

Pakaian adat Gayo yang bernama Kerawang Gayo tak hanya bisa memikat dengan keindahannya secara visual, tetapi juga bisa memikat hati dengan berbagai makna filosofis mendalam yang ada pada tiap motif dan juga warnanya tersebut. Itu dia jenis, ciri khas serta penggunaan baju adat Gayo yang perlu anda ketahui.

  • 3. Pakaian Adat Singkil

Provinsi Aceh memiliki keanekaragaman budaya di berbagai daerahnya, salah satunya yaitu pakaian adat Singkil khas dari Aceh Singkil. Suku Singkil turut serta dalam meramaikan kebudayaan di Aceh yaitu melalui benda seni yang berupa pakaian/busana adat yang sangat memukau tersebut.

Selain busana adat Singkil, daerah Aceh Singkil juga memiliki berbagai sesuatu yang “khas” lainnya yang tentunya sayang sekali jika dilewatkan ketika Anda berlibur ke Aceh Singkil, yaitu oleh-olehnya. Anda mungkin penasaran tentang baju adat Singkil serta beragam oleh-oleh khas Aceh Singkil, berikut ini pembahasannya.

Busana Adat Singkil

Pakaian adat Singkil dari Aceh Singkil merupakan pakaian yang umumnya dipakai pada saat berlangsungnya acara tertentu. Misalnya yaitu pada saat acara pesta pernikahan, serta kerap dipakai di acara penting pemerintahan di sana. Siapa pun, baik perempuan maupun laki-laki bisa tampil dengan elegan dan menawan ketika mengenakan baju ini pada suatu acara resmi tersebut.

Baju adat Singkil yang untuk perempuan biasanya sangat khas. Helai bajunya memiliki warna merah yang cenderung terang, serta tidak berkerah. Lalu, pada bagian depannya terdapat hiasan berwarna keemasan yang menjuntai. Selain warna merah, ada juga yang bajunya berwarna hitam.

Sedangkan busana adat Singkil yang untuk laki-laki juga disertai dengan berbagai hiasan-hiasannya, namun hiasannya tersebut tidak terlalu ramai. Itulah sekilas tentang pakaian adat Singkil.

Beberapa Oleh-Oleh Khas Aceh Singkil

Jangan salah, di Aceh Singkil terdapat beragam buah tangan yang unik-unik, lho. Ketika berkunjung ke sini, sebaiknya Anda tak melewatkan untuk membeli oleh-oleh khas dari Aceh Singkil. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi oleh-oleh yang khas dari Aceh Singkil.

Rekomendasi oleh-oleh yang pertama yaitu Lokan Krispi. Biasanya lokan atau kerang laut diolah jadi beragam sajian yang lezat, dimasak dengan cara dijadikan sate atau dipanggang. Tetapi, kini berbagai pelaku UMKM punya cara baru supaya Lokan bisa dibawa pulang oleh para wisatawan, contohnya yaitu dijadikan Lokan Krispi yang tersedia dalam versi kering dan bisa tahan lama.

Selain Lokan Krispi, ada juga Kerupuk Awu-Awu, sejenis camilan yang berbahan dasar ikan Awu-Awu. Ikan tersebut sering kali diolah jadi kerupuk yang aroma dan rasa lautnya sangat khas. Kemudian rekomendasi lainnya yaitu Kerupuk Sagu. Masyarakat Aceh Singkil memang sangat kreatif terutama dalam mengolah sagu menjadi camilan yang krispi dan gurih.

Masih ada oleh-oleh unik lainnya berupa makanan ringan khas dari Aceh Singkil yaitu seperti mayang papan, kue sangko, gulo gulo runyit, kipang pulut, keripik ubi, dan lain-lain.

Demikianlah beberapa rekomendasi oleh-oleh dari Aceh Singkil, serta tentang pakaian adat Singkil yang perlu Anda ketahui. Pasti menyenangkan sekali berbelanja oleh-oleh setelah selesai menikmati liburan di Aceh Singkil bersama keluarga.

  • 4. Pakaian Adat Aneuk Jamee

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki berbagai suku yang menghuni kawasan ini salah satunya adalah suku Aneuk Jamee. Suku ini memiliki pakaian adat Aneuk Jamee yang berbeda dengan suku di daerah Aceh lainnya.

Perbedaan ini karena adanya percampuran budaya dalam latar belakang suku Aneuk Jamee sendiri. Memberikan kesan unik pada pakaian adatnya dengan pengaruh daerah luar Aceh.

Tentang Suku Aneuk Jamee

Seperti yang disebutkan sebelumnya keunikan pada pakaian adat Aneuk Jamee berasal dari percampuran budaya dari luar Aceh. Karena menurut catatan sejarah, Suku Aneuk Jamee merupakan suku pendatang yang berasal dari Minangkabau.

Tepatnya, berasal dari Pariaman, Rao, Pasaman, dan Lubuk Sikaping. Migrasi ini didorong oleh pecahnya Perang Padri di daerah Minangkabau yang terjadi pada tahun 1836. Kata Aneuk Jamee sendiri memiliki arti ‘orang tamu’ dalam Bahasa Aceh.

Hal ini menegaskan bahwa Aneuk Jamee merupakan suku yang berasal dari luar Aceh. Namun, seiring dengan berjalannya waktu telah menyatu menjadi bagian dari budaya Aceh.

Ulee Balang Sebagai Pakaian Adat Aneuk Jamee di Aceh

Nama pakaian adat yang digunakan oleh suku ini adalah Ulee Balang. Kata Ulee Balang sendiri ternyata merupakan adaptasi dari kata dalam Bahasa Melayu yaitu Hulubalang. Memiliki arti masyarakat yang berasal dari golongan bangsawan.

Pakaian adat Ulee Balang ini terdapat dua macam yaitu Linto Baro, yang merupakan pakaian adat untuk pria. Kemudian, Daro Baro yang merupakan pakaian adat untuk perempuan. Berikut adalah penjelasan selengkapnya:

1. Linto Baro

Seperti yang disebutkan sebelumnya, Linto Baro adalah pakaian adat yang digunakan oleh laki-laki. Linto Baro biasanya dilengkapi dengan Baje Meukasah atau jas, kemudian dipadukan dengan Ija Lamgugap atau sarung songket pria yang digunakan di pinggang.

Pada Baje Meukasah biasanya diberikan sulaman khusus yang memperlihatkan status penggunanya. Baje Meukasah wajib menggunakan latar hitam, kemudian sulamannya menggunakan warna-warna cerah seperti emas, kuning, dan berbagai warna lainnya.

2. Daro Baro

Pada Daro Baro atau pakaian adat yang digunakan oleh perempuan. Pakaian adat ini akan dilengkapi dengan berbagai perhiasaan. Mulai dari kalung, gelang, anting-anting sampai dengan Patam Dhoe atau mahkota.

Selain itu, baju kurung songket yang digunakan oleh pihak perempuan pasti akan dilengkapi dengan motif yang terang dan mencolok. Kemudian, dilengkapi dengan boh dokma yang digunakan di bagian leher.

Pakain adat Ulee Balang ini sebenarnya bukan pakaian khusus suku Aneuk Jamee saja. Pakaian adat ini juga digunakan oleh suku Tamiang dan suku Aceh. Terutama, pada penyelenggaraan acara-acara penting seperti pernikahan.

Namun, pada pakaian adat Aneuk Jamee sendiri terdapat motif-motif dan warna-warna khas. hasil dari perpaduan budaya Minangkabau dan Aceh. Membuktikan kesatuan budaya yang kaya di Indonesia.

  • 5. Pakaian Adat Alas

Suku Alas merupakan salah satu suku yang menghuni daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku ini memiliki banyak bagian budaya yang menjadi kebanggaannya, salah satunya adalah pakaian adat Alas yaitu Mesikhat.

Karena banyaknya suku yang ada di kawasan Aceh, tidak heran jika setiap suku memiliki budaya dengan ciri khas sendiri. Begitu pula dengan suku Alas, di mana pakaian adatnya ini menjadi kebanggaan karena hanya suku Alas yang menggunakan pakaian adat ini.

Mengenal Mesikhat

Mesikhat adalah pakaian yang sudah banyak dikenal bahkan di luar suku Alas. Pakaian adat ini bisa dibilang terdapat dua jenis, yaitu Mesikhat yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan pakaian adat Mesikhat yang digunakan untuk acara penting.

Penerapan Mesikhat tidak hanya terbatas pada pakaian saja. Namun juga, pada peralatan rumah tangga seperti payung, baju gamis, dan sudah menyatu dengan masyarakat modern. Namun, Tradisi menggunakan Mesikhat untuk hari-hari penting masih dipertahankan.

Terutama, seperti pada acara-acara resmi khitanan, pernikahan, semua akan menggunakan mesikhat tanpa terkecuali. Mesikhat sangat khas dengan latar kain yang gelap dan warna-warna yang terang seperti kuning, hijau, putih, merah, dan sebagainya.

Warna-Warna Penting Pada Pakaian Mesikhat

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pakaian adat Alas ini sering kali menggunakan warna-warna terang pada motif pakaiannya. Ternyata warna-warna tersebut tidak dipilih secara sembarangan atau asal cerah saja.

Ada makna-makna penting dalam pemilihan warna yang akan digunakan pada mesikhat. Berikut adalah warna-warna penting yang sering kali digunakan pada pakaian adat ini berikut dengan maknanya:

1. Kuning Untuk Kejayaan

Warna kuning merupakan warna yang umum digunakan pada pakaian adat Mesikhat terutama digunakan untuk laki-laki. Karena pada adat Suku Alas, warna ini memiliki makna kejayaan dan doa harta yang melimpah.

2. Hijau Untuk Kesuburan

Mewakili alam, warna hijau juga sering kali digunakan dalam motif pakaian adat Mesikhat. Hijau melambangkan kesuburan alam di bumi. Selain itu, sebagai harapan kesuburan pada keluarga baik dalam arti keturunan maupun kekayaan.

3. Putih Untuk Kesucian

Warna putih dalam adat Alas melambangkan kesucian, motif dan warna ini banyak digunakan untuk pakaian anak muda. Terutama, anak perempuan maupun laki-laki yang belum menikah.

4. Merah Untuk Keberanian

Warna merah sering kali ditemukan pada mesikhat yang digunakan oleh para laki-laki. Termasuk yang belum menikah, karena warna ini melambangkan kemudaan dan keberanian yang ada pada para pemuda. Namun, pemakaian warnanya sebenarnya lebih bebas untuk siapapun.

Pakain adat Alas yaitu Mesikhat ternyata tidak hanya sekedar pakaian adat. Pada pakaian ini terdapat makna yang dalam dan harapan Suku Alas yang menggunakannya. Melihat pakaian ini yang bisa bertahan pada zaman modern menunjukkan kebanggaan suku ini.

  • 6. Pakaian Adat Kluet

Kluet merupakan salah satu daerah yang ada di Kabupaten Selatan. Daerah ini ditinggali oleh suku yang bernama Suku Kluet. Suku ini memiliki pakaian adat Kluet yang bisa dibilang merupakan bukti dari adanya persatuan di daerah Aceh.

Karena Kluet atau Senuan Keluwet ini, secara historis tidak hanya dibentuk oleh kebudayaan yang ada di dalam daerah Aceh saja. Melainkan, perpaduan dari banyak suku di daerah Aceh mulai dari yang merupakan suku asli sampai dengan pendatang.

Tentang Senewen Keluwet

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pakaian adat Kluet ini merupakan pakaian adat hasil dari persatuan budaya yang ada di daerah Kluet. Motif dari pakaian adat ini sebenarnya terinspirasi dari tanaman kluet.

Motif yang diadaptasi dari bentuk tanaman ini sudah dari dulu digunakan sebagai hiasan di kegiatan sehari-hari masyarakat. Terutama memang pada pakaian, baik untuk sehari-hari maupun untuk acara khusus dan pesta.

Namun, motif ini juga diadaptasi pada berbagai benda lainnya. Seperti motif rumah, perabotan, dan sebagainya. Pada zaman modern ini, motif kluet memiliki penggunaan yang lebih luas.

Tidak hanya terbatas pada pakaian saja. Namun juga, pada aksesoris, dompet, payung, cinderamata, dan berbagai produk lainnya.

Keistimewaan dari Pakaian Adat Kluet

Pakaian Adat Kluet sepertinya mendapatkan perhatian besar dari pemerintahan daerah dalam proses pelestariannya. Selain itu, pakaian adat ini juga memiliki nilai budaya yang kuat. Berikut adalah keistimewaan dari pakaian adat satu ini:

1. Gabungan Budaya dari Tiga Suku

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pakaian adat ini merupakan bukti persatuan yang ada di Aceh. Karena secara historis, pembentukan motif ini melibatkan banyak suku yang ada di daerah Aceh.

Utamanya adalah daerah Aceh sendiri, Kluet, dan suku Aneuk Jamee. Karena Kluet dan Aneuk Jamee sendiri bisa dikatakan sebagai suku pendatang. Namun, dapat mencampurkan budayanya menjadi yang baru.

2. Memiliki Ragam yang Sangat Banyak

Ternyata ragam kluet tidak hanya satu namun sangat banyak. Bahkan, setiap kecamatan yang ada di Kluet Raya bisa dibilang memiliki motif sendiri yang khas. Masing-masing kecamatan memiliki motif yang terinspirasi dari alam.

Mulai dari bulung dalama, buah palo, buah nipah, cekalo, dan berbagai motif yang terinspirasi dari alam.

3. Sudah Disepakati Sebagai Warisan Budaya

Pemerintah daerah Kluet Raya sudah meresmikan motif kluet ini sebagai motif warisan budaya. Dalam pelestariannya, motif ini sudah mulai banyak digunakan. Tidak hanya untuk pakaian sehari-hari dan pesta saja.

Sekarang berbagai cinderamata dan produk yang dihasilkan oleh daerah Kluet Raya. Pasti ada yang menggunakan motif Kluet.

Pakaian adat Kluet membuktikan, walaupun ada banyak perbedaan. Namun, bisa dijadikan satu dan berpadu menjadi hasil budaya yang indah.

  • 7. Pakaian Adat Tamiang

Mengenal Aneka Macam Pakaian Adat Tamiang, Aceh yang Menawan

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa pakaian adat Tamiang, Aceh merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang begitu memikat. Dimana, pakaian ini hadir dengan memadupadankan warna, motif sampai dengan perhiasan sehingga terlihat begitu menawan. Tidak hanya itu saja, warisan budaya satu ini juga menjadi salah satu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Aceh. Untuk Anda yang mungkin penasaran mengenai apa saja macam – macam pakaian adat Tamiang, maka bisa menyimak informasi selengkapnya berikut ini. 

Aneka macam pakaian adat Tamiang, Aceh

Sebagai informasi, Aceh umumnya memiliki berbagai macam pakaian adat yang masing – masing memiliki keunikan dan makna filosofis tersendiri. Bahkan, ada beberapa pakaian di antaranya yang turut menyesuaikan dengan zaman / unsur lainnya demi mewakili masing – masing suku di wilayah Aceh. Berbagai macam pakaian adat khas Tamiang, Aceh yang terlihat menawan dan bisa menjadi inspirasi, di antaranya yakni sebagai berikut. 

  1. Linta Baro – Daro Baro

Bisa dikatakan, bahwa pakaian adat ini sangat populer lantana biasa dipakai oleh orang – orang yang berasal dari suku Aceh, Tamiang dan Aneuk Jamee. Pada linta baro, biasanya dikenakan secara khusus untuk para kaum laki – laki, sementara daro baru dikenakan untuk kaum perempuan. Keduanya, diketahui merupakan pakaian khas yang dikenakan ketika acara pengantin maupun bisa juga tanpa berpasangan ketika perayaan hari adat tertentu.

  • Baju Anam – Ineun Mayak 

Jika digambarkan secara detail, pakaian adat satu ini terbilang sangat eksotis dan menawan dikenakan oleh para pemakainya. Bahkan bisa dikatakan, bahwa Ineun Mayak merupakan salah satu peninggalan suku Gayo, yang mana terkenal dengan biji kopinya yang terbaik. Adapun mengenai busananya sendiri, baju anam biasanya diperuntukkan untuk kaum laki – laki, sementara untuk ineun mayak dikenakan oleh perempuan. Bahan dasar dari busana adat satu ini, yaitu terbuat dari bahan tenun dan disesuaikan dengan kebiasaan nenek moyang zaman dulu.  

  • Pakaian Mesikhat dengan Motif Alas

Terkait mengenai pakaian Mesikhat sendiri, diketahui merupakan pakaian asli adat suku Alas yang biasanya digunakan sehari – hari oleh masyarakat, maupun ketika melaksanakan acara resmi. Baik itu ketika acara khitanan ataupun ketika acara pernikahan, serta bisa digunakan oleh semua keluarga besar tanpa terkecuali. Disebut dengan Mesikhat, dikarenakan merupakan sebutan motif – motif ukiran yang ada di Aceh Tenggah dan memiliki makna tersendiri sebagai kehidupan, khususnya bagi masyarakat Alas. 

  • Pakaian Motif Kluet

Terakhir, ada yang namanya pakaian motif Kluet yang dapat ditemukan pada pakaian adat Aceh, yaitu berupa senuwan keluwat (sejenis tanaman kluet-red). Diketahui, motif ini telah dimodifikasi dari tanaman ini dan sudah sejak zaman dulu digunakan sebagai hiasan pada pakaian masyarakat Kluet. Adapun dalam penggunaannya sendiri, pakaian ini sering digunakan untuk sehari – hari maupun untuk pakaian pesta upacara adat. Dan seiring dengan berjalannya waktu, pihak pemerintah setempat turut meresmikan Senuwan Keluwat sebagai motif khas Kluet. 

Demikianlah tadi informasi penting yang bisa Anda ketahui dan pahami mengenai aneka macam pakaian adat Tamiang yang begitu menawan, dan menjadi salah satu warisan budaya Nusantara. 

  • 8. Pakaian Adat Mesikhat

Pakaian Adat Mesikhat, Kebanggan Suku Alas Di Aceh Tenggara

Pakaian adat Mesikhat merupakan salah satu jenis Pakaian Khas Aceh yang menjadi kebanggaan bagi Suku Alas di Kabupaten Aceh Tenggara. Pakaian adat ini biasanya dikenakan pada acara besar seperti resepsi pernikahan dan prosesi khitanan. Pakaian tradisional Mesikhat bahkan sering kali digunakan untuk menyambut tamu penting pada acara tertentu. Tujuannya untuk terus melestarikan tradisi masyarakat Suku Alas. Mengingat, Kabupaten Aceh Tenggara dikenal sebagai wilayah yang sangat kental akan adat dan budayanya. 

Kata Mesikhat diambil dari kata Teshikat yang berarti mengaplikasikan motif hias tanpa pembuatan sketsa terlebih dahulu. Dengan kata lain, motif yang telah dirancang di dalam pikiran langsung diterapkan secara spontan pada kain atau pakaian. Namun, pemilihan motif tersebut tetap harus mengandung pesan sosial, moral serta spiritual. 

Ditemukan pada sekitar tahun 1910, Mesikhat pada awalnya diaplikasikan pada rumah adat. Kemudian, motif ini mulai diterapkan pada baju adat Aceh dan beberapa aksesoris atau souvenir lainnya. Sebut saja dompet, topi, selempang hingga payung. Meski demikian, motif Meshikat pada pakaian adat Alas dinilai menampilkan keindahan budaya yang tidak tertandingi. 

Karena menggambarkan tentang kehidupan masyarakat Suku Alas, motif pakaian Mesikhat mengedepankan unsur estetika tanpa menghilangkan nilai budaya yang ada di dalamnya. Mulai dari garis, bentuk, serta warna yang penuh makna.

Pakaian adat Mesikhat memiliki warna dasar hitam dengan sulaman atau ukiran motif Alas berwarna merah, hijau, putih dan kuning. Kelima warna tersebut mempunyai arti tersendiri untuk Masyarakat Alas. Warna hitam melambangkan kepemimpinan atau kekuatan, warna merah melambangkan keberanian, warna hijau melambangkan kesuburan alam, warna putih melambangkan kesucian dan warna kuning melambangkan kemegahan atau kejayaan. 

Untuk acara resepsi pernikahan, Mesikhat digunakan oleh mempelai pria maupun wanita dengan beberapa perbedaan yang cukup menonjol. Mempelai wanita mengenakan pakaian adat Mesikhat dengan bunga sumbu berwarna merah, hijau dan kuning yang mempercantik bagian kepala. Sedangkan untuk bagian bawahannya menggunakan kain songket berwarna hitam. 

Sementara Mesikhat pada mempelai pria dilengkapi dengan Bulang Bulu warna merah yang diikatkan di kepala. Pemakaian Bulang Bulu ini bersifat khusus sehingga tidak sembarangan orang bisa menggunakannya. Selain itu, pengantin pria semakin gagah dengan bogok atau kain selempang yang dikalungkan ke leher. Mesikhat tidak hanya bisa digunakan oleh pengantin saja, melainkan keluarga besar dari kedua mempelai. 

Adanya motif yang indah dan unik membuat pakaian adat Mesikhat sangat diminati oleh wisatawan. Baik itu wisatawan lokal maupun wisatawan dari luar kota yang datang berkunjung ke Aceh. Permintaan pakaian tradisional ini bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terbukti dari semakin banyaknya pengrajin pakaian Mesikhat yang ada di lokasi pemasaran baju adat di Aceh Tenggara. 

Baca Juga:

Itulah macam-macam pakaian adat Aceh yang khas dan menarik untuk diketahui untuk mengenal budaya dan adat Aceh. Anda bisa melihat beragam kebudayaan Aceh di museum negeri Aceh. bagi anda yang mengambil paket tour Aceh, anda pasti akan dibawa berkunjung ke museum tersebut. Bagi anda yang hanya ingin berkunjung ke beberapa tempat di banda Aceh, anda bisa sewa mobil Aceh untuk memudahkan anda.

Lhokseudu, Pusat Wisata Kuliner, Pemandangan Pantai & Alam Yang Indah Hingga Spot Mancing

Lhokseudu merupakan sebuah daerah yang terletak di Kabupaten Aceh Besar. Jaraknya kurang lebih 30 kilometer dari kota Banda Aceh. Hanya membutuhkan waktu satu jam dari pusat kota Banda Aceh. Di sepanjang jalan menuju ke lokasi ini, banyak tempat wisata yang bisa anda kunjungi seperti pantai Lhoknga jika dari Banda Aceh, atau puncak geurutee jika anda dari Calang, Aceh Jaya. Saat ini Lhok Seudu sedang menjadi trending dikalangan anak muda Banda Aceh dan Aceh Besar, sehingga banyak orang yang mengunjungi Lhok Seudu pada hari libur.

Lhokseudu mempunyai banyak potensi wisata alam, pemandangan alam, pemandangan perbukitan dan indahnya pantai yang bentuknya seperti telaga kecil karena terdapat pulau yang berbukit. Lhokseudu juga cocok dijadikan tempat wisata memancing dengan menyewa perahu nelayan yang ada di sekitar perairan ini, anda juga bisa mancing pinggiran yang bisa anda aplikasikan dengan teknik mancing casting ataupun dasaran.

Lihat Juga:

Lhokseudu juga memiliki pelabuhan pendaratan ikan sehingga banyak perahu nelayan yang terlihat di sini. Selain itu, tempat ini banyak menjual ikan asin yang sudah dibuat sedemikian rupa oleh masyarakat disana dengan harga yang sangat terjangkau. Rasa ikan asin di sini sedikit berbeda dengan daerah lain, karena cara pengolahannya masih menggunakan sistem tradisional. Hal inilah yang membuat ikan asin di area ini memiliki cita rasa yang khas.

Penduduk Lhokseudu umumnya adalah nelayan dan ikan yang mereka peroleh diolah menjadi ikan asin dan dijual. Ikan asinnya ada yang dikirim ke Banda Aceh dan ada pula yang dijual langsung di lokasi ini. Maka tak heran jika kita banyak melihat penjual ikan asin di sepanjang jalan yang menghubungkan barat Aceh ini.

Lihat Juga:

Selain itu Lhokseudu menawarkan wisata bahari dan kuliner yang cocok untuk anda saat berlibur. Fasilitas wisata seperti restoran dapat ditemukan di sini. Terdapat juga beberapa restoran yang pembangunannya berada di pinggir pantai yang dapat membuat wisatawan merasakan pengalaman berbeda.

Lihat juga:

Pada hari libur banyak wisatawan khususnya dari Banda Aceh dan Aceh Besar yang menikmati kawasan wisata Lhokseudu ini dengan berbagai aktivitas wisata seperti menikmati kuliner, memancing, berenang dan juga pengunjung juga dapat mengamati terumbu karang dari atas cafe atau gazebo yang dibangun ditengah laut. Tidak hanya wisatawan dari kota Banda Aceh dan Aceh Besar saja yang berkunjung ke sini, namun banyak juga wisatawan asal Malaysia yang berkunjung ke sini.

Museum Rumah Cut Nyak Dhien, Peninggalan Rumah Pejuang Kemerdekaan Indonesia Ternama asal Aceh

Cut Nyak Dhien adalah seorang perempuan pejuang kemerdekaan yang terkenal di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Cut Nyak Dhien merupakan salah satu pahlawan yang gigih melawan Belanda. Beliau dilahirkan pada masa Kerajaan Aceh tahun 1848 di Lampadang dan meninggal di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 6 November 1908. Cut Nyak Dhien sebelumnya menikah dengan Ibrahim Lamnga yang kemudian gugur pada pertempuran melawan Belanda di Gle Arum pada tahun 1878. Ini membuat Cut Nyak Dhien meluapkan amarahnya dan bertekad menghancurkan Belanda.

Pada tahun 1880, Cut Nyak Dhien menikah lagi dengan Teuku Umar yang juga merupakan salah satu pahlawan nasional. Aktivitasnya sangat mempermalukan dan menjengkelkan Belanda yang akhirnya membakar rumahnya. Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar berjuang bersama melawan Belanda. Namun pada tahun 1899 Teuku Umar meninggal saat menyerang Meulaboh.

Lihat Juga:

Pemerintah kemudian membangun replika rumah Cut Nyak Dhien yang berisi artefak-artefak Aceh dan berbagai barang milik Cut Nyak Dhien. Museum Cut Nyak Dhien kini berdiri di tempat aslinya di desa Lampisang. Desa Lampisang terletak di jalan Banda Aceh – Meulaboh di km 12 atau sekitar 6 kilometer ke arah barat Banda Aceh.

Lihat Juga:

Setelah suaminya Teuku Umar gugur dalam pertempuran tersebut, Cut Nyak Dhien saat itu sudah tua dan hanya berperang sendirian melawan Belanda tanpa suaminya. Cut Nyak Dhien akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Namun keberadaan Cut Nyak Dhien di Banda Aceh menjadikan semangat perjuangan masyarakat Aceh semakin gigih, sehingga kemudian ia diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat.

Lihat juga:

Dalam rangka mengenang Cut Nyak Dhien, kini namanya diabadikan di Bandar Udara Cut Nyak Dhien Nagan Raya, Akademi Keperawatan Cut Nyak Dhien, Kapal Perang TNI Angkatan Laut KRI Cut Nyak Dhien dan juga namanya diabadikan dalam mata uang Indonesia 10.000 pada tahun 1998 dan juga di berbagai jalan kota di Indonesia.

Benteng Indra Patra, Benteng Bersejarah di Aceh

Benteng Indra Patra merupakan salah satu benteng bersejarah di indonesia dan juga salah satu benteng bersejarah di aceh. Benteng Indra Patra dibangun pada masa kerajaan Hindu Indra Patra. Ada jejak pengaruh Hindu dalam arsitekturnya. Benteng ini juga merupakan sejarah kebesaran kerajaan Aceh masa lalu.

Benteng ini digunakan sebagai pertahanan terhadap penjajah pada masa Kerajaan Indra Patra dan terakhir benteng pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Oleh Kerajaan Islam Aceh digunakan sebagai benteng pertahanan melawan Portugis.

Lihat Juga:

Ada dua benteng yang masih berdiri, sedangkan benteng lainnya sudah rusak. Bentuk dasar benteng ini berbentuk persegi. Saat ini benteng tersebut dimanfaatkan oleh Balai Pelestarian Warisan Budaya Aceh di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Di benteng pertama terlihat 4 bangunan stufa berbentuk kubah dan di dalamnya juga terdapat sumur. Di benteng kedua terlihat 3 bunker pertahanan dan di depannya terdapat tempat peletakan meriam. Di sekeliling tembok benteng juga terdapat tempat peletakannya 9 buah meriam kecil.

Benteng ini dibangun dekat dengan pantai, karena letaknya yang strategis benteng ini mudah untuk dijadikan pertahanan terhadap musuh atau untuk membendung serangan dan mengusir musuh dari arah jalur laut pada masa Kesultanan Aceh Darussalam khususnya pada masa Sultan Iskandar Muda. (1607-1636 M).

Lihat Juga:

Benteng Indra Patra terletak kurang lebih 20 kilometer ke arah timur Banda Aceh atau kurang lebih 25 menit perjalanan dengan mobil dari pusat kota Banda Aceh dan kurang lebih 45 menit dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda.

Lihat Juga:

Letak Benteng Indra Patra juga salah satu tempat yang bagus karena lokasinya dekat dengan pantai yang sangat cocok untuk berenang atau memancing. Tempat ini juga sering digunakan warga desa untuk berkemah menjelang masuk bulan Ramadhan atau bulan puasa.